Malam itu di kamarnya Intan tengah kebingungan. Dia membolak-balik benda di tangannya berulang kali. Nampak, alisnya mengerut tanda ia sedang berpikir keras. Benda itu tak lain adalah tissu. Ya, sebungkus tissu dari Setya sebelumnya.
"Siapa sih orang yang kurang kerjaan banget ngasih ini ke aku? Cemas karna sayang? Cih! Omong kosong!" Gerutu Intan sebal.
Sebelumnya Intan mengira bahwa tissu itu dari Ifa, tapi ternyata tebakannya salah. Ifa sama sekali tidak memberikan tissu itu. Jadilah, sekarang ia sedang kebingungan. Sebenarnya lebih ke arah kesal. Ia tak tahu orang macam apa yang sudah memberikan itu padanya.
Tapi, jika ia ingat perkataan mbak CS yang mengantarkan padanya sebelumnya membuat Intan kesal dan jijik. Apakah itu gombalan?! Atau kerjaan orang iseng yang ingin mempermainkannya?! Intan sangat ingin mengetahuinya.
"Tapi tunggu untuk apa juga aku ingin mengetahuinya?! Setelah tahu memang aku mau ngapain?! Huh, dasar! ... Lebih baik aku mengabaikannya saja. Gak penting juga." Gumam Intan seakan tersadar akan tindakannya.
Namun, anehnya ia tak membuang tissu itu. Tapi ia meletakkan pada sebuah kotak besar berisi payung bewarna biru dan beberapa kartu ucapan disana. Intan mengambil payung biru dan ingatannya pun seketika terbang ke hari itu. Hari dimana ia menjadi seperti sekarang.
Flashback on
Hikss ... Hikss ... Hikss
Di tengah deras hujan, tampak seorang gadis terduduk disebuah taman seorang diri. Dia menangis begitu buruk, sambil memegang dadanya yang terasa sesak. Tubuhnya, sudah basah termasuk gaun indah yang ia kenakan saat itu. Gadis itu adalah Intan.
"Kak Bagas.."
Gumam Intan pelan menatap nanar ke jalan di depannya. Jalan yang sebelumnya di lalui oleh Bagas untuk melangkah pergi meninggalkannya. Bukan hanya untuk saat itu, tapi untuk selamanya.
Setelah Bagas menolak pernyataan cintanya dan Bagas juga sama sekali tak memberikan kesempatan bagi Intan, maka dengan berat hati Intan meminta agar keduanya saling tak berhubungan lagi. Itu yang terbaik untuk keduanya, terlebih Intan.
Rasa sukanya pada Bagas tak kan dapat hilang, kalau Bagas terus berada disisinya. Dan ujung-ujungnya hanya Intan yang akan terluka. Sampai saat ini saja, setelah setahun waktu berlalu. Intan masih belum bisa membuka hati untuk orang lain walaupun dirinya dan Bagas sudah tak saling berhubungan. Apalagi, jika masih berhubungan?!
"Semua sudah berakhir ... Hikss ... Hikss ... Aku tak kan bisa bertemu kak Bagas lagi ... Hiks ..." Ucap Intan disela isak tangisnya waktu itu.
Dengan lesu ia mencoba berdiri dan meninggalkan tempat itu. Namun, ia seakan enggan melakukannya. Ia memilih kembali duduk di bangku taman dan terus menangis. Ia tak ingin keadaannya yang sangat kacau ini dilihat oleh Ifa. Ia ingin menenangkan dirinya terlebih dulu. Menyamarkan air matanya dengan deras hujan waktu itu.
Saat ia sedang merenung dan terus menangis. Tiba-tiba hujan disekitarnya berhenti bersamaan dengan sebuah pegangan payung yang diletakkan dibahunya.
Intan memegang pegangan payung itu bingung. Ia melihat ada sepasang kaki didepannya. Saat Intan mengangkat payung itu ia melihat sosok pria tinggi mengenakan hoodie bewarna biru berlari pergi menghindari hujan, menjauh darinya. Intan menatap pria itu bingung namun kemudian ia tersenyum samar.
"Terima kasih" ucap Intan lirih. Perbuatan kecil dari pria yang tak ia kenal itu, entah bagaimana telah menghangatkan hatinya yang terluka saat itu.
Tak lama kemudian Ifa datang dengan terburu-buru mencari Intan. Karna, sudah lama Intan tak kunjung ke cafe walupun sedang hujan, padahal seingatnya tak ada tempat berteduh di taman itu. Terlebih ponsel Intan tak dapat dihubungi.
"Intan!" Panggil Ifa melihat Intan yang sudah basah kuyup dengan mata sembab seorang diri. Mungkin, jika tidak hujan ia akan masih bisa melihat air mata Intan.
Intan mendongak menatap Ifa. Ketegaran yang ingin ia bangun dihadapan Ifa ternyata percuma. Yang ada saat setelah melihat Ifa, Intan kembali menangis. Ia langsung berhambur kepelukan Ifa dan menangis semakin kencang.
"Semua sudah berakhir, Ifa ... Hikss ... Hikss ..." Ucap Intan disela tangisnya. Ifa tak mengatakan apa-apa, ia hanya membalas pelukan Intan dengan erat.
