Selamat membaca!
Tanpa terasa, mobil yang dikendarai oleh Owen telah tiba di halaman gereja. Kedua pintu mobil kanan dan kiri sudah dibukakan oleh para penjaga yang memang sudah menunggu kedatangan mereka. Irene dan Ansel pun turun secara bersamaan dari pintu yang berbeda. Mereka mulai melangkah masuk ke dalam gereja dan langsung menuju altar.
Di dalam gereja sudah terlihat kerabat dekat Ansel tampak hadir di sana, namun tidak dengan kerabat Irene yang tak ada satupun hadir di antara tamu-tamu yang berada di sana.
Setibanya di altar, Irene dan Ansel berdiri saling berhadapan, di tengah-tengah mereka ada seorang pendeta yang akan menuntun keduanya untuk mengucapkan janji pernikahan.
Perasaan Irene begitu gugup, ia memilih menundukkan pandangannya untuk mengurangi rasa gugup yang menyelimuti dirinya saat ini. Berbeda dengan Ansel yang terlihat biasa saja, namun ia merasa tidak nyaman dengan keberadaannya saat ini, terlebih ia tahu jika Dyra terus memperhatikannya.
Dyra dan Darren sudah berada di kursi paling depan. Keduanya menatap haru momen sakral yang akan segera berlangsung. Hati Dyra begitu getir saat memandang ke arah altar dimana pria yang masih dicintainya sedang bersiap mengucap sumpah pernikahan, namun dengan wanita lain yang bukan dirinya.
"Ya Tuhan, aku coba menguatkan hatiku untuk datang ke acara pernikahan ini, tapi ternyata aku tidak kuat menyaksikannya, hati ini begitu rapuh," batin Dyra dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Dyra menatap dalam wajah Ansel yang juga sedang menatap ke arahnya, pria itu tak mengalihkan pandangannya sedikit pun, walau yang seharusnya dipandang saat ini adalah Irene yang berada di hadapannya. Dyra pun segera mengalihkan kedua matanya, ia tidak ingin menatap wajah Ansel terlalu lama, karena semua itu hanya akan menambah luka di dalam hatinya, yang sudah teramat sakit.
Darren yang berada di sampingnya, dapat membaca kesedihan yang Dyra rasakan. Kesedihan yang jelas terlihat dari raut wajah Dyra yang kini tampak sendu.
"Aku tahu saat ini bagaimana hancurnya perasaanmu Dyra, tapi aku harap kamu bisa menerima semua ini dengan ikhlas, biarkan Ansel bahagia dengan wanita lain," batin Darren mulai menyentuh punggung Dyra dan mengusapnya dengan lembut untuk menenangkannya.
Dyra menoleh ke arah Darren, ia menatap wajah Darren dengan kedua mata yang sudah basah oleh bulir kesedihannya.
"Kamu harus kuat, hadapi dengan sebuah senyuman. Tegar untuk hidupmu ke depan," ucap Darren coba menenangkan kesedihan yang kini Dyra rasakan.
Perasaan Dyra saat ini begitu campur aduk, sebenarnya ia tidak ingin menghadiri acara pernikahan Ansel, namun Darren terus memaksanya untuk datang menemani, karena memang itu sudah keharusan bagi Dyra untuk hadir sebagai istri dari Darren yang juga ibu tiri dari Ansel.
"Ya ampun, kisah hidupku sangat lucu dan tidak masuk akal. Aku dan Ansel menjalin hubungan selama dua tahun, tapi kenapa kami tidak berjodoh. Ternyata selama dua tahun aku hanya menghabiskan waktuku untuk menjaga jodoh orang lain," batin Dyra sembari mengembuskan napasnya dengan kasar.
Dyra tersenyum getir, menunjukkan ekspresi wajahnya yang pura-pura kuat, di hadapan Darren. Namun Darren benar-benar sangat mengerti perasaan Dyra yang saat ini sedang mengelabuinya.
"Walau senyummu itu terkesan dipaksakan, tapi itu lebih baik daripada kamu menangis," ucap Darren mengulas senyum ke arah Dyra, yang terhenyak dengan apa yang dikatakan oleh Darren.
"Pria ini sungguh luar biasa, ia sangat memahami apa yang aku rasakan, sampai bisa mengerti perasaanku," batin Dyra berdecak kagum menatap Darren yang masih tersenyum menatapnya.
Suara pendeta mulai memenuhi seisi ruangan gereja, sebagai isyarat bahwa prosesi pernikahan Ansel dengan Irene, akan segera di mulainya. Tiap-tiap bait yang pendeta sampaikan begitu menyayat hati Dyra, membuat semua kenangan bersama Ansel muncul di dalam ingatannya. Hati Dyra semakin sakit, namun dengan sekuat hati ia coba untuk tetap tegar, walau setiap ucapan Ansel bergantian teringang di telinganya.
Tidak akan ada wanita lain, selain kamu dosenku sayang.
Aku hanya akan hidup dan mati bersamamu.
Kamu adalah sumber kebahagiaanku, jangan pernah tinggalkan aku.
Aku sangat mencintaimu.
Dyra menutupi telinganya dengan kedua telapak tangan, Darren meraih tangan istrinya dan menggenggamnya dengan erat. "Dyra, apa kamu merasa tidak nyaman?" tanyanya dengan nada suara yang lembut.
Saat pertanyaan Darren masih tak mendapat jawaban dari Dyra. Pria itu melingkarkan tangannya pada tubuh Dyra, hingga membuat keduanya menjadi sangat dekat.
"Kalau kamu tidak merasa nyaman di sini, Owen akan mengantar kamu ke hotel yang ada di sebrang gereja ini. Lebih baik kamu istirahat dan tidak perlu menyaksikan pernikahan Ansel."
Dyra menggeleng. "Tidak Ayah, aku tidak apa-apa kok. Aku akan menemani Ayah di sini sampai selesai."
"Apa kamu yakin?" tanya Darren penuh rasa ragu.
Dyra segera menganggukkan kepalanya dengan cepat, lalu ia kembali menatap lurus ke arah altar. Ia tak ingin mengganggu momen bahagia yang Darren rasakan saat ini, ketika menyaksikan anaknya menikah, walau pernikahan itu didasari dengan sebuah kesalahan sekalipun.
Namun sekuat-kuatnya Dyra menahan diri agar tidak menangis, pertahanannya seketika roboh saat mendengar Ansel mulai mengikrarkan janji pernikahannya di hadapan pendeta. Pikirannya semakin kalut ketika ia kembali mengingat pernikahannya yang hancur berantakan karena kepergian Ansel, sebuah ikrar pernikahan yang seharusnya Ansel ucapkan padanya, bukan pada wanita lain. Harusnya yang berdiri di hadapan Ansel saat ini adalah dirinya, bukanlah Irene.
Batin Dyra semakin tersiksa saat merasa dirinya tidak mendapat keadilan atas cintanya. Pandangannya saat ini mulai berkabut dengan air mata yang sudah menganak di pelupuk matanya. Dyra berusaha menguatkan dirinya yang saat ini benar-benar rapuh. Hingga tubuhnya gemetar, karena harus menahan isak tangis yang terasa mencekiknya.
Satu bulir, dua bulir bening mulai terjatuh membasahi pipi mulus Dyra, namun kedua tangannya sudah bersiap untuk menghapus air matanya dengan cepat, ketika bulir-bulir kepedihannya itu lolos dan mengalir membasahi pipinya.
Kini Dyra hanya mampu pasrah atas apa yang disaksikan dengan kedua matanya.
Namun tiba-tiba tanpa permisi Darren menarik tubuh Dyra, hingga masuk dalam dekapannya dan memeluk tubuh wanita itu dengan erat.
"Ikhlaskan Ansel yang tidak berjodoh denganmu dan lanjutkan perjalanan hidupmu yang masih panjang tanpanya. Kamu pasti bisa, Dyra." Darren berbisik di samping telinga istinya.
Darren sengaja memeluk Dyra dengan erat dan mengucapkan itu untuk menguatkan hati Dyra yang rapuh saat ini, sungguh hatinya pun ikut merasa sedih ketika melihat Dyra menangis atas luka yang dirasakannya.
🌸🌸🌸
Bersambung ✍️
Berikan komentar kalian ya.
Terima kasih banyak.
Mampir juga ke karyaku yang lain ya :
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
I Gusti Ayu Widawati
Saya salah satu penggemarmu. Saya oma2 usia 83 tahun dari Bali.
Maaf baru mulai baca karyamu ternyata aku suka.
Memang aku penggemar baca novel kebetulan sudah pensiun.
Salam kenal dari saya. Anda bersedia balas komenku?
2023-01-07
0
I Gusti Ayu Widawati
Waaah kereeen karyamu Author.
Anda bapak rumah tangga yang berbakat sbg penuli.
Jangan berhenti lanjut saya salah satu pendukungmu.
Maaf bukan penuli yg benar penulis.
2023-01-07
0
suharwati jeni
sudah lah dyra.
jangan lebay
2023-01-03
0