Selamat membaca!
Raut wajah Ansel tampak kecewa, saat yang dilihatnya ternyata tidak seperti yang diharapkannya. Ia kembali menundukkan kepala, seolah tak ingin menatap ke arah wanita yang saat ini sedang berdiri di belakangnya, sambil terus memayungi tubuh Ansel agar tidak terkena derasnya hujan.
"Ayo masuklah, ke dalam Ansel! Kamu jangan menyiksa diri seperti ini, aku mohon." Irene terus membujuk Ansel, agar mau ikut bersamanya untuk kembali masuk ke dalam rumah.
Sejahat apapun Ansel, namun Irene tetap saja bersikap baik kepadanya, karena Irene menyadari bahwa Ansel adalah ayah dari anak yang dikandungnya dan kelak mereka pasti akan menikah.
Ansel tetap tak menghiraukan panggilan Irene yang berkali-kali terus memanggil namanya. Namun itu tak membuat Irene meninggalkannya. Wanita itu terus memayunginya, bahkan saat ini Irene sudah beralih dengan duduk di sebelahnya.
"Aku benar-benar mengerti tentang apa yang kamu rasakan, karena aku juga mengalami hal sepertimu. Kehilangan kesempatan untuk menjelaskan pada pria yang aku cintai, karena kehamilanku. Aku kehilangan semangat hidupku, saat itu dunia terasa runtuh untuk kujalani, tapi sedikit demi sedikit aku mencoba untuk bangkit dan membuka pikiranku, bahwa setidaknya aku masih memiliki harapan untuk bisa bahagia denganmu."
Perkataan Irene membuat Ansel menoleh ke arahnya, membuat pandangan mereka saling bertaut dalam
"Apa kau membenciku?" tanya Ansel dengan lirih.
"Ya, awalnya aku sangat membencimu tapi pada akhirnya aku bisa mengerti, bahwa semua jalan hidup yang Tuhan berikan pasti memiliki artinya tersendiri. Saat ini aku sedang belajar ikhlas untuk menerima, aku pun berharap kamu juga melakukan hal yang sama, ikhlas walau kenyataan itu pahit sekalipun." Irene menggenggam erat pundak Ansel, mencoba menyalurkan kekuatan yang berhasil ia kumpulkan di saat keterpurukan lebih dulu menerpanya, hingga hampir membuatnya patah semangat untuk hidup. Namun semakin berjalannya waktu, Irene mulai bangkit, karena ia percaya satu hal, jika Tuhan tidak akan memberikan sesuatu tanpa ada maksud dan tujuan di balik ujian itu, ia sangat percaya bahwa semua ini memang sudah jalan hidup yang harus ia lewati.
Ansel tak sanggup lagi menahan kesedihan, yang ditahannya di depan wanita itu. Ia menggeser arah duduknya, hingga tubuhnya berhadapan dengan Irene, lalu Ansel meletakkan kepalanya pada pundak Irene, dengan air mata penyesalan yang terus menetes dari kedua sudut matanya.
"Aku minta maaf, karena telah menghancurkan hidupmu. Semua yang kamu katakan itu benar. Aku harus belajar ikhlas untuk menerima semua ini, walau kenyataan ini sangatlah pahit untukku." Ansel mengesah kasar sambil menarik napasnya yang terisak karena kesedihannya.
Saat itu di bawah guyuran hujan, Irene menjadi saksi atas kesedihan yang Ansel rasakan.
🍂🍂🍂
Malam harinya setelah Ansel mandi dan berganti pakaian. Darren telah menunggunya di ruang keluarga dengan raut wajah penuh amarah. Ia masih penasaran dengan cerita yang belum lengkap dari anaknya, tentang pemerkosaan yang telah dilakukannya pada Irene. Wanita malang yang menjadi korban, karena kebodohan anaknya.
Ansel masuk ke dalam ruang keluarga dengan hati yang lebih tenang dari sebelumnya. Perkataan Irene setidaknya sedikit membuat pikirannya terbuka, untuk menerima semua yang terjadi saat ini. Pandangan Ansel langsung tertuju pada sosok Darren yang sudah duduk di sofa, ia pun kemudian memilih duduk di seberang ayahnya itu, hingga membuatnya saling berhadapan.
"Sekarang ceritakan padaku! Aku ingin mendengarnya," tegas Darren dengan sorot matanya yang tajam, menatap wajah Ansel.
Ansel mulai menceritakan semua pada Darren, dari awal pertemuannya dengan Irene, hingga saat dirinya melakukan pemerkosaan terhadap Irene. Namun Ansel tak sepenuhnya berkata jujur, ia mengatakan bahwa alasannya memerkosa Irene adalah karena dirinya tengah mabuk saat itu.
"Maafkan aku Ayah, sebenarnya aku tidak ingin menikah dengan wanita itu, tapi dia mengancam akan membeberkan masalah pemerkosaan yang aku lakukan kepada awak media, itulah yang menjadi alasanku pergi dari pernikahanku."
Darren mulai mencerna setiap perkataan Ansel. Ia merasa ada kejanggalan dari keseluruhan cerita yang Ansel telah sampaikan padanya, namun ia menyimpan semua pikirannya itu dan memutuskan untuk bertanya secara langsung pada Irene.
"Baiklah, sudah cukup dengan ceritamu! Sekarang panggilkan wanita itu, ada yang ingin aku tanyakan padanya."
Ansel tercekat kaget, ia kini menjadi sangat takut jika Irene sampai mengatakan pada Darren, bahwa ia melakukan pemerkosaan itu bukan karena dipengaruhi oleh minuman keras, hingga membuatnya mabuk, melainkan karena sebuah taruhan dan Ansel melakukan pemerkosaan itu dengan sadar.
"Baik Ayah," ucap Ansel tak mau menimbulkan kecurigaan dari ayahnya. Ia beranjak pergi meninggalkan ruang keluarga, untuk memanggil Irene dan membawanya menemui Darren.
Ansel melangkah dengan penuh keraguan, menuju kamar tamu. Setelah tiba di depan pintu kamar, ia langsung membuka pintu kamar yang memang tidak terkunci, namun Ansel tak langsung masuk ke dalam, ia mengintip terlebih dulu dengan membuka sedikit pintu itu.
Kedua mata Ansel menilik jauh ke arah Irene yang dilihatnya sedang duduk dengan memangku kedua tangan di tepi ranjang. Ansel pun masuk ke dalam. Ia lalu memastikan keadaan sekitar kamar, dengan melongokan kepalanya ke arah luar kamar sebelum menutup pintu.
Ansel hanya memastikan bahwa tidak akan ada yang mendengar pembicaraannya dengan Irene.
Mengetahui kehadiran Ansel, Irene langsung bangkit sambil mengusap air matanya.
"Ada apa Ansel?" tanya Irene menguatkan raut wajahnya yang sendu.
"Ayah ingin bertemu denganmu, jangan sampai kau mengatakan padanya, jika aku dalam keadaan sadar melakukan pemerkosaan itu. Ayah pasti akan mengusirku, jika tahu kebenarannya dan semua fasilitas yang diberikan padaku pasti akan hilang," pinta Ansel dengan sedikit mengancam.
"Kamu ingin tetap baik di mata orangtuamu, tanpa memikirkan perasaanku. Bagaimana jika Ayahmu menyalahkanku dalam hal ini?" protes Irene membantah perintah Ansel.
Penolakan Irene membuat amarah dalam diri Ansel mulai merayap naik. Ia tadinya berpikir bisa bersikap baik terhadap Irene, setelah Irene sempat menemaninya di taman tadi, namun seketika pendiriannya menjadi goyah. Ansel mencengkram lengan Irene, membuat wanita itu mengaduh kesakitan. Ia lalu mendekatkan wajahnya ke arah Irene dengan sorot mata tajam penuh kebencian.
"Awas saja, jika kau tidak mengikuti apa yang aku perintahkan, maka aku tidak akan sudi menikahimu!"
Ansel menghempaskan lengan Irene dengan kasar, membuat wanita itu mau tak mau mengikuti semua yang dikatakan olehnya. Ia harus melindungi kesalahan dari pria yang telah merenggut kehormatannya, dengan mengatakan apa yang terjadi adalah karena keduanya berada dalam pengaruh minuman keras dan bukan karena kesengajaan yang direncanakan oleh Ansel dan ketiga sahabatnya.
"Baik aku akan mengikuti semua keinginanmu."
"Bagus! Itu sudah seharusnya kamu lakukan, jika kamu berani membantah, aku tidak akan segan-segan membuat hidupmu menderita."
Ansel kembali bersikap dingin kepada Irene dan menunjukan segala kebenciannya pada wanita yang telah membuat impiannya untuk hidup bahagia bersama Dyra harus kandas dan bahkan kini ia harus menerima kenyataan pahit bahwa Dyra saat ini sudah menjadi ibu tirinya.
🌸🌸🌸
Bersambung✍️
Berikan komentar kalian ya?
Ayo selalu dukung karyaku ini dengan like dan berikan vote kalian ya.
Terima kasih banyak.
Visual Irene menurut pandangan Author, kalian juga bebas mengkhayal sesuai dengan keinginan kalian ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Risa Risa
bukannya ansel anak org kaya...dan sering traktir temen2nya...ini kok malah temennya kasih mobil buat taruhan
2023-12-27
0
Cher Ganbate
owh begitu ya ceritanya
2023-05-27
0
sivak elyana
knpa ansel hrs sama irene
2022-12-10
0