Setelahnya, Delano dan Canna tampak canggung. Delano sibuk dengan rasa cemburunya sedangkan Canna sibuk dengan sikap kesalnya.
"Jangan lupa kalau kamu punya banyak hutang padaku. Lagi pula kita punya kesepakatan yang baru saja di tandatangani. Jadi menurutlah!"
Kuping Canna terasa gatal saat Delano mengungkit hutang piutangnya. Lelaki ini selalu menekannya dengan alasan hutang atau mengancamnya menggunakan Kezia.
"Tapi di dalam kesepakatan kita tidak ada 'kan di haruskan tidak bergaul dengan orang luar?"
Delano menatap lurus kedepan, berusaha menghiraukan ucapan Canna yang kembali membuatnya ingin meledak.
"Aku tidak membatasi pergaulanmu di luar. aku hanya tidak ingin kamu bergaul dengan lelaki yang membawa pengaruh buruk padamu. Lalu kamu membawa pengaruh buruk kedalam rumahku!" ucap Delano panjang lebar, membuat Canna menganga semakin kesal.
"Dia adalah teman satu sekolahku dulu dan aku sangat mengenal dirinya. Dia orang yang baik dan juga murah senyum," sahut Canna, berusaha mengulas senyum palsunya. Ia benar-benar geram dengan sikap Delano yang selalu mengaturnya berlebihan.
"Itu menurutmu. Tapi menurutku, dia adalah orang yang tidak pantas bergaul denganmu!" tekan Delano tidak mau kalah.
"Apa yang tidak pantas dariku? Dia tidak sepertimu Tuan Delano, yang memandang rendah diriku!" sahut Canna emosi. Napasnya terlihat naik turun menatap kesal lelaki angkuh di depannya.
"Kamu melawan dan membantahku hanya karena dia!?" tanya Delano tajam. Membuat Canna bungkam dan membuang muka kearah jendela mobil.
"Jawab! Jangan diam saja!" hardiknya lagi.
"Kamu membela laki-laki asing yang sama sekali tidak kamu kenal. Bahkan kamu juga hanya tau sebatas pergaulan sekolah beberapa tahun lalu."
Delano beranjak dari duduknya dan membanting pintu mobil dengan keras, meninggalkan Canna yang menatapnya heran, menuju kearah kediamannya setelah mobil mereka sampai di halaman.
"Lelaki asing dia bilang? Padahal dirinyalah yang menjadi lelaki asing disini?" gerutu Canna.
Derris hanya mampu mengangguk samar sambil melirik kearah Canna dengan tajam. Ia belum sempat membukakan pintu mobil untuk Delano tetapi Tuannya sudah turun terlebih dahulu.
"Nona. Sebaiknya Anda segera bujuk Tuan Delano sebelum ia benar-benar marah padamu dan melakukan sesuatu yang lain."
Canna berpaling menatap sopir yang baru pertama kali ini berbicara padanya.
"Seperti?"
"Menghilangkan nyawa misalnya," sahut sopir.
Canna bergidik mendengarnya. Delano memperkosanya saja sudah membuatnya trauma dan benci, lalu bagaimana kalau dirinya mati di tangan Delano. Ia segera turun dan masuk kekediaman Delano. Mencari keberadaan lelaki tersebut menuju ke kamarnya. Tetapi tidak tampak batang hidung Delano di kamarnya.
"Kemana dia?" gumam Canna bingung. Ia hanya tau tempat yang paling sering di datangi Delano adalah kamarnya.
"Nona. Tuan memerintahkan pada Nona agar segera membersihkan badan Nona."
Canna terlonjak saat ada seorang pelayan di belakangnya. Ia berpaling dan mengangguk.
"Tunggu! Dimana Tuan Delano?" tanya Canna terburu-buru.
"Tuan hanya menyuruh saya untuk menyampaikan pesannya pada Nona agar segera membersihkan badan Nona," jawab pelayan tersebut berlalu dari hadapannya. Membuat Canna mendesah kesal menatapnya.
