Sore ini Canna berusaha mengendap-endap setelah berhasil keluar dari kamarnya. Ia begitu senang saat pelayan tersebut lupa untuk mengunci pintu kamar yang di tempatinya.
Matanya menatap ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari jalan keluar di dalam istana yang luas tersebut.
"Kenapa rumah orang kaya seluas ini? Dan bagaimana caranya mereka menghapal jalan keluarnya?" Canna menggerutu sendiri.
Ia segera bersembunyi di balik tirai setelah mendengar langkah kaki seseorang. Menatap lelaki tersebut yang masuk ke sebuah pintu.
"Mungkinkah itu pintu keluar yang lainnya?"
Canna segera menghampiri pintu tersebut, membukanya. Beruntung tidak di kunci.
Ia segera masuk dan mendesah lega setelah menutup pintunya. Ia tidak sadar kalau sejak tadi lelaki di depannya menatapnya dengan heran.
"Siapa kamu dan Kenapa kamu bisa ada di kamarku? Bukankah aku tidak memanggil pelayan untuk kemari?"
Canna terkejut mendengarnya, menatap sekelilingnya. Benar juga, ini adalah sebuah kamar tidur. Beruntungnya, ia dianggap sebagai pelayan oleh lelaki tersebut.
"Ma'af, Tuan. Saya salah masuk kamar," sahut Canna.
"Apakah kamu pelayan baru disini?" tanyanya. Mengamati Canna dari atas hingga ke bawah.
"Tetapi pakaianmu tidak begitu," lelaki tersebut tampak berpikir.
"Eh. Benar, Tuan. Ini adalah hari kedua saya bekerja," sahut Canna gugup.
Lelaki tersebut mengangguk, memperhatikan Canna dari ujung kepala hingga ujung kaki. Membuat wanita itu merasa tidak nyaman.
"Siapa namamu?" tanyanya.
"Nama saya Alya, Tuan," sahut Canna memberikan nama tengahnya saja.
"Baiklah Alya. Perkenalkan namaku adalah Key."
Canna mengangguk.
"Kalau begitu, saya permisi dan sekali lagi saya minta ma'af karena salah masuk kamar."
Canna sedikit menundukkan kepalanya dan segera keluar dari kamar lelaki yang bernama Key tersebut.
Ia bergegas kembali ke ruangan semula, dan tidak ingin melakukan kesalahan yang kedua kali ini.
Setelah berkeliling selama kurang lebih 25 menit. Akhirnya ia menemukan sebuah pintu yang menuju kearah luar. Ia bernapas lega pada akhirnya, karena usaha untuk melarikan diri kali ini tidaklah sia-sia.
Canna berlari ke bawah pohon besar dan semak bunga setelah melihat beberapa bodyguard yang melintas disana. Ia akan mencari celah untuk melarikan diri kali ini.
***
Sedangkan di kamarnya, Delano tampak sangat marah karena keberadaan wanita tersebut menghilang. Bahkan ia membanting beberapa barang disana.
"Pengawal! Cari wanita itu sampai dapat! Kalau tidak, maka tubuh kalian sebagai gantinya!"
Seluruh anak buahnya tampak ketakutan, mereka segera berpencar dan mencari wanita tersebut.
"Aku yakin kalau wanita itu masih ada di sekitar rumah ini. Tidak mungkin ia mampu keluar dari sini. Awas saja kalau dia kembali, aku akan menghukumnya karena sudah melanggar perintahku!" bergumam.
"Derris! Periksa beberapa CCTV di rumah ini. Aku sudah tidak sabar untuk menghukum kelinci kecil tersebut!"
"Baik, Tuan."
Derris berjalan meninggalkan Delano menuju kearah ruang pengawasan. Mengambil beberapa rekaman CCTV yang di perlukan.
Delano membuka rekaman CCTV tersebut dari ponselnya setelah mendapat apa yang di minta olehnya. Matanya terbelalak marah saat mendapati kalau adiknya lah yang sudah membawa wanita itu keluar dari rumahnya.
"Panggilkan Key kemari!!" teriak Delano marah. Ia kembali menghamburkan barang yang ada di dekatnya.
Beberapa bodyguard yang ada disana dengan cepat berjalan kearah kamar Key.
"Key, apa yang kamu lakukan terhadap wanita itu?" tanya Delano saat Key baru saja masuk ke kamarnya.
"Wanita yang mana yang kakak maksud?" Key menatap keadaan kamar Delano yang sangat berantakan. Seperti pecahan puing-puing pesawat jatuh.
"Wanita yang sudah kamu bawa keluar rumah dengan mobilmu!" sahut Delano dingin.
Key terkekeh mendengarnya.
"Oh pelayan baru itu. Aku merasa kasihan dengannya karena ia tidak tahu pintu keluar dari rumah ini. Ia bilang kalau saudaranya ada yang sakit. Jadi aku mengantarkannya sampai ke jalan besar."
Delano semakin marah mendengarnya.
"Kamu lancang, Key. Apakah kamu tidak ada kerjaan lain selain mengurusi kerjaan kakak!"
Key mengerutkan dahinya bingung.
"Apakah wanita itu bukan seorang pelayan, sehingga kakak begitu peduli padanya? Lalu,aku mengurusi kerjaan kakak yang mana?"
Key memicing menatap Delano yang masih menatapnya tajam.
"Dia bukan pelayan di rumah ini, tetapi dia adalah seorang tawanan. Dan kamu terlalu lancang sudah membantu tawananku kabur!"
Key kembali terkekeh mendengarnya.
"Ini tidak seperti kelihatannya. Aku baru saja kembali dari Inggris. Kakak sudah memiliki seorang tawanan wanita disini? Bukankah itu tidak kebiasaanmu?"
Delano terdiam mendengarnya. Benar saja, itu bukan kebiasaannya. Tetapi kali ini berbeda, wanita itu sudah membuat ulah dengannya. Siapa yang perduli akan hal itu.
"Kasusnya berbeda dari biasanya. Ia terlalu banyak merugikan diriku. Dan perlu kamu tahu, bahwa dirinyalah yang menggugah video waktu itu!" suara Delano merendah.
"Benarkah? Wow! Benar-benar wanita yang menarik dan tidak dapat di tebak. Tapi, apakah kakak yakin kalau anak buah kakak masuk penjara karena dia ataukah karena ada hal yang lain?"
Delano tampak marah mendengarnya.
"Apa maksudmu!? Apakah kamu pikir kalau aku salah menangkap orang dan juga salah menyelidiki kasusku sendiri!!!"
Delano semakin terlihat emosi.
"Aku tidak bilang begitu. Dan soal wanita itu, kuharap kakak menangkapnya bukan hanya alasan itu sajakan?"
"Kamu terlalu ikut campur urusanku!!" sahut Delano datar.
"Baiklah. Baiklah. Aku tidak akan ikut campur urusan kakak lagi. Tapi kuharap kakak tidak mempersulit wanita yang sudah aku lepaskan tersebut."
Delano menggenggam tangannya erat, menahan marahnya.
"Bukankah kamu sudah tahu seperti apa sifatku yang sebenarnya. Aku tidak akan melepaskan mangsa yang sudah siap untuk aku panah. Walaupun ia berlari ke ujung dunia sekalipun, maka aku tetap akan menancapkan panahku tepat pada sasaran."
Key mengangguk, ia berbalik dan meninggalkan kamar Delano tanpa bicara sepatah katapun.
"Anak itu terlalu banyak mengguruiku hari ini!" Delano membatin menatap kepergian Key.
"Bos, bagaimana ini?" tanya salah seorang anak buahnya.
"Tentu saja kalian kembali harus mendapatkannya. Aku tidak ingin dia hidup dengan terlalu mudah. Lagi pula untuk apa kalian hanya berdiri disini saja!!"
Delano berdesis rendah, mbuat mereka bergegas mencari wanita tersebut.
***
Canna menutup kediaman rumahnya, menatap sekelilingnya untuk mencari keberadaan adiknya.
"Ya ampun!!! Aku lupa, kalau Kezia sekarang pasti sedang di rumah tetangga karena aku tidak pulang selama beberaap hari."
Canna merasa bersalah pada adiknya. Baru saja ia ingin membuka pintu. Pintu rumahnya sudah terbuka terlebih dahulu.
"Ingin melarikan diri dariku hem?!?"
Delano mendorong masuk Canna, membuat wanita itu bersikap waspada. Tidak ada kebebasan dalam hidupnya lagi setelah mengenal dan menjadi tahanan Delano.
"Ayo ikut aku sekarang!"
Delano berbalik dan ingin melangkah tetapi langkahnya terhenti saat Canna menolaknya.
"Aku tidak mau kembali padamu. Kediamanku seperti neraka bagiku!!" teriak Canna.
Canna terdiam setelah melihat tidak ada reaksi sedikitpun dari lelaki dingin tersebut. Matanya memindai Delano yang masih membelakanginya.
"Silahkan Anda keluar, Tuan yang terhormat!" tambah Canna.
Lelaki itu terlihat mengepalkan tangannya, berbalik menatap Canna dengan mata tajam dan memerah. Dengan sekali sentak, Canna langsung jatuh ke pelukannya.
