Keesokan harinya, Intan berjalan dengan lesu ke arah sekolah. Pikiran konyolnya semalam ternyata cukup menguras tenaganya. Ketakutan dan rasa khawatir menyelimuti dirinya.
"Pagi Intan." Sapa Dharma dari arah belakang yang kemudian menyamakan langkah dengan Intan.
"Huh? Oh .. Ya, pagi pak Ketu." Jawab Intan terkejut.
"Kamu kenapa hari ini terlihat lesu? Sakit?" Tanya Dharma khawatir sambil mengamati wajah Intan.
"E-Eh ... Enggak kok pak Ketu. Hanya ... Hm, belum sarapan!" Celetuk Intan asal.
"Oh belum sarapan. Hm ... Nih, kebetulan tadi aku beli roti isi dua buah, bisa buat mengganjal perut." Ucap Dharma lembut sembari memberikan sepotong roti pada Intan.
"Oh, tidak perlu pak Ketu. Aku gak apa-apa kok." Tolak Intan cepat.
"Kamu gak suka? Atau mau aku belikan yang lain di kantin?"
"Bu-Bukan begitu maksudku. Huft ... Baiklah, aku ambil roti isinya. Terima kasih." ucap Intan pasrah sembari menerima roti isi dari Dharma.
"Sama-sama." Jawab Dharma dengan senyuman diwajahnya.
Tanpa mereka sadari ada yang memperhatikan mereka dari belakang. Dia adalah Linda, teman sekelas sekaligus wakil ketua kelas di kelas Intan. Ia menatap interaksi Intan dan Dharma dengan tatapan sedih dan cemburu.
"Dharma, terlihat sekali kalau kamu menyukai Intan. Apa yang kamu suka dari dia? Intan bahkan tak menyadari perasaanmu." Gumam Linda pelan.
Sesampainya di kelas, Intan segera duduk dibangkunya dimana Ifa sudah ada disana.
"Wah roti isi. Sepertinya enak." Seru Ifa melihat roti isi yang dibawa Intan dengan mata berbinar.
"Kamu belum sarapan?" Tanya Intan.
"Sudah sih, tapi tetep aja keliatannya enak. Hehe."
"Nih, makanlah bayi besar ..." Ucap Intan memberikan roti isi dari Dharma pada Ifa. Yah, dia sebenarnya tak membutuhkannya karna sebenarnya dia sudah sarapan.
"Wah, serius? Terima kasih." Seru Ifa senang sambil menerima roti isi itu dan segera melahapnya. Intan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat kelakuan Ifa.
"Loh, katamu tadi belum sarapan? Rotinya kok kamu berikan pada Ifa?" Tanya Dharma yang sudah berdiri disamping Intan sembari membawa buku absensi.
"Ah, itu ... Aku masih belum lapar. Ifa, masih lapar jadi ..."
"Nih, makan. Aku bawa roti bakar kebanyakan tadi." Seru Toni memotong ucapan Intan sembari memberikan kotak makan dengan roti bakar didalamnya. Intan hanya terdiam menatap itu.
Kenapa malah jadi begini?! seru hati Intan bingung.
"Ahaha ... Tidak perlu Ton." Ucap Intan kikuk.
"Makanlah, kalau sampai kamu pingsan nanti, siapa yang mau angkat?" Ucap Toni dengan nada yang terdengar menyindir.
"Ah, itu ... Baiklah." Jawab Intan pasrah.
Dia mengambil roti bakar itu sepotong dan memakannya tanpa nafsu, karna dia masih kenyang. Tapi kalau dia mengatakan sudah sarapan pasti akan malah mrnjadi tanda tanya besar bagi Dharma. Sedangkan Dharma menatap itu tak suka berbeda dengan Toni yang diam-diam merasa senang.
"Oh ya ada apa Pak Ketu, bawa-bawa buku absensi?" Tanya Intan yang sadar buku yang dibawa Dharma.
"Oh ya, ini aku perlu rekapannya."
"Hm, baiklah. Nanti akan ku kerjakan."
"Terima kasih." Ucap Dharma sebelum berlalu pergi.
...****************...
Saat di tengah jam pelajaran Intan merasa perutnya sakit sepertinya dia kekenyangan, ya karna tadi saat sarapan dia sudah makan lebih banyak dari biasanya.
Akhirnya, ia pun segera bergegas izin ke kamar mandi.
Setelah melakukan panggilan alamnya, Intan pun keluar dari bilik kamar mandi. Dia terkejut saat melihat Linda berdiri didepan wastafel.
"Eh, Linda. Ke kamar mandi juga?" Tanya Intan menyapa.
"Aku menunggumu ..." Jawab Linda dengan suara pelan dan sedikit menunduk.
"Menungguku? Kenapa? Apa ada panggilan dan perlu sekretaris?" Tanya Intan bingung.
"Tidak. Aku ingin menanyakan sesuatu padamu."
"Hm, tapi tak bisakah saat jam istirahat? Kita harus kembali ke kelas?" Tawar Intan mengingatkan.
"Tenang pelajaran sudah selesai. Karna ada panggilan rapat mendadak."
"Baiklah kalau begitu." Jawab Intan tak lagi punya alasan untuk menolak.
...****************...
Linda mengajak Intan untuk duduk di salah satu bangku taman dekat lapangan. Waktu itu tak terlalu ramai, karna memang belum jam istirahat.
"Kamu mau bertanya apa pada ku, Lin?" Tanya Intan membuka obrolan, karna Linda dari tadi hanya terdiam.
"Ehm, aku tak akan berbasa-basi padamu. Aku ingin bertanya apakah kamu menyukai Dharma?" Tanya Linda sambil menatap Intan dengan serius.
"A-Apa?! Pak Ketu?" Seru Intan yang terkejut dengan pertanyaan Linda yang sangat mendadak.
"Iya, Dharma. Apakah kamu menyukainya?" Tanya Linda sekali lagi, dia terlihat sangat serius.
"Aku tidak tahu kenapa kamu bisa berpikir aku menyukainya. Aku tidak menyukainya." Jawab Intan yakin.
"Sungguh?" Seru Linda, matanya terlihat berbinar.
"Ya, tentu saja. Memangnya kamu dari mana menyimpulkan bahwa aku menyukainya?" Tanya Intan heran.
"Apa kamu tak menyadarinya? Dharma sangat perhatian padamu. Terlihat sangat jelas bahwa dia menyukaimu. Dan kalian terlihat dekat, ku kira kamu juga menyukainya." Terang Linda.
"Pak Ketu menyukaiku?" Tanya Intan tak percaya.
"Ya. Itu terlihat sangat jelas. Tapi, kamu tak menyadarinya."
"Aku sungguh tak memiliki perasaan pada pak ketu, dan perhatiannya selama ini aku anggap wajar. Karna, pak ketu memang sosok yang peduli pada temannya kan? Setahuku dia memang perhatian pada semua teman di kelas, termasuk kamu Lin?" Tanya Intan bingung.
"Ya, dia memang baik dan perhatian pada semua orang. Tapi, sangat jelas dimatanya sabgat berbeda saat melihatmu."
"Hm, benarkah. Aku sama sekali tak menyadarinya ... Tapi tunggu, kenapa kamu sangat memperhatikannya dan juga sampai bertanya seperti ini padaku? Apakah kamu menyukai pak ketu, Lin?" Tebak Intan dan seketika wajah Linda bersemu merah.
"I-iya ..." Jawab Linda pelan.
"Wah ... Kamu tenang saja, aku sama sekali tak menyukai pak ketu dan kalau kamu menyukainya, aku bisa bantu mungkin aku akan lebih menjauhinya dan berbicara dengannya seperlunya saja." Seru Intan dengan senyum tulus.
"Benarkah? Terima kasih Intan." Ucap Linda senang.
"Ya, sama-sama ... Aku juga akan mengusahakan, agar pak ketu juga bisa lebih melihatmu." Ucap Intan.
"Baik. Terima kasih banyak. Tapi, kamu janga langsung mengatakan padanya kalau aku menyukainya ya." Pinta Linda.
"Tentu."
...****************...
Kenapa aku mengatakan akan membantu Linda?
Kenapa aku harus ikut campur sih?
Sekarang apa yg harus aku lakukan untuk membantunya. Ah, dasar Intan!!
Intan menggerutu dalam hati akan keputusannya. Dia langsung saja mengiyakan bantuan pada Linda, padahal dia sendiri tak dekat dengan Dharma.
"Hufftt.."
"Kamu kenapa menghela nafas kayak gitu? Ada masalah?" Tanya Ifa khawatir.
"Tidak apa-apa, hanya sedikit ada pikiran yang mengganjal. Tapi, aku sungguh tak apa." Seru Intan sebelum Ifa mulai heboh.
"Baiklah. Tapi kalau kamu ada masalah, inget jangan dipendam sendiri. Ok?"
"Ya" Jawab Intan singkat.
"Hari ini mau liat permainan apa?" Tanya Ifa sesampainya mereka di lapangan untuk ritual seperti biasa.
"Hari ini aku tak ingin melihat apapun. Selamat menikmati. Bye." Ucap Intan sambil berlalu pergi tanpa menunggu respon dari Ifa. Sedangkan Ifa yang baru sadar akan jawaban Intan setelah ia pergi, hanya bisa termenung.
Dasar Intan ... Kalau begini terus, bagaimana Kak Setya bisa dekitn kamu ... hmm ...
Intan hanya bisa pasrah melihat sikap temannya itu. Kemudian ia segera berdiri di tepi lapangan basket seperti biasanya. Kali ini dia juga tidak melihat Setya.
"Kak Setya kemana lagi ya? Kemarin dia dengan menghilang karna ingin bersaing dengan Toni. Sekarang dia kemana lagi? Apakah dia juga tau kalau Intan tak melihatnya ... Entah kenapa, aku merasa kak Setya seperti punya radar tentang Intan. Aku berharap, mereka bisa bersatu." Gumam Ifa pelan.
Sebelumnya Bayu sudah menceritakan apa yang sudah dilakukan Setya di lapangan futsal. Karna, Intan tak menceritakannya. Ya, Intan tak mau menceritakannya karna, takut Ifa akan bersikap berlebihan.
Sedangkan Intan sendiri sedang berjalan ke arah perpustakaan. Dia mencari tempat baru, ia masih takut jika ke taman belakang akan bertemu dengan si tissu yang masih menjadi teka-teki baginya.
Ia berjalan menyusuri rak buku yang menjulang tinggi. Mencari buku yang bisa ia baca untuk menghabiskan waktu. Akhirnya, salah satu novel petualangan menjadi pilihannya. Ia memilih posisi tempat duduk paling belakang dekat kaca besar dan ternyata dari tempat duduknya terpampang jelas lapangan basket disana.
"Ternyata dari sini, lapangan basket terlihat sangat jelas." Gumam Intan menatap lapangan basket yang ramai.
Ia duduk dengan bertopang dagu sambil menatap ke luar jendela dan tanpa sadar matanya seakan mencari seseorang. Tentu tak lain orang itu adalah Setya.
"Hari ini kakak itu tak bermain?" Gumam Intan lagi, karna tak menemukan sosok Setya di lapangan.
"Apa aku boleh duduk bergabung disini?"
Karna terlalu fokus Intan jadi terlonjak kaget mendengar pertanyaan itu. Ia sontak menoleh pada orang yang bertanya dan matanya langsung membulat siapa yang bertanya itu, ia juga reflek memundurkan kursinya ke belakang dan akan terjatuh ...
"Ahhh ..."
.
.
.
Bersambung..
...----------------...
>> Linda <<
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
lanjut
2021-05-19
1
Sis Fauzi
piss 😊lima likes 👍👍👍👍👍 dan comments buat kamu Thor ❤️
2021-04-20
1
BELVA
aku absen pagi nih
2021-02-11
1