Ia rasakan tubuh sahabatnya itu sudah dingin dan gemetar. Melihat kondisi Intan, akhirnya ia pun ikut menangis bersama Intan.
Flashback off
Intan tersenyum kecut mengingat kenangan kelam itu. Ia kembali memasukkan payung itu kedalam kotak, lalu menutupnya. Tepat saat itu hujan sedang turun. Intan, berjalan menuju jendala kamarnya, menatap butir hujan yang mengenai kaca jendelanya membuat pendar cahaya diluar sana menjadi buram.
Intan memeluk dirinya sendiri sembari menatap hujan. Semenjak saat itu Intan selalu menatap hujan dengan tatapan sedih.
"Bagaimana kabar kak Bagas ya?" Gumam Intan pelan. Setelah kejadian hari itu, Intan tak lagi mendengar kabar dari Bagas. Bagas seperti menghilang tanpa jejak.
Nomor Bagas di ponselnya sebelumnya sudah dihapus oleh Ifa. Bahkan juga sudah dimasukkan dalam daftar hitam. Begitu juga dengan semua sosial media yang dimiliki Bagas.Semua seperti hilang dalam sekejap.
Intan menggelengkan kepalanya keras, ia tak ingin memikirkan Bagas lagi. Kemudian, ia kembali teringat dengan pria yang memberinya payung itu.
"Siapa pria itu ya?" Gumam Intan penasaran. Namun, tentu ia tak kan mendapatkan jawaban.
.
.
Dilain tempat pria payung yang sedang dipikirkan oleh Intan juga tengah menatap hujan dari jendela kamarnya.
"Intan, apakah kamu sedang sedih lagi saat ini ketika hujan?" Gumam pria itu. Ia juga mengingat kejadian pada hari itu.
Flashback on
Seorang pria sedang berada di dalam sebuah taxi yang berhenti di tepi jalan dekat sebuah taman bunga. Ia tengah menatap seorang gadis yang tengah duduk seorang diri disebuah bangku dengan wajah gugup. Ia terus memandangi gadis itu dan beberapa kali memotretnya diam-diam.
Tak lama pria itu melihat seorang pria lain datang mendekati gadis itu. Gadis itu tak lain adalah Intan dan pria itu adalah Bagas. Pria didalam taxi itu terus memperhatikan interaksi antara Intan dan Bagas sampai ketika Bagas memilih pergi meninggalkan Intan dan Intan yang menangis terduduk di tanah.
Pria itu mengepalkan tangannya erat, nampak rahangnya juga mengeras melihat Intan yang ditinggalkan. Kemudian, hujan pun turun dan mengguyur Intan yang tengah menangis.
"Pak tunggu disini sebentar!" Seru pria itu pada supir taxi.
Pria itu berlari menuju taman dan hendak mendekati Intan, namun ia masih ragu saat itu. Ia masih menatap Intan dari kejauhan. Sampai saat Intan tak jadi pergi dan memilih untuk duduk dibangku taman, ia pun mendekati Intan dan meletakkan payungnya di bahu Intan. Ia berdiri di depan Intan dan memegang atas payung seakan memegang kepala Intan dengan sayang.
Saat ia merasa Intan akan mengangkat payungnya, ia segera berbalik dan menutup kepalanya dengan hoodie yang ia kenakan dan berlari pergi meninggalkan Intan. Namun, sebenarnya ia tak pergi. Ia masih di taman itu mengamati Intan sampai akhirnya Ifa datang dan mereka saling berpelukan dan menangis bersama.
"Kenapa kamu harus berjuang sampai seperti ini untuk pria yang sama sekali tak menatapmu? ... Aku tak kan membiarkanmu menangis seperti ini lagi. Mulai saat ini aku yang akan membuatmu tersenyum. Tunggu aku!" Gumam pria itu dengan sorot mata yang serius. Pria itu tak lain adalah Setya.
Ia terus menatap Intan dan Ifa dari jauh. Ikut menemani Intan dari jauh. Ikut merasakan sakit dan dingin hujan dari jauh. Sampai, akhirnya Ifa membawa Intan pulang dan saat itu juga lah Setya baru beranjak dari tempatnya.
Flashback off
Mengingat kejadian itu, membuat Setya kembali emosi. Apalagi membayangkan betapa sedih dan kacaunya Intan saat itu.
"Sebentar lagi ... Sebentar lagi aku akan datang padamu!" Gumam Setya yakin.
Tanpa mereka sadari Intan dan Setya mulai saling memikirkan satu dengan yang lain. Mereka saling menatap hujan ditempat yang berbeda. Namun, masih dibawah langit yang sama. Mereka seakan terhubung.
.
.
.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Sis Fauzi
keren banget Thor ❤️
2021-04-10
1
Dhina ♑
#128
2021-03-19
1
Ragillia Widhayanti
jujur Thor aku gak punya pengalaman kayak gini waktu SMA,,,,bener adakah cinta monyet sedalam n sesedih gini,,,,secara pikiran masih labil. Mungkin dulu aku lebih bebas pikiran nya jadi pilih gak mau pacaran.
2021-03-03
1