Seperti yang dijanjikan, Canna benar-benar sudah berkutat di ruang dapur dengan berbagai macam masakannya. Para koki hanya memantaunya saja. Mereka tidak membantunya sama sekali karena dia tidak mau dibantu.
Setelahnya, Canna bersiap-siap agar segera pergi ke perusahaan milik Delano. Membawakan makan siang seperti yang di inginkan oleh Delano. Ia memakai pakaian sederhana miliknya, dengan kaos berlengan panjang dengan bawahan celana jeans.
Canna terus-terusan memikirkan sikapnya kemarin pada Delano. Sejak pagi tadi dia tidak mendapatkan kesempatan untuk meminta ma'af pada Delano soal kekeliruannya kemarin. Ternyata ia hanya salah paham.
"Canna? Kamu kesini lagi?"
Pinus sudah berdiri dihadapannya, menatap bekal yang di jinjing oleh Canna di tangan kanannya.
"Ka Pinus?" Canna sedikit terkejut.
Pinus mengangguk. "Iya. Apakah kamu mengantarkan bekal untuk bosmu?"
"Iya," sahut Canna cepat. "Kakak sedang apa disini?"
Pinus mensejajarkan tubuhnya dengan Canna.
"Ada sesuatu yang ingin di bicarakan dengan Delano. Mengenai pekerjaan."
Pinus tersenyum lebar kepada Canna membuat wanita itu tertegun dan kembali berdehem setelahnya.
"Bagaimana kalau kita jalan bersama saja ke ruangan Delano?"
Canna langsung menghentikan langkahnya. Menatap Pinus dengan mata berbinar. Dengan cepat ia mengangguk. Sudah lama sekali ia menunggu saat-saat berdua seperti sekarang ini.
Pintu lift terbuka, Canna dan Pinus segera masuk kedalam. Berdiri bersisian dengan Canna yang terlihat canggung.
Bagaimana keadaan adikmu?"
"Dia baik-baik saja," sahut Canna berusaha terlihat santai, padahal gugupnya luar biasa. Matanya sesekali melirik Pinus dari bayangan di dinding lift.
Ting.
Pintu lift kembali terbuka. Mereka telah sampai pada lantai dimana terdapat ruangan Delano.
"Apa yang sedang kalian lakukan!?" Delano sudah berdiri tepat dihadapan mereka berdua dengan mata tajam yang menusuk. Menatap Canna dengan dalam.
Ia ingin menyusul Canna saat mendapati keberadaan Canna bersama Pinus dari pantauan CCTV miliknya. Apalagi saat mereka memasuki lift berdua. Ia tahu kalau Pinus selalu menatap Canna dengan tatapan yang berbeda.
"Apa maksudmu?" tanya Canna heran. Ia masih berada di samping Pinus.
Dengan cepat Delano menariknya dan menyembunyikannya tepat di belakangnya.
"Tuan Pinus. Sudah aku katakan sebelumnya, kamu jangan coba-coba mendekati Canna. Dia adalah orangku!" peringat Delano sambil mengacungkan telunjuknya ke muka Pinus.
Lelaki itu, Pinus hanya menatap Delano dengan tenang. Tidak bergeming dari posisinya. Bahkan terdengar kekehan dari mulutnya.
"Bukankah dia hanya orangmu saja. Kenapa aku harus menjauhinya?" sahut Pinus tenang berbisik, sambil menurunkan telunjuk Delano.
"Dan aku rasa itu bukan urusanmu. Tidak seharusnya seorang Tuan mengekang pekerjan pegawainya ataupun pelayannya!" sambung Pinus membuat Delano tampak jengkel.
Delano melirik kearah Canna dengan tajam. Membuat Canna meneguk ludahnya kasar. Ia tidak mendengar percakapan mereka berdua karena mereka hanya saling mendesis.
Semarah itukah Delano padanya, lelaki ini tidak biasanya menunggu dirinya seperti ini. Ataukah hanya perasaannya saja karena Delano benar-benar sudah kelaparan. Ya, Canna hanya mengira kalau Delano marah padanya karena terlambat membawakan makan siang.
"Kalau jadi wanita itu jangan genit!" bisiknya berjalan melewati Canna. Membuat Canna menganga mendengarnya. Apa hubungannya genit dengan lapar?
"Ikutlah keruanganku. Kita bicarakan di dalam saja." Delano kembali berbalik kearah Pinus sebelum meneruskan langkahnya.
"Masuklah!" ucap Delano saat melihat Canna yang masih berdiri di depan pintu. Ia berdecak kesal saat mendapati Canna yang tidak menurut padanya.
"Nona, sebaiknya kamu duduk saja di dalam. Mereka berbicara tidak lama." Derris mempersilahkan Canna untuk masuk.
Tanpa pikir panjang, Canna menurut saja perkataan Derris. Karena ini merupakan perintah dari Delano. Percuma ia membantah kalau ujung-ujungnya dia tetap kalah.
Hanya dalam hitungan menit saja, Canna sudah terlihat bosan. Beberapa kali ia terlihat menguap, membuat Delano mengakhiri pertemuannya dengan Pinus.
"Canna. Bagaimana kalau kita pulang bersama? Aku akan mengantarmu," tawar Pinus saat berada di hadapannya. Lelaki tampan dan murah senyum tersebut sudah ingin keluar ruangan Delano.
"Bukankah tugasmu hanya mengantarkan bekal Tuanmu saja!" Pinus menekankan kata diujung kalimatnya.
"Tidak. Canna masih ada pekerjaan setelah ini," sahut Delano cepat membuat Canna mengurungkan niatnya untuk menjawab ucapan Pinus.
"Baiklah kalau begitu. Aku duluan ya!" tangan Pinus sudah mengacak lembut rambut Canna membuat Delano menggertakkan giginya karena kesal.
"Cepat mandi!!" perintah Delano setelah Pinus keluar ruangannya.
Canna menganga mendengarnya, sambil membaui badannya berulang kali.
"Aku tidak bau. Sebelum kesini tadi aku sudah mandi," sahut Canna bingung.
"Kamu tetap harus mandi karena kepalamu kotor bekas di sentuh oleh lelaki lain!" sahut Delano.
Canna kembali membelalakkan matanya menatap tak percaya pada apa yang barusan di dengarnya.
"Cepat!!" perintah Delano.
"Derris! Siapkan gaun untuknya!"
Derris bergegas keluar ruangan untuk mencari apa yang di inginkan oleh atasannya.
Dengan wajah kesal Canna berjalan kearah kamar pribadi Delano. Membuka pintunya dengan cukup keras.
"Memangnya kak Pinus adalah Sigung!" gerutunya kesal.
"Apa kamu bilang barusan!?" Delano sudah berdiri di belakangnya.
Canna melirik sekilas ke belakang kemudian bergegas berlari kearah kamar mandi sebelum Delano menghukumnya.
"Dasar wanita itu. Aku masih mendengarnya yang membela Pinus." Delano menggelangkan kepalanya.
Beberapa saat setelahnya, Canna sudah keluar kamar dengan gaun selutut peach yang sudah di siapkan oleh Delano untuknya. Ia terlihat cantik dan juga sangat manis.
"Aku tidak biasa dengan pakaian ini!" gumam Canna.
Delano pura-pura tidak melihat padahal dirinya beberapa kali melirik kearah Canna dan berdecak kagum melihat kecantikan wanita itu.
"Siapkan makanan untukku!!" perintah Delano setelah Canna berdiri di hadapannya.
Canna bergegas melakukan tugasnya. Ingin segera lepas dari Delano yang selalu memerintahnya dengan sesukanya.
"Suapi!!" perintah Delano lagi. Ia masih fokus dengan berkas di tangannya.
"Mendekatlah kemari. Aku tidak mau menyuapimu di meja kerjamu," sahut Canna.
Dengan langkah perlahan, Delano berjalan kearahnya. Menempatkan dirinya tepat di samping Canna,lebih dekat dengan dirinya.
Dengan telaten Canna kembali menyuapi Delano yang merupakan bayi besar baginya. Lelaki ini, apakah selalu minta suapi pada setiap pelayannya?
"Apa yang kamu pikirkan?"
Canna melirik sesaat, kembali mengarahkan sendok di tangannya kemulut Delano.
"Kamu seperti anak beruang," sahut Canna cepat.
"Apa!!?" Delano terkejut mendengarnya. Menggeram kesal, kembali menatap berkas di tangannya.
"Iya. Kamu seperti anak beruang. Kelihatan imut padahal berbahaya!"
Delano kembali melirik padanya. Mengunyah makanannya dan menelannya.
"Sedangkan kamu adalah seekor Kelinci Kecil," Delano tersenyum miring.
"Terserah kau sajalah pak Beruang." Canna kembali menyendok makanan tetapi di rebut oleh Delano.
"Buka mulutmu! Jangan sampai aku menyuapimu dengan cara yang lain."
Dengan terpaksa, Canna membuka mulutnya menerima setiap suapan yang diberikan oleh Delano padanya.
Selesai makan, Canna sudah membereskan seluruh peralatan makan mereka.
"Aku ingin pulang sekarang!"
Delano mengangguk, membiarkan Canna keluar ruangannya. Tetapi ia meraih kunci dan berlari mengejar Canna yang sudah berada di depan lift.
"Kenapa?" Canna terkejut melihatnya.
"Aku akan mengantarmu!"
"Eh. Tidak perlu. Bukankah Tuan Delano sangat sibuk. Aku tidak ingin membuang waktu Tuan yang berharga."
"Aku memaksa!" Delano mendorong Canna masuk kedalam lift. Berdiri bersisian dan tidak ada yang berbicara selain lirikan mata Canna pada Delano.
"Ka Pinus? Kenapa belum pulang?" gumam Canna saat melihat keberadaan Pinus yang sedang berada di lobi. Ia ingin menghampirinya, tetapi Delano sudah lebih dulu menariknya kearah mobilnya yang sudah di siapkan oleh Derris.
"Masuk!"
"Tapi...." sahut Canna. Ia masih menatap Pinus yang berjalan kearahnya.
"Aku tidak punya banyak waktu. Jadi, jangan menunda waktuku!"
"Kalau Tuan tidak punya banyak waktu. Biarkan aku pulang sendiri."
Delano semakin kesal mendengarnya. Ia melirik Pinus yang semakin dekat.
"Jangan membantah. Cepat masuk!!" perintah Delano.
Canna hanya mengangguk lemah, segera masuk kedalam mobil. Menatap Pinus yang berdiri tidak jauh dari mereka, menatap kepergian mobil mereka. Sepertinya lelaki itu ingin berbicara padanya.
"Apa yang kamu lihat?"
Canna mengalihkan pandangannya. Menatap jalanan yang terlihat ramai.
"Tuan Delano. Bisakah kamu mengantarku ke supermarket. Ada sesuatu yang ingin aku beli."
"Apa?" tanya Delano masih sibuk dengan berkas di tangannya.
"Sesuatu," sahut Canna. Matanya sesekali menatap kearah belakang, berharap bisa kembali bertemu dengan Pinus.
"Kamu sedang memikirkan lelaki itu?" Delano sudah mencengkram dagu Canna. Menepis jarak diantara mereka. Membuat Canna memejamkan matanya.
"Sepertinya dia ingin bicara padaku. Mungkin saja ada hal penting yang ingin dikatakan olehnya," sahut Canna sambil membuka matanya.
"Kamu tidak boleh menemuinya lagi. Kalaupun ada sesuatu yang kamu perlukan, kamu tinggal katakan padaku!"
Canna menggeleng pelan. Delano melepaskan tangannya tetapi matanya tetap menatap Canna dengan tajam.
"Ini bukan soal harta tetapi soal perasaan," sahut Canna.
Dengan cepat Delano membuang muka merasa marah dengan sikap Canna.
"Aku tidak mengizinkanmu untuk menyukai lelaki lain."
Canna terdiam mendengarnya, melirik Derris yang duduk seperti biasa di samping sopir.
"Memangnya kamu siapaku, hanya Tuanku dalam pekerjaan," gumam Canna sambil melipat tangannya di dada. Ia juga kesal dengan sikap Delano yang membatasi pergerakannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Anonymous
👌👌
2021-05-21
0
MandaNya Boy Arbeto❤️
dasar suami aneh..mw d anggap suami tp GK mw jujur kl mreka UD nikah😂😂
manalah si Canna mw buka hatiny.. sementara d awal UD d buat sakit hati🤦🏼♀️
2021-04-25
1
Dinda Ayu Santika
tuqn beruang kutub...
2021-03-29
2