Harus berapa kali ia mandi dalam sehari atas perintah Delano. Padahal di kantor tadi dirinya baru saja selesai mandi. Dan hanya dalam hitungan jam saja, dia harus mandi lagi. Delano benar-benar gila. Entah siapa yang akan jadi istrinya di masa depan dan terus-terusan terkekang bersamanya. Membayangkannya saja membuat Canna merinding.
"Hanya menambah pekerjaan para pelayan saja!" Canna melempar gaun yang di berikan Delano padanya tadi dan memasukkannya kedalam keranjang cucian.
"Harus berapa kali aku bersentuhan dengan air?" Canna kembali mendumel saat ia memasuki bak mandi. Berendam sesaat sambil memejamkan matanya untuk menghalau pikirannya yang carut marut.
Sedangkan Delano, sudah berada di ruang kerjanya sejak 30 menit yang lalu. Ia tidak kembali ke kantor lagi karena saking marahnya pada Canna yang terus-menerus mempertahankan hubungannya dengan Pinus. Bukannya ia tidak tahu, Delano sudah menyelidiki hubungan mereka berdua dan ia begitu terkejut saat mendapati faktanya kalau Canna juga menyukai Pinus.
"Akan kulakukan cara agar kamu tidak pergi dariku dan aku tidak akan membiarkanmu bersama lelaki lain!" Delano menggeram kesal di mejanya. Beberapa bodyguard yang berdiri tidak jauh darinya saling tatap dalam ketakutan.
"Derris! Laporan ini salah! Cepat ganti!!" Delano melempar asal semua laporan yang berada dihadapannya.
"Panggilkan sekretaris Anggrek kesini!" perintahnya lagi dengan aura yang semakin pekat.
"Baik, Tuan!" sahut Derris. Ia tahu kalau suasana hati Delano sedang tidak baik. Salah bicara maka nyawa akan melayang.
"Cepat. Jangan terlambat sedetik pun kalau tidak maka gajihmu akan kupotong!" Delano mengusap wajahnya frustasi. Bayangan Canna terus berputar di kepalanya.
"Tuan!"
Delano melirik tajam saat Oryza begitu tergesa menghampirinya.
"Ada apa!?" tanya Delano masih dengan tajam. Kedatangan lelaki itu membuatnya semakin marah dan kesal.
"Nona... Nona... Canna... dia...."
"Katakan dengan jelas!" hardiknya lagi dengan geram.
"Nona Canna tidak keluar kamar mandi hampir satu jam lamanya," ucap Oryza cepat dan menunduk.
"Apa!? Kenapa kalian tidak bilang sejak tadi!!"
Delano beranjak dari duduknya, berjalan dengan langkah lebar menuju kearah kamar yang di tempati Canna.
"Dobrak pintunya!" perintah Delano saat sudah berada di depan kamar milik Canna. Beberapa pelayan wanita tampak menyingkir untuk memberikan jalan untuk suruhan Delano.
Setelah pintu terbuka, Delano segera masuk kedalam kamar mandi dan mendapati Canna yang tertidur pulas didalam bak mandi.
"Dasar wanita ini, selalu membuatku khawatir," gumamnya meraih tubuh Canna dan membalutinya dengan jubah mandi.
Canna membuka matanya saat ia merasakan tubuhnya yang melayang. Menatap Delano yang terlihat dingin dimatanya.
"Apa yang kamu lakukan!?" teriak Canna. Ia begitu terkejut setelah sadar posisinya. Mendorong dada Delano, tetapi tidak berhasil sama sekali.
"Seharusnya aku yang bertanya apa yang kamu lakukan? Apakah kamu ingin mati tenggelam dibak mandi dengan tidur sambil berendam!" hardik Delano keras. Ia masih menggendong Canna hingga dirinya juga ikut basah. Canna menunduk merasa bersalah.
"Tetapi, itu bukan keinginanku. Aku hanya mengantuk dan tanpa sengaja tertidur disana," cicit Canna.
Delano hanya melirik padanya dengan wajah keras tanpa bicara lagi.
