Satu minggu kemudian.
"Tan, hari ini kamu juga gak mau ikut aku?" Tanya Ifa saat mereka sudah selesai membeli jajan di kantin siang itu.
"Enggak, terima kasih. Aku sama sekali tak berniat." Jawab Intan acuh.
"Kamu tuh harus liat yang seger-seger biar bisa cepet move on!" Kekeh Ifa masih berusaha membujuk Intan.
"G-a-k M-a-u-!" Tolak Intan dengan penuh penekanan.
"Haish, terserah deh. Susah emang bujuk anak keras kepala kayak kamu!" Seru Ifa kesal.
Intan tak menghiraukan itu. Ia sama sekali tak ada minat untuk mengikuti Ifa. Sudah satu minggu ini Ifa memiliki ritual yang harus ia lakukan saat jam istirahat. Dan ritual itu tidak lain adalah ngelihatin Cogan!
Ya, setelah seminggu bersekolah Intan dan Ifa mengetahui bahwa tiap jam istirahat lapangan sekolah akan penuh dengan kegiatan olah raga. Semua bisa berpartisipasi mulai dari kelas 10-12. Ya, karna jam istirahat di sekolahnya ini terbilang lama namun hanya satu kali. Berbeda dengan SMP ada dua kali istirahat namun dengan durasi sebentar.
Kenapa Intan tak mengikuti ritual yang dilakukan Ifa? Pertama, Intan tak mau menonton cogan atau apalah itu yang dimaksud oleh Ifa. Kedua, banyak cogan-cogan itu juga ada kakak kelas. Tau lah, Intan anti sekali dekat dengan kakak kelas terlebih pria apapun alasannya. Dan ketiga dan yang paling penting, Intan tak mau telinganya rusak karna harus mendengar teriakan histeris para gadis yang tentu saja dengan setia berdiri memberikan semangat untuk para idolanya, termasuk Ifa tentu saja.
"Aahh ... Permainannya uda mulai. Tan-Intan, coba liat deh ada surga didepan mata masa kamu gak mau lihat?! Ayolah ..." Bujuk Ifa sembari menarik tangan Intan untuk mendekat ke arah tepi lapangan yang penuh dengan gadis-gadis itu.
"Gak mau ih, lepasin!" Tolak Intan sembari menarik tangannya dari cengkraman Ifa.
"Coba liat dulu ... Ku kenalin tuh jagoan aku kak Bayu dia manis banget kan, kyaa!! Senyumnya buat leleh deh ... Dan itu disana, itu kak Set ..."
"Stop! Aku gak tertarik Ifa. Aku sudah jelasin berulang kali, ok. Aku gak suka apapun yang berhubungan dengan kakak kelas. Apalagi pria! Kamu nikmati aja mereka sendiri. Aku gak mau!" Seru Intan marah. Lalu, ia pun berlalu pergi meninggalkan Intan.
Ifa sebenarnya merasa tak enak hati melihat Intan marah seperti itu. Tapi, tontonan menarik juga sayang kalau harus dilewatkan. Nanti sajalah minta maafnya, lagian Intan gak bakal betah marah lama-lama. Cukup belikan coklat uda baik lagi. Hehe.
Ifa pun memilih kembali bergabung dengan gadis-gadis yang sudah heboh berteriak histeris mendukung jagoannya.
"Padahal aku mau menunjukkan pada Intan tentang kak Setya. Dia yang paling tampan nih di club basket ... Tapi, buat aku itu ketinggian. Kak Bayu aja ok deh, gak kalah ganteng. Hehe." Gumam Ifa menatap Setya dan Bayu di lapangan basket. Dari beberapa olah raga yang ada, Ifa memilih melihat basket, karna cogannya lebih banyak tentu saja.
Saat Intan berlalu pergi sebelumnya, ternyata hal itu dilihat oleh Setya. Setya menatap kepergian Intan dengan tatapan kecewa dan sedih.
Aku merubah diriku menjadi seperti ini, agar kamu bisa melihatku ...
Namun, jika cara seperti ini tak mampu membuatmu melihatku, aku rela melepaskan semuanya ...
Intan terus berjalan dengan kesal meninggalkan keramaian itu. Ia terus berjalan dan menuju tempat favoritnya di sekolah barunya ini. Ia baru menemukan tempat ini setelah berkeliling seorang diri saat pertama kali Ifa mengabaikan Intan untuk menjalani ritualnya.
"Huh, dasar Ifa gak ngertiin aku banget. Uda dibilangin aku gak mau dan gak suka masih aja ngotot. Apa juga sih bagusnya mereka?! Palingan juga sama aja. Cowok selalu gitu kan, pasti yang dikejar yang bening mulu. Huh! Semakin aku pikir, semakin emosi rasanya!" Gerutu Intan sepanjang perjalanan.
Akhirnya, Intan sampai juga ditempat favoritnya. Yaitu, taman belakang. Atau bisa disebut seperti hutan mini dalam sekolah. Ya, memang lahan sekolahnya ini sangat luas, gak salah sih jadi sekolah favorit.
Banyak bangku-bangku kosong juga disini dan yang jelas teduh karna pohonnya besar-besar, angin sepoi-sepoi dan yang paling utama adalah sepi, jadi tenang. Gak salah deh, kalau jadi tempat favoritnya Intan.
Intan, memilih duduk disalah satu bangku kayu dibawah pohon besar. Bangku itu sudah lengkap dengan meja juga, jadi makin betah deh buat Intan.