Delano mengangkat Canna dan memanggulnya layaknya karung beras.
"Lepaskan aku! Aku tidak mau ikut denganmu!" teriak Canna memukul pundak Delano. Tetapi sia-sia saja karena lelaki itu tidak perduli sama sekali.
"Tuan. Tolong lepaskan aku. Aku masih punya tanggungan di rumah!" ucap Canna terdengar lemah.
Matanya melirik kearah beberaap tetangganya yang menatap dirinya heran. Mereka adalah orang-orang yang bersosial tinggi dan sangat perduli terhadap sesama.
"Bibi! Paman! Tolong aku! Dia memaksaku untuk ikut pergi dengannya! Dia ingin menculikku!" teriak Canna.
Beberapa dari mereka justru tertawa renyah.
"Canna, kekasihmu sangat manis. Bahkan ia begitu mencintaimu melihat perlakuannya padamu. Sudahlah! Ikut saja dengannya dan hidup berbahagialah. Kami akan menunggu kabar bahagia darimu!"
"Bibi tenang saja! Tidak akan lama lagi kabar bahagia akan segera datang!" sahut Delano.
"Baik-baik lah bersama Canna. Dia gadis yatim piatu!" teriak bibi Eli.
"Bibi tenang saja. Aku akan menjaganya dengan sangat baik."
Rasanya Canna begitu putus asa mendengarnya. Bisa-bisanya lelaki brengsek ini begitu pandai bersandiwara bahkan bersikap manis pada mereka.
Ia belum bertemu dengan adiknya. Lelaki ini justru kembali datang dan ingin mbawanya. Ia tidak mungkin mengatakan pada lelaki tersebut kalau dirinya memiliki seorang adik. Bisa-bisa adiknya dalam keadaan bahaya.
Canna di lemparkan olehnya ke dalam mobil begitu saja. Delano segera masuk dan duduk tepat di sampingnya.
Mata Canna menatap adiknya yang baru saja ingin kembali ke rumah mereka.
"Kezia...," Canna membatin menatap sendu kearah adiknya.
"Kamu terlalu sedih meninggalkan gubuk peot yang tidak layak huni tersebut? Bahkan kamar pelayan pun tidak ada bandingannya dengan tempat tinggalmu tersebut."
Delano berdecih tetapi Canna masih pada posisinya hingga pandangannya menghilang.
"Apakah kamu mendengar apa yang aku ucapkan?" menatap Canna dengan kesal.
Tangannya meraih tengkuk Canna, tanpa aba-aba ia langsung ********** kasar.
"Itulah hukuman kalau dirimu melawan denganku. Sebagai hukuman inti, akan kamu nikmati nanti setelah kita tiba di kediamanku!"
Canna memalingkan wajahnya kearah jalanan. Ia tidak mau menatap iblis berkedok malaikat tersebut.
"Baiklah kalau kamu tidak meresponku. Maka hukumanku akan aku tambahkan!" ucap Delano dingin.
Canna masih tidak meresponnya, ia terlalu sibuk menatap pemandangan luar jendela.
"Apakah kamu mendengarku!!"
Delano menarik pundak Canna hingga berbalik menghadapnya. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya di acuhkan seperti ini, apalagi oleh gadis miskin dan rendahan seperti Canna.
"Tuan marah? Seharusnya yang marah itu aku! Bukan Tuan. Karena Tuan sudah menculikku untuk yang kedua kali!" suara Canna ikut merendah.
"Apakah kamu lupa dengan kesalahan yang sudah kamu lakukan? Apakah kamu pikir kamu mampu untuk membayar semua kerugianku?"
Canna memejamkan matanya sesaat, menenangkan hatinya yang bergemuruh hebat karena takut. Ia mencoba melawan rasa takutnya.
"Aku tidak lupa. Dan bukankah sudah aku katakan pada Tuan kalau aku akan melunasinya dengan bekerja di luar, bukan sebagai tahanan Tuan!" ucap Canna kesal.
"Kamu tidak perlu bekerja keras seperti itu. Cukup dengan melayaniku setiap hari juga tidak masalah!"
Canna terbelalak mendengarnya. Ingin rasanya ia menampar mulut sembarang lelaki yang ada di depannya ini.
"Pikirkan itu!" ucap Delano.
Canna segera berbalik dan kembali diam. Ia tidak ingin kembali mendengar hinaan dan ucapan merendahkan dari lelaki yang bahkan namanya saja tidak di kenalnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
epifania rendo
Delano
2023-08-31
0
🌷Tuti Komalasari🌷
kerugian mulu yang dibahas Delano emangnya kerugian apaan sih...🤔
2021-08-27
0
Susi Melati
cerita yang bagus
2021-07-05
0