Canna menatap sekitarnya saat mereka tiba di halaman sekolah elit yang sama sekali tidak dikenalnya. Untuk apa Delano membawanya kemari, apakah untuk menemui seseorang. Bukankah sebelumnya ia meminta Delano untuk membawanya bertemu Kezia.
"Kenapa melamun? Cepat turun!"
Canna memutar kepalanya kearah Delano. lelaki itu sudah turun dari mobilnya. Melirik padanya dengan tajam.
"Lelaki ini selalu menatapku tajam bahkan berkata ketus padaku," gumam Canna. Ia menghampiri Delano yang masih berdiri di depan mobil.
"Ikuti aku!" perintahnya lagi.
Canna memejamkan matanya menahan kesal pada Delano yang selalu memberinya perintah sesuka hatinya.
"Tuan! Tunggu!"
Delano menghentikan langkahnya tanpa membalik badannya. "Ada apa?"
"Bukankah aku meminta izin padamu untuk menemui adikku, kenapa kamu justru membawaku kemari?" heran Canna masih mengamati sekitarnya.
"Ikutlah denganku dan jangan banyak tanya!" sahut Delano tanpa menggubris pertanyaan Canna. Ia meneruskan langkahnya, membuat Canna menghentakkan kakinya kesal dan mengikuti langkah Delano dengan malas.
"Tuan Delano, kenapa tidak mengatakan pada kami terlebih dahulu kalau Tuan akan mengunjungi sekolah ini!" Bain, Kepala Sekolah tergesa menyambut Delano.
"Aku kemari bukan untuk melakukan kunjungan kerja. Aku hanya ingin mengunjungi salah satu murid disini!" sahut Delano.
"Baiklah kalau begitu, saya akan membawa Tuan pada murid tersebut!" Bain melirik kearah Canna, Delano berdehem dan menatapnya dengan datar.
"Tidak perlu. Aku bisa menemuinya sendiri!" sahut Delano cepat. Meraih tangan Canna dan menariknya lembut.
"Dan, biarkan kami memiliki privasi kami sendiri!" tambahnya lagi meneruskan langkahnya.
Delano berjalan bersama Canna, melewati lorong sekolah yang panjang dan terlihat cukup sepi. Wanita itu sama sekali tidak mengerti jalan pikiran Delano. Entah kenapa ia di bawa kearah asrama siswa laki-laki.
"Apakah kamu memiliki seorang adik atau anak yang bersekolah disini?" akhirnya terucap juga kata-kata yang sejak tadi ingin melompat dari tenggorokannya. Bahkan ia merasa gatal untuk tidak bertanya.
"Kakak Delano!" pekik Kezia menghambur memeluk Delano. Lelaki dingin itu membungkuk dan mengusap lembut kepala Kezia. Membuat Canna membeku mendengar suara familiar tersebut. Berusaha untuk menengok keberadaan suara yang di dengarnya tadi.
"Kakak, bagaimana kabar kakak sekarang?" Kezia masih menatap Delano. Ia tidak menyadari keberadaan Canna di belakang Delano.
"Kakak baik-baik saja. Bagaimana dengan kamu?" Delano berjongkok di hadapan Kezia. Membuat lelaki kecil itu melihat keberadaan Canna.
Canna hanya berdiam saja sejak tadi, tertegun. Menatap tidak percaya pemandangan yang ada dihadapannya. Lelaki kejam itu memperlakukan adiknya dengan sangat baik bahkan sangat lembut. Berbeda dengan perlakuannya pada Canna.
"Kak Canna!!!" Kezia terkejut dan menghambur memeluk Canna yang masih melamun. Ia terlihat sangat kegirangan hingga melupakan keberadaan Delano selama beberapa detik lamanya.
"Kakak! Aku kangen sama kakak!" lirih Kezia. Canna memeluk erat adiknya, ada haru dihatinya yang menggelitik hingga ke pelupuk matanya.
"Sejak kapan kamu kenal sama Tuan Delano?" bisik Canna mengusap ujung matanya.
Delano masih memperhatikan mereka tanpa bergerak dari posisinya, membiarkan adik dan kakak melepaskan kerinduan yang tertahan.
Kezia melepaskan pelukannya, menatap Canna dengan mata berbinar.
"Sejak sebulan lalu. Kak Delano orang yang baik, dia mensekolahkanku di tempat ini. Bahkan dia juga menyediakan asrama untukku tinggal. Dan aku tinggal bersama seorang kakak yang ganteng!" sahut Kezia berbinar.
"Benarkah? Kakak sangat senang mendengarnya. Sekarang kamu sudah ada yang menjaga. Tapi, jangan lupakan kakakmu yang cantik ini." Canna mencubit pelan hidung adiknya dan membuat Kezia terkekeh senang.
Canna menatap Delano yang menatap mereka datar. Ia masih berdiri pada posisinya dengan tangan berada di dalam saku celana. Canna menghampirinya, menunduk sekilas.
"Tuan Delano. Terima kasih untuk semua kebaikan Anda. Saya tidak tahu membalasnya dengan cara seperti apa!"
Delano terkejut melihatnya, wanita ini begitu tulus mengucapkannya. Tetapi, ia tidak suka saat istrinya sendiri mengatakan bahwa dirinya adalah Tuannya dan juga berkata dengan bahasa yang sangat kaku.
