Keesokan harinya, Canna sudah kembali pada rutinitasnya seperti biasa. Pagi hari ia kembali membuat nasi goreng sesuai dengan permintaan Delano. Akhirnya ia merasa berguna juga berada di rumah tersebut.
Selepas Delano pergi, Canna pergi ke taman belakang kembali menanam bunga melati, tetapi kali ini pikirannya tertuju pada keadaan adiknya di rumahnya. Ia sangat merindukan Kezia karena sudah sebulan lebih ia tidak bertemu dengan Kezia.
"Nona, Tuan Delano memintamu untuk memasakkan bekal makan siang. Menunya terserah Anda." Salah seorang pelayan datang menghampirinya. Membuat Canna terperanjat karena lamunannya.
"Baiklah. Aku akan menyiapkannya sebentar lagi."
Pelayan tersebut mengangguk.
"Tunggu! Fiore kemana?" tanya Canna.
"Dia sedang keluar bersama sopir. Ada keperluan rumah yang dibeli olehnya!" sahut pelayan tersebut sopan.
"Kenapa tidak mengajak diriku keluar!" gumam Canna. Padahal dirinya sangat ingin jalan-jalan keluar sekaligus mengunjungi adiknya. Sudah sangat lama ia terkurung di mansion sebesar ini.
"Kalau tidak ada yang Nona perlukan lagi, saya permisi."
Canna mengangguk dan segera berdiri, meninggalkan bunga melati yang baru ditanamnya. Berjalan cepat kearah dapur menghampiri para koki yang sibuk memasak di dapur.
"Nona, Tuan Delano menginginkan masakanmu siang ini," Oryza menghampiri Canna.
"Iya. Aku sudah tau!" sahut Canna. Meraih beberapa sayuran dan juga mengeluarkan ikan dan juga daging dari dalam kulkas.
"Nona ingin memasak menu apa?"
Canna melirik kearah Oryza, ia tampak berpikir beberapa detik.
"Entahlah. Aku tidak tau. Tapi aku akan memasak sesuai dengan yang aku bisa."
Canna sibuk bergelut di dapur selama satu jam lamanya hingga masakan miliknya sudah siap. Ia bergegas kearah kamarnya untuk membersihkan dirinya. Mengenakan pakaian yang pantas untuk dibawa ketempat ramai.
"Ah... kenapa aku tidak meminta saja pakaian pelayan dari Oryza."
Canna melempar baju yang ingin di kenakannya, berjalan cepat keluar kamar mencari keberadaan Oryza.
"Ada apa Nona mencariku?" Oryza sedang berdiri di ruang tengah mengawasi beberapa pelayan yang sedang menata ulang perkakas yang baru datang.
"Mana pakaian pelayan bagianku?" tanya Canna langsung mengulurkan tangannya kearah Oryza. Membuat Oryza terkejut dan sedikit gelabakan mendengarnya.
"Nona. Kami sudah kehabisan stok pakaian dan sedang dalam tahap pembuatan. Pakaianmu masih belum selesai dibuat!"
Canna memicing menatap Oryza dengan intens.
"Benarkah?"
Dengan cepat Oryza mengangguk beberapa kali untuk meyakinkan.
"Sepertinya kamu...." Canna meletakkan tangannya di dahi sambil mengetok dahinya. Berkeliling di sekitar Oryza, masih mengawasi gerak-gerik Oryza. Membuat Oryza tampak menegang dengan sedikit keringat di jidatnya.
"Tidak bohong!" sambung Canna. "Aku akan meminta lagi padamu kalau pakaianku selesai dibuat."
Canna kembali berjalan kearah kamarnya, membuat Oryza bernapas lega. Ia tidak menyangka kalau Canna sempat memikirkan seragam pelayan. Lalu, apalagi alasannya untuk menolak keinginan Canna tersebut.
Canna kembali menginjakkan kakinya di gedung tinggi milik Watson Group. Gedung yang tingkatnya hampir mencapai awan.
"Nona Canna, apakah Anda ingin menemui Presdir?" tanya Resepsionis saat Canna menghampirinya. Ia juga sudah hafal dengan Canna setelah bertemu sekali. Perempuan itu sangat ramah bahkan sejak Canna pertama kali mengantar berkas dulu.
"Iya. Apakah Presdirnya ada?" tanya Canna tersenyum ramah.
"Sebaiknya Nona langsung saja ke atas, keruangan Prisder. Dia sudah menunggu Nona Canna," sahut Resepsionis yang bernama tage Sani tersebut dengan tersenyum ramah juga.
"Baiklah. Terima kasih banyak."
Sani kembali tersenyum dan mengangguk.
Canna menatap lift yang ada di depannya dengan ragu. Ia juga menatap lift yang tidak jauh darinya. Beberapa karyawan sedang memasukinya.
