"Nona, Tuan Delano memintamu untuk menemui dirinya di kamarnya."
Canna berbalik dan mengangguk ragu kearah Fiore. Ia sedang berada di taman belakang, menanam beberapa bunga melati, bunga kesayangannya.
"Aku tidak tahu dia pulang cepat hari ini. Ada apa dia memanggilku?" tanya Canna gelisah sambil mengikuti langkah Fiore.
"Aku tidak tahu, Nona. Aku hanya disuruh untuk memanggil Nona. Tuan sudah berada di kamarnya saat aku di panggil oleh Kepala Pelayan."
"Kenapa dia tidak langsung memintamu sesuatu, kenapa harus aku? Bukankah kita sama-sama pelayan?" ucap Canna dengan cemberut.
Canna menghentikan langkahnya, membuat Fiore juga menghentikan langkahnya.
"Aku juga tidak tahu. Sepertinya tugas untuk melayani Tuan Delano adalah tugas Nona Canna."
Canna terkejut mendengarnya, kembali meneruskan langkahnya tanpa menjawab ucapan Fiore. Ia sebenarnya terpaksa melakukan semua pekerjaan ini untuk melunasi utangnya, tetapi apabila ada kesempatan maka dia pastikan untuk segera melarikan diri.
Tetapi, bagaimana dengan surat perjanjian itu? Bagaimana kalau Delano benar-benar menyulitkan hidupnya setelah ia kabur?
Mungkin sudah nasib Canna untuk melayani semua keinginan Delano sesuai dengan surat yang sudah di tanda tanganinya tempo lalu sebagai penebus semua utangnya.
Tetapi, bukankah Canna tidak pernah melihat isi surat tersebut, kenapa ia tidak meminta copyannya saja sebagai bahan untuk di pelajari nantinya.
"Kenapa melamun disitu? Apakah kurang jelas aku memanggilmu?"
Canna terperanjat mendengar suara Delano yang begitu dekat dengannya. Menatap ke sekelilingnya, ia tidak sadar sudah berada di depan kamar Delano.
"Masuklah! Ada hal penting yang ingin kukatakan padamu!"
Canna masuk dengan ragu. Berdiri dengan jarak yang begitu jauh dari Delano.
"Bersiaplah! Aku akan membawamu keluar malam ini...."
Canna melotot mendengarnya, masihkah Delano menganggapnya sebagai wanita murahan yang mudah di permainkan. Canna mengatup rapat mulutnya.
"Ke pesta lebih tepatnya!" sambung Delano menatap Canna dengan tajam. Membuat wanita itu mendengus tidak suka.
"Kamu...."
"Aku tidak mau!" tolak Canna tegas.
Delano tampak geram mendengar penolakan Canna padanya. Baru saja ia ingin mengatakan bahwa tidak ada penolakan, Canna sudah lebih dulu memotong ucapannya.
"Apa? Kamu berani menolak diriku!" Delano menggertakkan giginya, aura kegelapan menghinggapi wajahnya. Tetapi tidak ada sedikitpun tatapan takut dari Canna.
"Iya. Aku tidak mau pergi dengan lelaki brengsek sepertimu!" Canna berteriak marah. Delano selalu bersikap semaunya tanpa bisa dibantah.
"Lelaki brengsek katamu?" Delano menyeringai mendengarnya. Tangannya bergerak membuka gesper miliknya.
"Aku hanya mengajakmu ke pesta, bukan mengajakmu untuk melakukan hal yang iya-iya. Ataupun aku menyatakan cintaku padamu. Jadi, kamu tidak berhak menolaknya!"
"Aku tetap tidak mau. Apalagi pergi dengan lelaki brengsek sepertimu!" sahut Canna merendah.
"Sekali lagi kamu mengatakannya seperti itu, maka aku akan benar-benar melakukannya disini. Bagaimana kalau lelaki brengsek ini memperlakukanmu dengan brengsek sekarang? Apakah kamu akan tertarik?"
Canna beringsut mundur dengan perlahan, kepalanya memggeleng beberapa kali dengan tatapan takutnya.
"Jangan sakiti aku lagi!" teriaknya sambil memohon dan menghiba.