"Aku tidak ingin hanya mendapatkan ucapan terima kasih saja darimu. Aku ingin mendapat imbalan yang lain!" bisik Delano.
Canna menggigit bibir bawahnya, ia tidak tahu imbalan seperti apa yang harus di berikan pada Delano. Sementara lelaki itu sudah punya segalanya.
"Tidak perlu membahasnya disini, nanti akan ku tagih di rumah," sambungnya melihat kebingungan Canna.
Canna membeku mendengarnya, pikirannya seketika menegang mendengar ucapan terakhir Delano.
"Bersenang-senanglah. Aku akan menjemputmu nanti setelah aku menyelesaikan urusanku!"
Tangan Delano terulur mengacak lembut rambut Canna, membuat wanita itu kembali terdiam melihat sikap hangat Delano padanya.
"Kakak! Kita pergi ke taman dan bicara disana sepuasnya!"
Kezia menarik tangan Canna setelah kepergian Delano. Mereka duduk di bangku taman.
"Kakak, apakah kak Delano pacar kakak?"
Canna terkejut mendengar pertanyaan Kezia padanya. Ia menggeleng dengan cepat.
"Bukan. Kakak hanya pelayannya saja dan kakak bekerja di rumahnya. Bagaimana kamu bisa mengenal Tuan Delano dan bisa masuk ke sekolah elit ini?" tanya Canna.
Kezia tersenyum lebar dan matanya kembali berbinar. Terlihat jelas kalau Kezia sangat menyukai Delano.
"Aku tidak tahu. Tapi mereka datang ke rumah secara tiba-tiba sebulan yang lalu dan membawaku ke sekolah ini. Juga mempekerjakan seorang pengasuh untukku. Bukankah sikap kak Delano ada hubungannya dengan kakak? Dia sangat baik sekali."
Lagi, anak sepolos Kezia sudah tahu perihal hubungan orang dewasa. Apakah Delano memberikan semua ini pada Kezia karena menganggap harga keperawanannya.
Canna menggeram kesal, lelaki itu benar-benar buruk di matanya. Ia merasa terhina dengan sikap Delano yang tidak ada baik di matanya.
***
Tepat seperti ucapan Delano tadi, Canna kembali di jemput olehnya. Tetapi wanita itu terlihat lebih dingin dari sikapnya sendiri pada Canna.
Bahkan, saat Delano mengajaknya bicara, Canna hanya menjawabnya dengan deheman saja.
"Apa yang membuatmu diam seperti patung? Apakah kamu sedang marah padaku? Ataukah kamu sedang kedatangan tamu bulananmu?"
Canna melirik kearah Delano kemudian mendengus tanpa menjawab pertanyaan Delano yang beruntun.
"Jangan bersikap seperti itu padaku. Aku tidak suka di acuhkan, terlebih lagi oleh wanita!" tangan Delano mencengkram dagu Canna dan menatapnya tajam.
Sedangkan Canna tidak ingin menatapnya sama sekali, bahkan ia mengatup rapat mulutnya.
"Kenapa lagi dengan dirinya? Tidakkah ia bahagia karena aku sudah membuat kehidupan adiknya sangat baik," gumam Delano melepaskan tangannya dan fokus kedepan.
"Bagaimana dengan janjimu tadi padaku. Bukankah kamu tahu kalau aku tidak menginginkan ucapan terima kasih sebagai imbalan."
Canna geram mendengarnya, mengepalkan tangannya. Menatap Delano dengan datar.
"Apa yang kamu inginkan dari diriku yang miskin ini?"
Delano tertawa mendengarnya, Canna terperangah melihatnya. Ini kali pertama Canna melihat Delano tertawa bebas.
"Aku tidak menginginkan harta darimu, aku sudah punya segalanya. Jadi, jangan katakan kata-kata seperti itu lagi padaku. Itu sangat konyol. Lagi pula, kamu masih punya sesuatu lain yang berharga."
"Lalu, apa yang Tuan inginkan. Cepat katakan!" desak Canna.
Delano kembali melirik kearah Canna.
"Aku ingin dirimu...!"
Canna terkejut mendengarnya. Menatap Delano dengan murka. Ternyata lelaki ini benar-benar bajingan.
"Apa!? Jangan menghinaku! Aku tidak seperti yang kamu katakan!" sahut Canna cepat.
Delano tersenyum remeh. "Kamu terlalu cepat mengambil keputusan. Aku belum menyelesaikan ucapanku!"
Canna terperangah mendengarnya, menunduk malu karena sudah memaki Delano.
"Katakan apa yang kamu inginkan dariku!" Canna masih menunduk.
"Aku ingin setiap hari kamu selalu memasakkanku makanan dan juga mengantarkanku makan siang ke kantor."
Canna mengangguk cepat, baginya semua itu adalah pekerjaan yang mudah. Asalkan ia tidak melayani Delano di atas ranjang saja.
"Baiklah. Aku akan melakukannya dengan baik," sahut Canna tersenyum senang. Membuat senyum samar di bibir Delano.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Benazier Jasmine
thoor bikin canna sikapnya lemah buat, bukan kasar seperti itu thooor
2021-12-02
0
Stefannie Elizabeth
benar Canna marah karena di perkosa Delano... tapi koq pikiran Canna ga pernah positive.. selalu aura negative.
seperti bukan wanita baik... wanita baik selalu positive thinking
2021-07-25
0
Anonymous
👌👌👌
2021-05-21
0