"Bukankah ini lift khusus untuk anggota eksklusif, sedangkan aku hanya berstatus pelayan."
Canna berjalan kearah lift yang membawa para karyawan tadi, menunggu beberapa menit.
"Nona Canna. Sebaiknya ikuti aku saja, Tuan Delano sudah sangat lama menunggumu."
Canna berbalik dan mendapati Derris di depan lift yang sempat di tatapnya cukup lama tadi. Dengan cepat ia berjalan menghampiri Derris. Memasuki lift yang sudah di masuki oleh Derris.
"Lain kali kalau kamu ingin menemui Tuan Delano, gunakanlah lift ini. Agar tidak membuang-buang waktu Tuan Delano. Bukankah kartu aksesnya sudah kamu miliki!"
Canna tertunduk mendengarnya, ia adalah pelayan dan tidak mungkin ia berani berbuat lancang walaupun hal terkecil sekalipun.
"Apakah kamu mengerti, Nona Canna?" Derris mendelik tajam padanya, Canna hanya menatapnya dari pantulan dinding lift. Lelaki ini lebih dingin dari sifat Delano bahkan lebih mengerikan dengan tatapan tajamnya.
"Masuklah! Tuan sudah menunggu di dalam!"
Canna menatap pintu ruangan milik Delano dengan ragu. Dengan cepat Derris membukakan pintu untuknya.
"Tuan tidak suka menunggu lama!" ucap Derris dingin dan menusuk.
Canna masuk dengan perlahan, menatap Delano yang sibuk dengan pekerjaannya. Lelaki itu tampak menawan saat sedang serius seperti itu. Canna menggelengkan kepalanya berulang kali saat menyadari bahwa dirinya sedang memikirkan Delano.
"Kenapa masih berdiri di situ?"
Canna terkejut mendengarnya, ia tarik kata-kata pujian tadi untuk Delano. Lelaki itu sekarang sangatlah menyebalkan saat kata-kata keluar dari mulutnya.
"Cepat kesini. Aku sudah lapar sekali!" Delano bersandar pada kursinya, matanya tidak melepaskan Canna, membuat wanita itu sangat risih.
"Kamu saja yang kesini. Aku akan menata makanmu di meja ini. Kalau di meja kerjamu, nanti akan ada kertas milikmu yang kotor!" sahut Canna. Ia sudah menata semua makanan yang di bawanya di atas meja tamu.
"Baiklah!" sahut Delano berjalan menghampirinya. Duduk di hadapan Canna yang masih menyiapkan makan siang Delano.
"Duduklah disini!" tunjuk Delano pada kursi di sampingnya.
Canna menurut dan duduk agak jauh darinya.
"Jangan terlalu jauh, bagaimana kamu menyuapiku kalau jarakmu sejauh itu!"
Canna tampak cemberut mendengarnya, mendekatkan duduknya kearah Delano.
"Suapi!" Perintah Delano. Namun, Canna masih diam pada tempatnya.
"Apakah kamu tuli?" tanya Delano kesal melihat sikap Canna yang lamban.
"Bukankah kamu punya tangan sendiri dan tangan itu sangat sempurna. Kenapa tidak kamu gunakan untuk menyuap sendiri."
Canna menatap tangan Delano yang masih memegang laptop miliknya.
"Tanganku lelah dan pegal karena bekerja sejak pagi." Sahut Delano meletakkan laptopnya di atas meja, melipat tangannya di dada.
"Apakah kamu ingin kuhukum karena membantah perintahku?"
Canna terkejut mendengarnya, pikirannya langsung tertuju pada Kezia. Jangan-jangan hukumannya juga akan menimpa Kezia.
"Baiklah. Aku akan menyuapimu!" sahut Canna cepat sambil meraih piring makanan milik Delano. Menyuapi Delano untuk yang kedua kalinya.
Delano tidak melepaskan tatapannya dari Canna, tetapi gadis itu tidak meresponnya karena tatapannya terlihat kosong. Ia bahkan terlihat tidak bersemangat.
"Apakah kamu sudah makan?" tanya Delano di sela kunyahannya.
Canna mengangguk perlahan.
"Tapi kulihat wajahmu tidak mengatakan begitu. Kamu terlihat sangat tidak bertenaga. Bahkan untuk mengangkat sendok di tanganmu sekalipun kamu hampir tidak bisa!" ejek Delano.
Canna terdiam mendengarnya, menatap Delano yang kembali sibuk dengan laptop di tangannya. Bahkan lelaki ini, saat makan pun juga masih bekerja.
"Bukankah saat makan itu harus fokus, kalau tidak maka kamu akan tersedak. Bagaimana kalau kamu mati tersedak?"