"Turunkan aku!" pinta Canna tetapi Delano justru mengeratkan pegangannya. Ia bahkan membawa Canna kearah ranjangnya dan menyelimuti Canna dengan selimut. Sedangkan seluruh pelayan dan pesuruhnya sudah keluar semua sejak tadi.
"Lain kali jangan lakukan hal yang membuat orang lain khawatir. Aku tidak ingin kamu mati sebelum melunasi utangmu!"
Canna mengusap tangannya yang terasa dingin. Ia pikir tadinya Delano perduli padanya, tetapi lelaki itu hanya perduli pada hutangnya saja.
"Tuan," ucap Fiore didepan pintu kamar Canna.
Delano melirik dan mengangguk samar menyuruh Fiore untuk masuk.
"Ini wedang jahenya untuk menghangatkan tubuh Nona!" Fiore meletakkannya tepat dihadapan Canna. Membuat wanita itu tersenyum manis padanya.
"Terima kasih Fiore, ma'af sudah membuatmu repot!"
"Tidak apa-apa Nona!" Fiore menunduk.
"Carikan pakaian untuknya!" perintah Delano. Melirik kearah Canna yang bersikap manis pada Fiore. Sedangkan padanya selalu bersikap ketus dan marah. Apa sespesial itu Delano di mata Canna? Delano terkekeh sendiri, membuat Canna dan Fiore melirik takut padanya.
"Tidak perlu. Aku bisa mencarinya sendiri. Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu yang lain!" sahut Canna cepat setelah ia menyeruput wedang jahe tersebut sambil berusaha menenangkan hatinya yang tiba-tiba menciut melihat tatapan aneh Delano.
"Tidak apa- apa, Nona. Semua ini sudah menjadi kewajiban saya untuk melayani Nona," sahut Fiore dengan senyum tipisnya.
"Lihatlah! Mereka begitu setia padaku. Jadi, kamu juga harus menurut seperti mereka!" sahut Delano kemudian.
Canna hanya diam saja mendengarkan ucapan Delano tersebut. Seandainya hutangnya lunas, maka ia selamanya berharap tidak akan bertemu dengan Delano lagi. Tapi, kenyataannya adalah hutangnya semakin menumpuk dengan Kezia yang bersekolah di sekolahan elit.
Haruskah Canna berteriak dan meraung sekarang untuk meratapi nasibnya yang kurang beruntung dan sial.
"Pakaiannya sudah siap!" Fiore masih berdiri dihadapan Canna. "Apakah Nona ingin dibantu berpakaian?"
Dengan cepat Canna menggeleng. Ia tidak biasa di perlakukan seperti ratu dan putri.
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri."
Fiore segera keluar kamar setelah melihat tatapan Delano padanya. Membuat Delano menghampiri Canna yang menatapnya waspada.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Canna awas.
"Tentu saja untuk membantumu berpakaian."
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Bisakah kamu keluar dulu Tuan Delano?" usir Canna halus.
"Kamu mengusirku!?" Delano semakin mendekat padanya. Menatap Canna dengan dalam.
"Ti...tidak!" sahut Canna gugup.
"Bagus. Itu artinya kamu setuju untuk aku bantu berpakaian."
Mata Canna membulat mendengarnya. "Kapan aku setuju?" gerutunya. Menatap Delano yang sudah meraih pakaian miliknya dan membawanya pada Canna.
"Terima kasih karena sudah mau membantuku berpakaian, Tuan Delano." Dengan cepat Canna meraih pakaiannya dan berlari keruang pakaian yang ada di kamar tersebut. Sikap Canna membuat Delano terkekeh senang.
"Ternyata mempermainkan wanita itu sangatlah menyenangkan!" gumamnya masih menatap pintu ruang ganti.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Stefannie Elizabeth
bosan jadi nya thor... masa cuma Delano yg bucin... Canna jg di bikin cemburu donk
2021-07-25
0
Anonymous
😘👌
2021-05-21
0
Juliana Citra
kpn ch delano ngku klw dy cinta sma canna biar crita'a tmbh sweat gt tor..
2021-05-02
0