"Huh ... Akhirnya aku bisa bernafas kembali." Ucap Intan pelan, menikmati angin semilir yang menerbangkan beberapa daun disana.
"Kenapa ya, tempat sebagus ini gak ada yang datengin. Mereka, malah milih teriak-teriak gak jelas kayak gitu. Gak habis pikir aku!" Gumam Intan menatap sekelilingnya yang benar-benar sepi.
Intan menyandarkan kepalanya pada meja kayu didepannya, memejamkan mata menikmati waktu sendirinya.
"Sekolah ini sangat bagus, gak salah kalau jadi favorit dan incaran banyak murid. Pantas saja dulu kak Bagas mau masuk sini. Gak nyangka saja, ternyata aku malah masuk sini ... Gimana ya, kalau kak Bagas juga masuk kesini?" Ucap Intan lirih tanpa sadar matanya mulai memanas dan ia hampir menangis.
"Aish! Aku bicara apa sih?! Sudah gila ya kamu Intan! Kenapa kamu mikirin dan ngebayangin hal kayak gitu?! Sadar Tan!!" Teriak Intan pada dirinya sendiri. Ia tak tahu, bahwa ia sangat lemah. Sudah setahun berlalu namun, ia masih saja terjebak didalam lingkaran yang sama.
"Ingat Intan, kamu gak boleh lupa ... Bahwa ... Bahwa, semua telah berakhir ..." Ucap Intan lirih, kali ini sukses membuat air matanya kembali jatuh.
Ya, selalu seperti ini. Intan, masih sangat rapuh ketika diingatkan dengan masa lalunya. Ia bisa menjadi secengeng ini. Dia masih terus membiarkan dirinya terkurung dalam kenangan masa lalunya.
Ifa, menyadari hal ini. Maka dari itu, ia ingin Intan melihat dunia luar, membuka hatinya lagi. Agar Intan bisa keluar dari jeratan masa lalu itu. Namun, Intan seakan membangun pintu besi yang sangat susah untuk ditembus.
Sudah berapa pria yang mencoba mengajak Intan pacaran sebelumnya, setelah kejadian penolakan Bagas dulu. Namun, Intan menolak semuanya. Bahkan, sekarang jauh lebih parah. Ia sudah memasang pembatas bahkan ketika seorang pria baru ingin mendekatinya. Akhirnya, dengan sendirinya para pria itu pergi menjauh.
.
.
"Aku udahan, lanjutkan sendiri ya ..." Ucap Setya kemudian berlalu pergi meninggalkan lapangan basket.
"Hey, mau kemana?!" Teriak Bayu yang bingung melihat Setya tiba-tiba pergi ditengah permainan. Untung saja, ada pemain pengganti yang bisa menggantikan posisinya.
"Kak Setya mau kemana ya?"
"Iya, dia terlihat buru-buru. Kira-kira kemana ya?"
Bisik-bisik para siswi yang bingung melihat kepergian Setya tiba-tiba.
"Kak Setya, mau kemana ya?" Gumam Ifa yang tak kalah bingung melihat kepergian Setya.
Sedangkan, Setya orang yang tengah menjadi topik panas itu tengah berlari menyusuri setiap sudut sekolah mencari keberadaan Intan. Ia mencari di tempat-tempat yang berpotensi didatangi oleh Intan. Sampai, akhirnya ia terpikir untuk ke taman belakang.
Sesampainya Setya disana, ia mengedarkan pandangan mencari Intan. Sampai matanya menangkap sosok seorang gadis berkuncir kuda yang tengah duduk di salah satu bangku dibawah pohon besar.
Awalnya, Setya tersenyum karna sudah menemukan Intan, namun senyum itu menghilang saat ia melihat Intan tengah mengusap matanya. Saat Setya perhatikan lagi dengan seksama ternyata Intan tengah menangis sekarang.
Kamu masih selalu menangis seorang diri seperti ini? Apakah masa lalumu itu yang membuatmu menangis seperti ini lagi?!
Setya mengepalkan tangan untuk menahan emosinya. Ia tak terima jika harus melihat Intan menangis seperti itu, terlebih itu karna orang lain yang selama ini selalu diperhatikan Intan namun orang itu sendiri sama sekali tak memperhatikannya.
Setya terus menatap Intan dari jauh. Ia menemani Intan walau dari jauh. Sebenarnya, ia ingin mendekat hanya saja ia yakin jika ia mendekat saat ini, Intan akan merasa tak nyaman. Namun, Setya juga tak ingin membiarkan Intan menangis seorang diri. Ia ingin membuat Intan tersenyum. Sampai ..
"Mbak, saya boleh minta tolong berikan tissu ini pada gadis disana?" Tanya Setya sopan pada cleaning service yang kebetulan lewat.
"Oh, boleh mas. Tapi kenapa gak masnya aja sendiri. Sekalian dideketin mas." Goda mbak CS.
"Gak mbak, nanti saja. Saya sudah punya rencana sendiri buat deketin dia. Jangan bilang-bilang kalau dari saya ya mbak." Pinta Setya setengah memohon.
"Baik, saya bantu untuk mas ganteng." Ujar mbak CS cengengesan.
"Hehe. Terima kasih loh mbak." Ucap Setya sambil tersenyum ramah.
Kemudian, mbak CS tersebut berjalan mendekati Intan yang masih menangis.
"Mbak, ini ada tissu. Jangan sedih terus mbak, kadang kita gatau ketika kita bersedih orang-orang yang sayang sama kita bisa ikutan sedih loh mbak." