Canna tampak cemas setelah melihat langkah Delano yang kembali memanggulnya kearah kamar yang di tempati olehnya dulu. Ia bersikap waspada saat Delano sudah menurunkannya.
"Pelayan! Bersihkan dirinya sebersih mungkin, aku tidak ingin ada kotoran yang masih menempel di tubuhnya saat kami bercinta nanti!" ucapnya menatap Canna dengan tajam.
"Apa? Apa maksudmu dengan bercinta?" Canna membelalakkan matanya. Pikirannya sedikit kacau dengan tata bahasa lelaki itu. Beringsut mundur saat Delano mendekat padanya.
"Iya. Bercinta. Bukankah kamu sudah pernah melakukannya denganku. Dan itu terasa sangat nikmat!" Delano menggoda Canna membuat gadis itu terlihat marah.
"Aku tidak mau. Aku membencimu, lelaki br*ngsek!" teriak Canna marah.
Harga dirinya di injak-injak oleh lelaki yang tidak bertanggung jawab ini. Tidak! Cukup sekali baginya di lecehkan dan tidak ada kesempatan yang kedua kalinya.
"Apa? Kamu menolakku?" Delano terkekeh sekaligus merasa geram dengan sikap Canna yang memanggil dirinya br*ngsek..
"Apakah kamu tidak tahu, betapa banyaknya gadis dan wanita di luar sana yang menginginkan diriku. Kamu begitu terhormat karena bisa menikmati tubuhku."
"Lagi pula kamu tidak berhak untuk menolakku!" ucapnya santai tanpa tahu malu.
Canna menunduk, ia merasa malu dengan ucapan yang keluar dari mulut Delano. Apalagi lelaki ini terdengar membanggakan dirinya sendiri di depan semua orang. Memang harta dinilai lebih tinggi dari apapun di dunia ini.
Sedangkan pelayan yang ada disana hanya acuh saja seolah hal itu tidak pernah terjadi dan tidak pernah mereka dengar. Apakah mereka sudah terbiasa dengan hal semacam itu.
"Tuan. Kami akan membawa Nona ke kamar mandi!" Pelayan tersebut sedikit menundukkan kepalanya.
Delano mengangguk dan mengibaskan tangannya. Ia duduk di kursi single yang ada di sana dengan Derris yang berdiri di sisi belakangnya.
"Bagimana? Apakah urusan tentang Bara sudah selesai?"
"Sudah, Tuan. Mereka terbukti tidak bersalah dan Dani 'lah yang bersalah karena terbukti melakukan penggelapan uang di perusahaan milik Tuan."
"Lalu, bagaimana dengan dirinya? Apakah sudah kamu bereskan?"
Delano menatap kearah kamar mandi.
"Sudah. Sesuai dengan perintah Tuan."
"Bagus!" sahut Delano terdengar puas. "Semua yang aku katakan pagi tadi padamu, apakah sudah kamu lakukan?" sambungnya lagi dengan angguk-angguk.
"Sudah Tuan. Lusa akan kita laksanakan!"
"Kerja bagus!"
Delano kembali terlihat puas. Matanya beralih menatap kearah kamar mandi. Harum semerbak bunga lavender tercium hingga ke indera penciumannya.
Tidak lama kemudian, Canna keluar dengan pakaian yang sudah di kenakan olehnya dengan bantuan para pelayan.
Delano menggerakkan tangannya, mengibas menyuruh semua yang ada di sana agar meninggalkan mereka berdua, termasuk asistennya.
Serentak mereka mengangguk dan meninggalkan Canna yang sudah memakai gaun malam pemberian Delano.
"Bagaimana? Apakah kamu siap menerima hukuman dariku?"
Delano masih duduk pada posisinya, menatap Canna yang berdiri tidak jauh darinya. Wanita itu terlihat begitu menggoda di matanya. Ada sisi ketakutan yang mampu disembunyikan olehnya.
"Aku tidak mau. Jangan menghinaku dengan cara kotormu!!" teriak Canna marah.
Delano terkekeh mendengarnya. Seekor kelinci kecil berani melawan harimau. Benar-benar menarik. Ia menatap Canna dengan serius.
"Kamu tidak pantas untuk menolakku!" ucapnya dengan nada rendah.
"Aku berikan waktu 5 menit untuk dirimu bersiap-siap!" perintahnya.