Delano tersenyum tipis mendengarnya, menghentikan ketikan jemarinya.
"Apakah kamu mau menjadi janda?" tanya Delano tersenyum menggoda.
"Itu tidak ada hubungannya denganku!" sahut Canna cepat. "Lagi pula aku bekerja menjadi pelayanmu hanya untuk menebus kerugianmu karena diriku waktu itu!" sahut Canna.
Delano terdiam sekilas, melirik kearah Canna dengan wajah kerasnya.
"Bagus kalau kamu sadar!" Delano mengacak rambut Canna sekilas. Ia terdiam kaku setelah sadar dengan apa yang ia lakukan, kemudian kembali menarik tangannya. Ia berdehem sesaat.
"Suapi lagi!" pintanya.
Dengan sigap Canna mengarahkan sendok ke mulutnya.
Delano meletakkan laptop miliknya di atas meja, merebut sendok yang ada di tangan Canna. Menyendok makanan dan mengarahkannya ke mulut Canna.
"Buka mulutmu, kalau tidak maka kamu akan tahu apa yang terjadi selanjutnya!"
Canna segera menurut. Ia membuka lebar mulutnya. Takut Delano benar-benar melakukan hal itu lagi padanya. Mengunyah cepat makanan yang ada di mulutnya dan meneguknya. Membuat Delano tersenyum tipis.
"Bagus. Kamu sedikit penurut hari ini. Dan lagi, kita sudah berciuman beberapa kali hari ini melalui sendok ini."
Canna hampir tersedak mendengarnya. Dengan cepat Delano meraih segelas air putih dan mengarahkannya ke mulut Canna.
"Hati-hati!" Canna hanya mengangguk, menurut ucapan Delano.
Lagi, Delano kembali menyuapi Canna hingga makanan yang dibawa Canna habis semua.
"Tetaplah disitu, aku akan kembali bekerja."
Delano berjalan meninggalkan Canna yang terpaksa menurut ucapan Delano. Membereskan peralatan bekas makan mereka.
Selama satu jam lamanya, Canna hanya duduk diam di tempatnya. Sebenarnya ia merasa sangat bosan. Beberapa kali ia melirik kearah pintu ruangan Delano. Bahkan pintu itu terlihat mati, tidak ada seorang pun yang mengetoknya sejak tadi.
"Emm. Aku bosan. Bisakah aku pulang duluan?" Canna menatap ragu kearah Delano.
Lelaki itu menghentikan pekerjaannya sesaat, menatap Canna sekilas. Kembali meneruskan pekerjaannya tanpa menggubris ucapan Canna.
"Apakah dia tidak mendengarkan permintaanku!" Canna semakin kesal dibuatnya.
"Tuan Delano."
"Ada apa?" tanya Delano masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Bolehkah setelah ini aku keluar. Aku ingin bertemu dengan adikku, sudah lama sekali tidak menemuinya."
Delano menghentikan pekerjaannya, menatap Canna yang tampak mengharapkan persetujuan darinya.
"Baiklah. Aku akan mengizinkanmu tapi aku juga akan ikut denganmu."
Canna yang awalnya kegirangan, kembali lesu setelah mendengar kata-kata terakhir Delano.
"Tidak perlu repot-repot. Kamu masih punya banyak pekerjaann disini. Sebaiknya kamu urus saja pekerjaanmu!" tolak Canna. Ia merasa tidak nyaman saat bersama Delano. Ia merasa kalau gerak-geriknya selalu diawasi.
"Aku tidak ingin kamu melarikan diri. Makanya aku akan menemanimu!"
"Tapi...."
Canna tidak meneruskan kata-katanya lagi karena Delano sudah meraih tangannya dan menariknya keluar ruangan.
"Menurutlah padaku. Jangan sampai kamu menerima hukuman dariku!"
Canna terdiam mengikuti langkah Delano yang menyeretnya menuju kearah lift eksklusif.
"Derris, kamu tidak perlu ikut denganku. Aku sedang ada perlu bersama wanita ini," ucap Delano saat ia sudah menekan tombol lift.
"Tapi Tuan."
"Tidak akan terjadi sesuatu, percayalah padaku."
Derris akhirnya mengangguk dan membiarkan Delano pergi bersama Canna tanpa pengawasannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Stefannie Elizabeth
jadi ga suka dgn Canna... wanita 19 tahun, hidup susah tapi bisa meng intimidasi kepala pelayan... seolah menyadari dia sebagai pelayan juga tp melawan tuan nya dgn tidak sopan.
Thor, jgn buat karakter Canna terlalu lebay...
2021-07-25
0
MandaNya Boy Arbeto❤️
apa sebenarnya yg akan terjadi🤔
apa msh ada kah rahasia di balik semua ini🙄🙄
2021-04-25
0