Delano terdiam melihatnya, menatap Canna dengan tidak tega. Ia tidak bermaksud untuk melakukannya hanya ingin menggertak Canna saja agar menurut padanya.
"Baiklah. Aku tidak akan menyakitimu kali ini, tetapi aku akan menggunakan cara lain agar kamu mau ikut denganku! Menuruti semua perintahku!"
Delano meraih tubuh Canna dan merengkuhnya, serta membawanya ke tempat tidur miliknya. Memberikan ciuman kasarnya hingga membuat Canna merintih sakit.
Wanita itu berusaha menendang kaki Delano tetapi Delano berhasil menghindar dan mengunci seluruh tubuhnya, bahkan sudah berada di atas tubuh Canna.
Air mata Canna hampir meleleh di pipinya tetapi ditahannya sekuat tenaga. Ia menahan semu rasa sakit yang ada di hatinya. Ia tidak mau terlihat lemah di depan Delano.
"Cukup Delano! Cukup! Aku akan menurutimu kali ini! Tapi jangan lakukan itu padaku...." Canna tersengal setelah Delano mengakhiri ciumannya. Ia memohon pada lelaki kasar tersebut untuk berhenti.
Delano menghentikan pergerakannya, berguling ke sisi kanan Canna dan menutupi wanita itu dengan selimut yang ada disana. Ia mengecup sekilas pelipis Canna.
"Tidurlah. Masih ada waktu untuk kamu istirahat dan membuang semua letihmu!" Delano memeluk Canna erat. Ia tidak perduli dengan keadaan wanita itu yang terlihat memprihatinkan dengan wajah memerah.
Ia sudah terlanjur mencintainya dan memilikinya. Bahkan ia sudah menikahi Canna sehari setelah Canna kabur dari kediamannya tanpa sepengetahuan Canna. Perempuan ini benar-benar memikatnya dan membuatnya berani menyentuh wanita untuk yang pertama kalinya.
Segala sesuatu yang di inginkannya harus segera menjadi miliknya, itulah prinsip dirinya.
"Pergi dari sini!!" Canna mendorong Delano hingga tersungkur ke lantai.
"Kau..." Delano kembali melempar tatapan mautnya karena terkejut, tetapi kembali melembut setelah melihat Canna yang menutupi seluruh tubuhnya. Wanita itu terlihat gemetar. Delano merasa bersalah karena membuatnya mengingat kejadian waktu lalu.
Canna mengintip Delano di balik selimutnya. Ia ingin segera keluar dari kamar Delano saat lelaki itu lengah.
"Aku tau kalau kamu tidak tidur."
Canna menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, berdiri dan berjalan menuju kearah pintu.
"Siapa yang menyuruhmu untuk keluar!?"
Canna berbalik dengan rasa kesal, menghentak-hentakkan kakinya.
"Pekerjaanku masih banyak di taman belakang!" sahut Canna acuh dengan tangan terlipat di dada.
"Apa yang kamu lakukan disana? Aku melarangmu bekerja disana, nanti kukumu menjadi kotor!"
"Aku hanya menanam bunga," sahut Canna tak terima.
"Oryza! Panggil pelayan yang lainnya!" ucap Delano.
"Baik, Tuan!" sahut Oryza dari arah luar kamar. Pintu kamar masih terbuka lebar.
"Ada apa, Tuan?" Fiore dan beberapa pelayan yang lainnya sudah datang menghadap.
"Mandikan dia sebersih-bersihnya. Aku tidak mau ada kotoran menempel di ujung kukunya ataupun telur cacing yang hingga disana!" Delano menatap Canna tajam.
"Eh... aku bisa mandi sendiri!" tolak Canna kaget.
"Tapi tidak sebersih mereka yang melakukannya!" sahut Delano acuh.
"Tapi aku bukan anak kecil. Jadi, jangan perlakukan aku seperti ini!" teriak Canna kesal saat ia diseret kearah kamar mandi.
"Derris! Siapkan semua keperluanku!"
Derris yang sejak tadi diam saja segera bergerak melakukan tugasnya.
Kurang lebih 30 menit lamanya, Canna sudah selesai mandi. Ia keluar kamar dengan menggunakan jubah mandi.
