Canna memacu motornya di jalan raya yang agak sepi setelah mengantar adiknya ke sekolah. Dia tidak percaya kalau adiknya sudah bisa berangkat sekolah sendiri. Ia tetap merasa was-was melepaskan Kezia yang masih berumur 6 tahun tersebut sendirian di jalanan.
"Ada apa di depan, kenapa mobil itu menghalangi jalan?" Canna menghentikan laju motornya menatap kearah beberapa mobil yang terparkir di tengah jalan.
Beberapa orang dengan pakaian jas hitam keluar dari mobil tersebut. Menatap kearahnya dengan tatapan tajam.
"Apakah mereka mafia?" Canna terkejut melihatnya, berusaha menstarter motornya dan mengubah haluannya. Tetapi sayangnya, di belakangnya juga ada beberapa mobil yang sudah menghadangnya.
"Mau apa kalian!?" teriak Canna di sela kewaspadaannya, saat mereka berjalan kearahnya. Keringat dingin muncul di pelipisnya. Ia benar-benar kesulitan untuk minta tolong sekarang karena tidak ada orang lewat sejak tadi. Dan apakah mereka sudah memblok jalanan ini.
"Jangan mendekat!" Canna kembali berteriak di sela ketakutannya. Ia akan mencoba bertahan dan menghadapi lelaki yang jumlahnya begitu banyak.
"Nona. Ikut saja dengan kami dan jangan melawan. Melawan hanya akan membuatmu sakit dan terluka," ucap salah satu diantara mereka.
"Aku tidak mengenal kalian semua. Jadi, untuk apa aku menuruti perintah kalian?"
Canna turun dari motornya, memasang kuda-kuda. Menatap awas kearah mereka yang mendekat kearahnya. Berpura-pura kuat dan tidak takut, padahal hatinya menjerit ketakutan setengah mati.
"Kau harus bisa Canna menghadapi mereka semua dan mengalahkannya. Kalau tidak, maka kamu akan matang," gumamnya menguatkan diri sendiri.
"Tangkap dia sebelum jalanan ini kembali ramai." Salah seorang diantara mereka tampak memerintah, mungkin itu adalah ketuanya.
"Jangan coba-coba kalian mendekat. Kalau tidak, aku akan memukul kalian satu-persatu!" hardik Canna.
Tetapi mereka sama sekali tidak perduli dengan hardikan tersebut, seolah angin sepoi-sepoi yang sedang bertiup. Mereka maju kearah Canna secara serempak. Membuat wanita itu membabi buta mengeluarkan semua jurus yang pernah ia pelajari dulu.
"Brengsek! Lepaskan aku!" teriak Canna setelah ia tertangkap. Meronta-ronta berusaha kembali memberi perlawanan walaupun usahanya sia-sia saja.
"Tolongggg!!!!" Canna berteriak sekuat yang ia bisa, berharap ada seseorang yang lewat dan kebetulan melihatnya. Tapi percuma saja! Walaupun mereka melihat maka sudah di pastikan bahwa mereka tidak berminat untuk menolong dirinya.
Salah seorang diantara mereka membekap mulut Canna menggunakan sapu tangan hingga membuat ia tak sadarkan diri.
***
"Bos! Kami sudah berhasil menangkap orang yang Anda inginkan!" salah seorang diantara mereka melapor dihadapan Delano.
Delano hanya diam menatap kearah anak buahnya. Ia merasa puas mendengar kabar ini. Seringaian muncul di bibirnya.
"Derris! Kamu urus dia dan buat dia segera sadar. Aku ingin melihat kelinci kecil yang sudah berani berurusan denganku!" Delano menatap dingin semua yang ada disana.
"Baik, Tuan," Derris menundukkan sedikit kepalanya. Berjalan bersama anak buahnya.
"Dasar kelinci kecil! Beraninya kamu melawan sesekor singa!" Delano terkekeh sendiri dengan kekehan yang sangat menakutkan.
