"Dasar bodoh, begitu saja tidak pecus" ucap seorang lelaki sembari melayangkan pukulan kepada dua orang pria suruhannya.
"Maafkan kami Tuan, semua menjadi tidak sesuai rencana, tiba tiba ada seorang gadis yang menolong wanita itu" jawab salah satu pria suruhan itu.
"Halah omong kosong, percuma aku suruh kalian untuk menyelesaikan tugas ini, jika kalian kalah dengan seorang gadis, dasar banci kalian!!!!" Amarahnya kini mulai tak terbendung.
Tak mengapa ini baru permualaan, lihat saja nanti ini belum seberapa, akan aku hancurkan kalian perlahan
Lelaki itu mengepalkan tangannya dan menyunggingkan senyumnya, tersenyum kecut.
………………………………………
" Mamaaaa, apa yang terjadi". Leo dengan langkah sigap langsung menghampiri wanita itu yang sedang membersihkan luka gadis disampingnya.
Shafira pun langsung mendangakkan pandangannya. Melihat wajah lelaki itu sepertinya tidak asing bagi Shafira. Leo yang juga melihat wajah Shafira langsung menatap tajam.
"Sha..Sha..Shafira ?" Leo sangat tidak percaya gadis yang sedang kesakitan itu adalah gadis yang selalu dalam pikirannya.
"Emhh Tu…tu…aan Leo, emhh awww sakit Nyonya" Shafira meringis kesakitan.
"Loh kalian rupanya sudah saling kenal, benarkah nak ?" tanya Nyonya Lina.
" Hey Shafira, lukamu kelihatanya cukup serius" Leo mengalihkan pertanyaan Mamanya.
Leo yang memerhatikan wajah Shafira, membuat detakan jantungnya semakin cepat. Shafira pun tak menampik akan tatapan yang tak biasa dengan dirinya. Leo bingung harus memulainya darimana melihat sifat Leo yang sangat acuh terhadap gadis manapun.
Oh Tuhan ada apa denganku
" Sebaiknya kau cepat hubungi dokter Bagas sekarang Leo, lihatlah nak Shafira kelihatannya sangat pucat" Nyonya Lina mencoba mencairkan suasana yang membuat Leo sangat salah tingkah dengan situasi ini.
Leo mengiyakannya dan langsung mengambil benda pipih disakunya. Sesekali Leo menatap wajah Shafira.
Setelah dokter Bagas tiba ia langsung memeriksa lengan Shafira. Membersihkan luka dan mulai mengeluarkan alat di tasnya.
Nyonya Lina yang melihat Leo langsung memberi isyarat agar anaknya mengikutinya. Sampailah di teras rumah Leo langsung duduk disebelah mamanya.
" Ada apa Ma?" tanya Leo penasaran.
" Apa dia gadis yang membuat kau jatuh hati ?" Nyonya Lina melayangkan senyum kepada Leo.
" Ma…mama tahu darimana?" menggaruk nggaruk kepalanya yang tidak gatal.
" Apa yang tidak aku ketahui tentang kamu, kalau memang itu benar, lanjutkan nak" berdiri lalu menepuk bahu Leo untuk meyakinkan, kemudian berlalu meninggalkan Leo.
Aishh ini pasti kelakuannya asisten Erick
Ma aku butuh waktu yang tepat
" Ahh sudah selesai Nona, ada beberapa jahitan sehingga memerlukan check lagi untuk 3 hari kedepannya" dokter Bagas menjelaskan.
"emhh owh baik dok" ucap Shafira
Setelah semuanya dirasa sudah selesai dokter Bagas akhirnya berpamitan.
" Shafira ?" tanya Leo
" Iya Tuan Leo" jawab Shafira.
"Terimakasih kau telah menyelamatkan Mamaku, kau tahu, kalau kau tak ada aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi, kau mem…"
"Ahh sudahlah Tuan tak usah dibahas lagi, lagi pula memang seharusnya untuk kita saling tolong menolong bukan ?" Shafira kini mulai menatap wajah Leo.
Dari kejauhan Nyonya Lina melihat percakapan mereka. Nyonya Lina tersenyum kemudian menghampirinya
" Leo, Shafira ayo kita makan malam dulu, semua sudah disiapkan di meja makan" ajak Nyonya Lina.
"Maaf Nyonya alangkah baiknya jika saya kembali kerumah saja saya takut jika nanti ketinggalan bus menuju rumah"
"Tak mengapa Shafira nanti aku antar" Leo meyakinkan.
" Iya, lagi pula aku ingin sekali berbincang bincang denganmu " Nyonya Lina merangkul bahu Shafira menuju meja makan.
Shafira tak bisa menolak. Sedangkan Leo pergi untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
Leo kembali dengan baju lebih yang santai mengenakan kaos dan celana pendek selutut. Terlihat sangat tampan. Beda dari biasanya yang terlihat sangat serius dan berwibawa. Kini giliran Shafira yang tak bisa mengendalikan detak jantungnya.
"Kau jago bela diri Shafira, sungguh tidak bisa dibayangkan, aku bangga padamu Nak"
"Ah Nyonya bisa saja, kebetulan saya dulu pernah belajar tapi kurasa tidak begitu jago, mungkin tadi reflek saja, jujur Nyonya itu pertama kali saya melakukanya"
"Apapun alasannya kau memang patut untuk dibanggakan" Leo tersenyum penuh arti.
"Yasudah intinya saya sangat berterima kasih untung ada kamu ditoilet tadi jadi saya bisa minta tolong, mungkin apapun tak bisa membalas kebaikan kamu, bahkan andai kamu jadi jodoh anakku pun aku tak akan bisa membalasnya" ucap Nyonya Lina.
"Uhuk…Uhuk…" ucapan Mamanya tadi membuat Leo terbatuk-batuk.
"Sepertinya sudah selesai makannya, Shafira aku antar kamu pulang" Leo yakin jika Mamanya dibiarkan ucapannya akan semakin ngelantur saja.
Shafira tak menggubris ucapan Mama Leo tadi. Shafira langsung berpamitan dengan Nyonya Lina, diikuti Leo yang berjalan dibelakang Shafira.
Selama perjalanan tidak ada obrolan diantara keduanya. Hingga sampailah mereka didepan rumah Shafira, ketika Shafira ingin membuka pintu mobil Leo langsung menghalanginya.
"Shafira…"
"Iya Tuan" Shafira kaget ketika sebuah tangan menghalanginya.
"Emmh maaf" memperbaiki posisi duduknya.
" Mulai hari ini jangan panggil aku Tuan, panggil saja Leo, besok hari libur kerja, kau ada waktu? apa kamu sibuk? aku ingin mengajakmu jalan sekedar makan diluar" ucapan Leo terdengar sangat gugup. Shafira tersenyum melihat kelakuan Leo.
"Tidak Tuan...eh maksudku tidak ada Leo, apa aku boleh turun sekarang? " Shafira agak canggung menyebut dengan nama aslinya.
"Ohh iya tentu, sampai jumpa besok" ucap Leo.
Oh Tuhan ini awal yang baik
Leo melajukan mobilnya dan melihat bayangan Shafira dari kaca mobil. Leo sangat tak menyangka awal yang baik untuk lebih dekat dengan Shafira. Tapi mengenai kejadian yang menimpa Mamanya, Leo menjadi memutar fikirannya siapa dalang dibalik ini semua. Hanya kebetulan saja ataukah ada yang memang sengaja merencanakannya.
Mengingat reputasi Leo yang sangat baik maka semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang menerpanya. Semoga tak akan terjadi hal yang seperti ini.
Shafira mengibaskan rambutnya yang basah sehabis keramas. Mengambil sebuah hair dryer dan berniat untuk mengeringkan rambutnya. Tapi itu sangat susah baginya dengan lengan kanannya yang sedang terluka.
Drzztt…Drzttt…Drzztt
Diambilnya benda pipih milik Shafira, sebuah panggilan masuk dari Winda Shafira pun langsung memencet tombol hijau.
📞 Hallo Win, ada apa ?
📞 Eh Fir gimana keadaan kamu, aku tunggu kabar dari kamu eh kamunya nggak ngasih kabar sampe sekarang, kamu baik baik aja kan ?
📞 Aku lupa Win sorry ya, oh iya aku lagi nggak baik nih kamu kesini ya..
📞 Hah beneran Fir oke oke aku langsung kesana sekarang.
Tut…Tut…Tut
Winda langsung mematikan sambungan telponnya.
"Huft dasar" Shafira membuang benda pipihnya ke ranjang. Tak lama kemudian terdengar suara seperti orang berlari membuka pintu kamar Shafira dengan sekuat tenaga.
"Fir kamu nggak papa kan" dengan mengatur nafasnya yang ngos ngosan Winda memeriksa setiap anggota tubuh Shafira. Melihat ekspresi Shafira yang setengah cekikikan Winda langsung menghempaskan tubuhnya ke ranjang.
"Fir apa yang nggak baik hah?"
" Tadi aku belum selesai ngomong Win, eh main putus aja telponnya, ya salah sendiri, aku cuma mau bilang kalo aku nggak bisa nge-hair dryer sendiri soalnya tanganku lagi sakit kan, gitu" Shafira terkekeh.
" hah yasudah lah, nasi sudah jadi bubur biar becek becek sekalian Fir, sini……" Winda bangkit dari ranjang kemudian mengambil hair dryer dari tangan Shafira.
"Ih makasih lo Win, hihihi" Shafira masih terkekeh.
Shafira merasa sangat beruntung mempunyai sahabat sahabat seperti Winda dan teman teman. Meskipun dia sebatang kara sahabatnya membuat semua seakan akan Shafira mempunyai keluarga baru.
Akhirnya Winda memutuskan untuk menginap dirumahnya Shafira mengingat besok libur masuk kantor. Merekapun akhirnya terlelap dalam sebuah istana mimpi.
.
.
.
.
Bersambung.......
Maaf ya kemaren kemaren ada human error jadi Up nya lama, tapi semoga kalian masih bisa menikmati karyaku ini😄, Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments