Ustazah Aisyah menerima amplop yang di berikan ustazah Salwa.
"Maaf aku tidak janji kalau Bani akan membalasnya atau tidak" ujar Ustazah Aisyah.
"Yang terpenting sampaikan dulu saja titpan saya untuknya" ujar Ustazah Salwa.
Ustazah Aisyah kembali ke ruangannya meninggalkan Ustazah Salwa yang sedang berbunga - bunga.
...*******...
Di kafe Bani dan Tio baru saja selesai membicarakan tentang rencana kunjungannya ke perushaan Malik.
Bani kembali memesan minuman ke pada pelayan.
"Bani kita kan sudah selesai, kenapa kamu memesan minuman lagi ?" tanya Tio terheran - heran.
"Kalau kamu mau pulang, sana pulang duluan, aku masih ingin di sini" jawab Bani tegas.
"Hmmm apa gara - gara santri itu ?" tanya Tio lagi.
"Iya, aku nunggu dia keluar sari rumah ku" jawab Bani lagi.
"Hah buat apa santri itu di rumah mu ? apa dia di jodohkan juga dengan kamu ?" Tio langsung menodongkan dua pertanyaan yang membutnya heran dan bingung tapi juga pemasaran.
"Husshh . . enak saya aku di jodohkan sama dia" jawan Bani cepat.
"Lalu ?".
"Dia merupakan anak dari temennya Abah, keluarga mereka sedang berkunjung jadi Umi sama Abah mengajak mereka untuk makan siang bersama di rumah" jelas Bani dengan perasaan yang kasih kesal.
"Hmm tapi gue heran sama kamu" sahut Tio sambil menatap tajam ke arah Bani.
"Heran kenapa ?" tanya Bani.
"Biasanya kamu paling dingin kalau nanggepin cewek tapi yang ini malah uring - uringan" jelas Tio.
"Kalau ini situasinya beda" jawan Bani.
"Apanya yang beda ?" tanya Tio bingung.
"Ahh kalau aku jelasin sama kamu juga kamu gak bakalan mengerti" jawab Bani.
"Ya sudah aku balik, istri sudah menunggu di rumah" ujar Tio pamit pulang.
"Mentang - mentang pengantin baru " gerutu Bani.
"Awas nanti kamu jatuh cinta loh sama santri itu" ujar Tio berbisik di telinga Bani.
"Tio !!" geram Bani.
Namun ketika itu Tio sudah lari keluar kafe tersebut sambil tertawa ia berhasil menggoda temennya sekaligus bosnya itu.
Bani masih duduk di kafe meminum minuman yang baru saja datang, emang benar dirinya tidak pernah merespon apalagi ambil pusing tentang orang yang berusaha mendekatinya, Bani selalu bersikap bijak dan tenang. namun saat bersama Asyifa kebijakan dan ketenangan itu seakan hilang begitu saja, walaupun sikap dinginnya masih ada.
"Ahhh kenapa aku harus memikirkan anak itu " gerutu Bani pelan sambil mengacak - ngacak rambutnya.
Bani melirik jam di tangannya. ini sudah hampir waktu ashar, sebaiknya aku pulang, kalau lama - lama di sini nanti Abah dan Umi curiga. ujar Bani dalam hatinya.
Tiba di rumahnya Adzan ashar sudah berkumandang, Bani segera membersihkan badanya dan pergi ke surau untuk memgikuti shalat berjamaah dengan yang lainnya.
Setelah selesai shalat ashar, Bani berniat akan kembali ke rumahnya, namun langkahnya terhenti saat ada yang memanggilnya.
"Ustaz Bani tunggu " teriak seseorang.
Bani berhenti dan menoleh ke arah asal suara. "Ada apa kamu memanggil saya ?" tanya Bani.
"Ini usatz, saya cuma mau memberikan titipan ini untuk ustaz" ujar ustaz Aisyah sambil memberikan sebuah amplop.
"Untuk saya ?" tanya Bani dan ustazah langsung mengangguknya. "Dari siapa ?" tanya Bani lagi.
"Untuk pengirimnya, nanti ustaz akan mengetahuinya setelah membaca surat ini" ujar ustazah Aisyah menjelaskan.
Kemudian Bani menerima amplop tersebut, dan langsung masuk ke perkarangan rumahnya. di pintu masuk rumah Umi sudah menunggunya.
"Sedang apa Umi di sini ?" tanya Bani.
"Umi sedang menunggu kamu nak, Ada hal yang harus Abah,Umi dan Kamu bicarakan" jelas Umi.
"Ya sudah, tapi Bani ke kamar dulu" ujar Bani.
di kamar Bani berpikir apa yang akan Umi dan Abahnya bicarakan. Ah jangan - jangan tentang ke jadian tadi lagi. Pikir Bani.
Bani segeran menemui Abi dan Uminya di ruangan keluarga di situ sudah ada Abah dan Umi yang menunggunya.
"Sini nak duduk" ujar Umi pada Bani.