"Cepat pakai gaun itu!" perintah Delano saat Pelayan meletakkan sebuah gaun didepan Canna.
Pelayan itu bergegas keluar setelah melihat tatapan Delano.
Canna hanya diam saja menatap Delano. Rasa bencinya kembali menyeruak saat bertatapan dengan wajah tampan Delano. Baginya Delano adalah iblis berwajah malaikat, yang kapan saja bisa menghancurkannya. Bahkan sangat semena-mena terhadap dirinya.
"Aku tidak mau!" tolaknya kasar sambil melemparkan gaun yang baru saja di berikan oleh Delano tersebut.
Delano menatap marah kearahnya. Apakah wanita ini sedang amnesia hingga tiba-tiba bersikap keras kembali. Harus dengan cara apa lagi ia membuat wanita ini agar tunduk dan patuh padanya. Canna terlalu keras kepala baginya.
"Bukankah tadi kamu sudah menyetujuinya untuk ikut denganku. Kenapa kamu berubah pikiran sekarang?"
Delano berjalan kearahnya dengan menyeringai, pertanda bahaya bagi Canna.
Canna menggeleng. Ingin mengatakan kalau dirinya terkadang merasa benci saat melihat Delano, apalagi saat mengingat kejadian pertama kali mereka bertemu. Untunglah dia gadis yang kuat sehingga bisa mengatasi semuanya tanpa depresi. Tetapi tidak mungkin ia katakan semua itu secara blak-blakan.
"Baiklah kalau kamu tidak mau. Tapi jangan salahkan aku kalau terjadi sesuatu pada adik kecil yang manis dan imut ini!" Memperlihatkan layar ponselnya yang terdapat foto Kezia.
"Jangan! Jangan lakukan apapun padanya. Ia tidak tahu apa-apa. Disini akulah yang bersalah. Aku akan ikut denganmu."
Mata Canna tampak memerah menahan sedihnya. Betapa ia tidak mampu untuk menunaikan amanah orang tuanya untuk memelihara adiknya dengan baik dan layak. Dan entah bagaimana keadaannya sekarang setelah seminggu lebih Canna berada di tahanan rumah Delano ini.
"Kamu keluar! Aku akan mengenakan gaun ini!" ucap Canna dingin tanpa menatap Delano. Meraih gaun yang sudah di buangnya tadi.
"Tidak perlu keluar juga tidak apa-apakan? Bukankah sebelumnya, aku sudah melihat semuanya. Bahkan sudah merasakan masuk ke sarang semut milikmu." Delano menyeringai.
Canna menatap tidak suka kearah Delano. Betapa jijiknya ia sekarang dengan tubuhnya. Ia tidak lebih dari seorang pelacur rendahan yang pernah memuaskan hasrat Delano.
"Kamu jangan berpikiran kalau melayaniku sangatlah menjijikkan. Di luar sana, begitu banyak wanita yang tergila-gila ingin menyentuhku. Dan kamu termasuk wanita yang beruntung karena kuizinkan untuk menyentuh tubuhku hingga ke bagian terdalam sekalipun."
Canna berpaling dan berdecih, menatap Delano dengan tajam, tetapi tidak mampu menyembunyikan raut kesedihannya.
"Baiklah. Aku akan keluar!" Delano mengalah setelah melihat raut kesedihan kembali terpancar dari wajah cantik Canna. Sungguh ia sebenarnya tidak ingin melihat wanita itu terluka dan sedih. Tetapi, mau bagaimana lagi, wanita itu terlalu keras kepala padanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Yulia Rosmita
apa aq kurang update ya di part delano nikah sama canna
2023-04-11
0
Yulia Rosmita
maaf nikah ko g ada kata sah nya klo gitu cuma delano aja donk yg sah
2023-04-11
0
Stefannie Elizabeth
Thor... pelayan bicara ke majikan dgn kata "aku" itu tdk sopan, seharus nya menggunakan "saya"... krn "aku" di gunakan hanya dgn orang2 yg dekat.
dan Canna jgn spt orang plin plan thor... yg sdh mengatakan akan menuruti Delano... tp selalu kasar.
jika di ancam soal adik nya baru nurut... tp sebentar berulah lagi... jd agak membosankan thor
padahal ceritanya bagus
2021-07-25
0