"Aku tidak mau!" teriak Canna menolak. Walaupun kali ini nyawa sebagai taruhannya, ia tetap tidak akan mau melayani lelaki br*ngsek yang sudah merenggut kehormatannya.
"Empat menit. Waktumu hanya tersisa 4 menit," sahut Delano acuh. Mengangkat gelas miliknya dan meneguknya dengan santai.
Canna tampak geram mendengarnya. Ia mengepalkan kedua belah tangannya, menajamkan tatapannya. Lelaki ini begitu arogan, bahkan ia tidak mendengarkan sama sekali penolakan Canna terhadapnya.
"Tersisa 2 menit!" ucap Delano mengangkat kepalanya menatap Canna yang masih bungkam di hadapannya.
"Waktumu habis, Nona!"
Delano berdiri dan berjalan kearah Canna, tetapi wanita itu berusaha menghindarinya, mundur sebanyak 2 langkah.
"Lepaskan aku!" teriak Canna saat Delano meraih dagunya. Membelainya dan meraih helaian rambutnya serta menciumnya.
Delano tersenyum miring mendengarnya. Ternyata sangat menyenangkan menggodanya, wanita ini benar-benar keras kepala.
"Tawanan yang berada dalam sangkarku tidak akan pernah aku lepaskan kecuali kalau aku sudah bosan! Maka aku akan membuangnya ke jalanan."
Canna terdiam mendengarnya, ia mengepalkan tangannya. Ingin rasanya menampar wajah tampan tapi iblis di depannya ini.
"Jangan lakukan itu lagi padaku! Tolong jangan perkosa aku lagi," lirih Canna pada akhirnya. Merasa putus asa saat Delano sudah meletakkan bibirnya di kulit leher Canna. Membuat wanita itu bergetar ketakutan.
"Kamu memohon padaku?" Delano kembali terkekeh. Melepaskan cengkraman tangannya. Rasanya begitu menyenangkan mempermainkan wanita ini tetapi ia juga merasa kasian melihat tubuhnya yang bergetar hebat.
"Kamu menghancurkan moodku. Sebaiknya kamu bersiap 3 jam dari sekarang. Aku ada kesibukan sebentar. Dan dalam waktu 3 jam tersebut, kamu harus benar-benar sudah siap. Kamu mengerti?"
Delano meninggalkan Canna yang terpaku menatapnya. Membuat wanita itu bernapas lega.
"Akhirnya, lelaki itu tidak jadi memangsaku, setidaknya 3 jam dari sekarang. Dan aku bisa tenang setelahnya. Aku harus mencari cara agar bisa lolos dari jebakannya," gumam Canna.
Delano menghentikan langkahnya tepat didepan pintu tanpa membalik badannya. Membuat wanita itu kembali bersikap waspada.
"Jangan senang dulu. Ingat, aku pasti akan kembali dalam 3 jam kedepan." Delano kembali meneruskan langkahnya.
Canna terkejut melihatnya, ia tidak menyangka kalau lelaki itu masih mendengar gumamannya.
***
Seperti yang di janjikan olehnya, Delano benar-benar kembali setelah 3 jam lamanya. Memasuki kamar yang di tempati oleh Canna. Tepat pada saat itu, Canna sedang duduk dan terlihat gelisah di tepi ranjang. Tadinya ia juga berusaha untuk keluar kamar tersebut, tetapi gagal karena tidak ada celah untuknya lolos dari sana.
"Jangan lakukan itu padaku lagi," Canna berusaha mendorong Delano saat lelaki itu tidak menjaga jarak darinya. Menendangnya dan meronta sebisanya saat lelaki itu mendatanginya dan langsung memeluknya. Tetapi lelaki itu langsung mengunci pergerakannya, termasuk tangan dan kakinya.
"Apa yang bisa kamu lakukan selain menerima perlakuanku? Suka atau tidak suka kamu tetap akan menerimanya."
Delano menatap mengejek kearah Canna. Membuat wanita itu tersenyum sinis penuh kebencian.
"Aku akan melakukan sesuatu padamu. Bagaimana kalau kamu cacat seumur hidupmu?" tanya Canna menantang.
Delano terdiam sesaat, berusaha mencerna ucapan Canna.
"Apa maksudmu?" bisiknya tajam di telinga Canna. Tangannya masih mengunci tangan Canna.
"Masa depanmu menjadi cacat dan tidak berguna. Bagaimana kalau itu terjadi padamu?"