Bani duduk di apit oleh kedua orang tuanya dan hal itu membuat Bani semakin bingung.
"Nak mau sampai kapan kamu sendiri terus, lihat adik kamu sekarang sudah dewasa, apa kamu mau di langkahi adik kamu ?" Abah memulai pembicaraan.
"Nak kami juga ingin melihat kamu bahagia, umur kamu sudah cukup, untuk biaya hidup kamu juga sudah punya bekal, kamu mau nunggu apa lagi ?" ujar Umi.
Kini Bani telah paham yang akan di bicarakan oleh ke dua orang tuanya.
"Abah, Umi, mungkin untuk menikah Bani sudah siap secara lahir batin namun yang jadi masalah Bani belum menemukan calon yang cocok buat Bani, pernikahan bukan main - main , jadi Bani ingin cuma sekali seumur hidup" ujar Bani mencoba memberi pengertian untuk ke dua orang taunya agar tidak terus mendesak agar cepat menikah.
"Umi tau nak, Tapi mau sampai kapan ??" tanya Umi dengan wajah sendunya.
Ada rasa tidak tega melihat raut sedih di wajah Uminya namun Bani tidak bisa berbuat apa - apa lagi. Karena sampai sekarang belum ada wanita yang menggetarkan hatinya.
"Abah, Umi, beri Bani waktu untuk memikirkan hal ini" ujar Bani memelas pada kedua orang tuanya.
"Bani , Abah dan Umi sudah mempunyai ke sepakatan, kami akan memberi waktu kamu satu bulan untuk mencari calon istri dan kalau dalam satu bulan itu kamu tidak menemukannya, maka kamu harus setuju jika Abah dan Umi yang mencarikannya untuk kamu" ujar Abah tegas.
"Abah jangan satu bulan itu terlalu cepat" rengek Bani.
"Satu bulan atau tidak sama sekali ?" tanya Abah dengan tatapan tajam membuat Bani tidak sanggup untuk membantahnya.
Setelah menemukan kesepakatan Bani izin untuk ke kamarnya, dalam kamar Bani kini teringat tentang sebuah amplop yang di berikan ustazah Aisyah, Bani kemudian mengambilnya dan membukanya.
kini Bani mulai membaca isi surat itu.
Assalamualaikum
Teruntuk calon imam ku nanti
Duhai calon imamku...
Namamu adalah bait dalam doaku, tasbih dalam asmaraku, dan syair dalam setiap hembusan nafasku. Setiap kali teringat wajahmu, semakin ingat aku akan keagungan Rabb Alam Semesta. Mencintaimu melatihku untuk mencintai Rabb Alam Semesta. Bila cinta denganmu sebegitu dalamnya, lalu bagaimanakah cintaku seharusnya pada Tuhanku?
Duhai calon imamku...
Di sini aku memantaskan diri sebelum akhirnya engkau meminangku dan menghalalkanku. Semoga engkau di sana pun sama. Insya Allah kelak aku siap menaatimu selama perintahmu tidak bertentangan dengan syariat agama. Bagiku meraih ridhomu adalah jalan bagiku meraih ridho Tuhanku. Bagiku melayanimu lahir batin adalah caraku berbakti dalam upaya meraih ridho ilahi.
Duhai calon imamku...
Jemputlah aku dalam tali bingkai kehalalan. Semoga kita menikah atas dasar saling mencintai sehingga kita dapat menunaikan hak dan kewajiban kita sebagai sepasang suami istri nanti. Semoga kita kelak bisa meneladani pasangan sejati Sayyidah Khodijah ra dan rosulullah saw yang penuh kasih sayang dan kelembutan serta meneladani pasangan Sayyidatuna Fatimah ra dan Sayyidina Ali ra.
Salam takdirku untukmu. Namamu akan selalu kusebut dalam setiap tengadah doaku. Kau adalah doa yang kupanjat dalam muhasabah cintaku. Salamku untukmu, semoga kelak kita bisa bersama dari dunia hingga dijanahNya. Aamiin
Salwa Azzahra Alfatunissa
Wassalamualaikum.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
***Hai para readers👋👋
Tak lelah aku selalu mengingatkan kalian untuk like vote dan rate, karena hanya itu yang membuat Author semangat untuk terus melanjutkan cerita ini, selain itu juga like dan vote juga merupakan cara kalian untuk menghargai setiap Karya Author***.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Firda a
Nggak papa ngejar laki² asal jgn mengancam orang lain jgn dkt² sama laki² yg kmu sukai kan perasaan tidak bisa dipaksakan kalau si laki² tsb tdk mau sama kmu ya coba ikhlaskan berarti itu bkn jodohmu dan kmu pasti akan mendapatkan jodoh yg lebih baik dri dia
2022-01-13
1
Rinjani
nih ustadzah murah meriah umbar cinta walah pasti kah hoho semoga hanya ceritA
2021-10-21
0
Al Ibnu
ustadzah kok pede bangat malah ngajakin nikah lagi,,aduh ga bangat deh sifatnya
2021-08-25
0