Sementara itu, di ruangan tempat Canna di letakkan. Ia terlelap dengan posisi duduk di sebuah kursi, dengan tangan dan kaki yang di ikat dan mulut yang di lakban.
Beberapa dari mereka memberikan sesuatu di indra penciuman Canna hingga membuat gadis itu membuka matanya dengan perlahan.
Ia menatap ke sekelilingnya, berusaha untuk mengumpulkan nyawanya. Dan memfokoskan penglihatannya.
"Dimana aku?" Canna mengedar, hingga matanya menatap kearah Derris yang menatapnya dingin. Bahkan lelaki itu terlihat mengerikan dengan bola mata hitam yang tajam.
"Hhmmmppppp!" Canna kembali memberontak mencoba melepaskan diri setelah ia mengingat apa yang telah terjadi padanya sebelumnya. Walaupun usahanya tidak membuahkan hasil sama sekali.
"Buka lakbannya!" Derris memerintah salah satu diantara mereka.
"Kamu brengsek! Apa yang kamu inginkan dariku. Aku gadis miskin dan yatim piatu. Bahkan tubuhku sangat tidak enak dan berpenyakitan!" Canna sudah melontarkan kekesalannya dengan setengah berteriak. Mata melotot dan hampir keluar.
Derris sama sekali tidak menyahut, ia hanya diam dan menatap Canna dengan tatapan datar.
"Hei Tuan. Apakah kamu mendengarku. Aku sama sekali bukan gadis yang menarik dan tidak patut untuk kalian jual!" Canna kembali menghardik Derris yang sama sekali tidak menggubrisnya.
"Berisik!! Tutup mulutnya lagi. Dia seperti lalat yang sedang mengerubungi kotoran!" Derris meninggalkan ruangan tersebut.
Sedangkan Canna terpaku mendengarnya. Bahkan matanya melotot saat menyadari kalau lelaki itu menyebutnya seekor lalat.
"Hmmmppppphhhh!!!" Canna kembali berteriak. Rasanya ia begitu kesal melihat sikap acuh lelaki tadi. Walaupun dia sebenarnya tampan, tetap saja lelaki itu menyebalkan dan tak punya hati.
"Dasar lelaki kurang ajar, dia kira aku yang panjang lebar berteriak tadi hanyalah seekor binatang, lalat yang sedang berdengung tepatnya," Canna menggerutu di dalam hati.
"Aku akan mencoba untuk melepaskan diriku sendiri, mungkin saja dengan cara mencontoh di film-film yang aku tonton biasanya, aku benar-benar bisa bebas." Canna membatin, mencoba menguatkan dirinya.
"Apa! Borgol?" Mata Canna kembali membulat dan kembali menjadi lesu setelah mencoba menggapai lingkaran dingin yang mengikat tangannya. Ia juga menatap kearah kakinya yang di rantai dengan rantai besi.
"Awas saja kalian! Kalau aku bebas nanti maka kalian tidak akan selamat. Aku laporkan kalian ke kantor polisi!" Canna kembali membatin berusaha untuk menguatkan hatinya. Ingin rasanya ia meledakkan dirinya dan menjadi butiran debu yang beterbangan di udara.
"Semoga mereka salah tangkap!"
Canna memasang kewaspadaannya saat pintu ruangan kembali terbuka. Ia memindai samar-samar seluit seorang lelaki yang lebih tinggi dari lelaki yang menghampirinya sebelumnya.
"Siapa dia? Kenapa semua orang yang ada di ruangan ini tunduk padanya? Termasuk lelaki yang mengatakan aku adalah seekor lalat. Oh... Jadi dia bosnya?" Canna melotot setelah menyadari sesuatu.
"Jangan-jangan dia adalah seorang mafia yang akan memutilasiku dan mengambil organ-organku, kemudian di jual ke luar negri." Canna bergidik ngeri.
"Buka lakbannya!" perintah Derris.
Lelaki yang berada di samping Canna segera menarik lakban tersebut dengan kasar membuat Canna meringis kesakitan.
"Tuan. Aku adalah gadis yang berpenyakitan dan tidak menguntungkan sama sekali. Bahkan semua organ tubuhku juga sudah layu dan berpenyakit. Jadi, tolong lepaskan aku!" Canna menatap Delano yang sejak tadi menatapnya tajam. Bahkan tatapannya mampu menusuk jantungnya.
Delano mengangkat sebelah tangannya, mengisyaratkan pada anak buahnya agar keluar dari ruangan tersebut. Senyum samar muncul di bibirnya, menatap lucu kearah Canna. Tetapi tatapan itu tetap saja terlihat datar dan tajam.
Serentak mereka mengangguk dan meninggalkan Delano, Canna dan asistennya, Derris.
"Apa yang sedang kamu tawarkan padaku, gadis?" tanya Delano dengan seringainya.
"Aku tidak menawarkan apa-apa pada Anda. Aku hanya meminta untuk segera di bebaskan. Karena aku benar-benar merasa tidak pernah berususan dengan Anda sebelumnya!" tegas Canna.
Delano menggerakkan jarinya di udara, membuat Derris mengangguk dan membawakan sebuah laptop ke hadapan Canna.
"Apa yang ingin kalian lakukan padaku? Kalian hanyalah pengecut yang bisanya menangkap seorang wanita lemah dan tidak berdaya!" hardik Canna.
Ia sangat kesal karena Delano sama sekali mengindahkan ucapannya.
"Kamu ingin tahu dimana letak kesalahanmu?" Delano berucap dingin membuat Canna bergetar.
Ia maju selangkah, meraih wajah Canna dan mencengkeramnya kuat, menatapnya dengan tatapan dingin.
"Bahkan dengan kecantikanmu saja kamu tidak akan bisa mengembalikan kerugian yang kutanggung!" Berdesis dan melepaskan cengkramannya.
"Bagaimana kalau gadis yang sok berani ini kita jual saja. Pasti harganya sangat mahal dengan keperawanan yang ia miliki." Delano terkekeh.
Sedetik kemudian tampak kembali dingin.
Wajah Canna tampak memerah, bukannya takut dengan lelaki dingin di hadapannya ini, dia justru membencinya. Membenci semua ucapan laknat yang keluar dari mulutnya.
"Kamu lelaki brengsek! Kamu iblis!!" hardik Canna dengan tatapan tajam.
"Beraninya kamu melawanku dan mengataiku seperti itu. Kamu hanyalah seekor lalat yang sekali tepuk langsung mati." Rahang Delano tampak mengeras.
Seandainya dia bukanlah seorang gadis, maka habislah sudah wanita ini.
Derris segera memutar video yang di unggah oleh Canna kemarin.
"Perhatikan baik-baik video itu agar kamu tahu dimana letak kesalahanmu!" Derris melirik kearah Canna sekilas.
"Apa? Kenapa aku tidak menyadarinya?" Canna menatap Delano dan Derris bergantian.
"Kalian adalah komplotan pembunuh! Kalian brengsek!!" hardik Canna tanpa rasa takut sedikitpun. Membuat Delano kembali terpancing emosinya.
"Apa!? Kamu mengataiku brengsek!!" Rahang Delano mengeras, tangannya kembali mencengkram rahang Canna hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Jangan sentuh wajahku dengan tanganmu itu!!" teriak Canna.
Delano tidak menggubrisnya.
"Kamu akan tahu seperti apa lelaki brengsek yang sudah kamu ucapkan itu!" Tatapan Delano menelusuri wajah cantik Canna.
"Bawa dia ke kamarku, aku akan mengajarkannya bagaimana lelaki brengsek itu bersikap pada wanita!!" Perintah Delano dengan kemarahannya.
Ia meninggalkan Canna yang menatapnya penuh kebencian.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
epifania rendo
apa isi vidionya
2023-08-30
0
Heny Ekawati
kasihan canna
2021-10-29
0
🌷Tuti Komalasari🌷
masih nyimak Thor...🤔🤔🤔
2021-08-27
0