Canna menatap tajam kearah Delano yang kembali mengejeknya. Mata Delano menatap tangan Canna yang menggenggam erat sesuatu. Membelainya dengan lembut dan semakin membuat Canna bergetar.
Dengan cepat ia meraih suntikan yang ada di tangan wanita itu. Suntikan yang berisi cairan berwarna kuning.
"Apa ini?" Delano duduk dan memperhatikan obat injeksi tersebut.
"Darimana kamu dapatkan obat ini?" tanyanya keras. Menatap Canna dengan tajam. Bukannya takut, justru wanita itu terkekeh senang mendengarnya.
"Kamu tidak perlu tahu aku mendapatkannya dimana dan darimana. Yang jelas aku punya banyak jenis obat seperti itu. Yang mampu membuat milikmu lumpuh selamanya," sahut Canna kembali terkekeh. Baru kali ini ia merasakan rasa senang melihat raut wajah Delano yang menggelap, walaupun auranya sangat mencekam seperti malaikat kematian sedang berdiri dihadapannya.
"Apakah kamu mencurinya ataukah kamu menyelundupkannya? Obat ini beredar selalu dalam pengawasan. Dan ini bukan untuk di perjual belikan di pasaran," tanya Delano tegas.
"Aku tidak perduli mengenai itu. Yang aku perdulikan adalah harga diriku. Dan aku tidak mau kamu perlakukan layaknya wanita malam yang suka menyenangkan laki-laki. Dengan hanya bermodalkan mengangkang maka bisa mendapatkan uang. Itu sangat hina bagiku!" teriak Canna.
Delano terdiam menatap wanita itu. Tadinya dia hanya bermaksud untuk mengancam wanita itu, tetapi respon yang di dapatnya sungguh luar biasa.
"Aku akan menyita obat ini. Aku tidak ingin kamu kehilangan masa depanmu!"
Delano meninggalkan Canna yang melongo mendengar ucapannya.
"Bukankah masa depannya yang terancam, kenapa mesti mengatakan masa depanku yang terancam dan suram," gumamnya menangkup wajahnya karena kesal.
"Tapi untunglah dia tidak melakukan sesuatu seperti kemarin padaku. Kalau tidak, mungkin saja aku tidak akan bisa merasakan yang namanya sakit lagi."
Canna berdiri dan berjalan kearah jendela kaca. Menyingkap gorden, untuk melihat pemandangan luar. Ia ingin melupakan sejenak keadaannya yang kembali ke kamar ini.
"Nona, makan malam sudah siap!"
Seorang pelayan datang membawakan makanan untuk Canna. Tetapi wanita itu masih berdiri pada posisinya.
"Aku tidak lapar!" sahutnya tidak perduli.
"Tapi Nona, Tuan akan marah kalau mendapati makanan ini masih utuh."
Pelayan tersebut meletakkan makanan yang dibawanya di atas nakas disamping tempat tidur.
"Aku tidak perduli. Dan aku tidak lapar. Bawa saja makanan itu kembali ke dapur," sahut Canna tanpa berpaling sedikitpun.
"Nona. Aku mohon, makanlah makanan ini, tolong aku Nona," lirih pelayan tersebut.
Canna berbalik dan mendapati pelayan tersebut sedang berlutut di belakangnya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya tajam. Canna berjalan dan meraih wanita tersebut, tetapi ia tetap berkeras untuk tetap berlutut.
"Kalau Nona tidak makan maka saya akan tetap berlutut seperti ini hingga Nona benar-benar menghabiskannya," sahut pelayan tersebut.
Canna merasa kasihan melihatnya. Pasti ada sesuatu yang terjadi sebelumnya hingga pelayan tersebut bersikap seperti itu padanya.
"Baiklah. Aku akan memakannya, tetapi kamu keluar dulu dari kamar ini!" sahut Canna mengalah.
"Saya tidak akan pergi sebelum Nona menghabiskan makanan ini!" Pelayan tersebut kembali bersikeras.
"Percayalah padaku. Makanan itu pasti akan aku makan dan aku habiskan!" sahut Canna agak kesal.
"Baiklah kalau begitu, saya permisi."
Canna kembali membalik badannya kearah jendela setelah pelayan tersebut pergi. Ia merasa curiga dengan makanan tersebut. Mungkinkah sesuatu telah dimasukkan kedalamnya. Ia benar-benar tidak berani untuk menyentuhnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Heni Hendrayani
aneh dr mana canna dapat suntikn dan obat itu banyak cerita tanpa penjlsn
2021-04-08
8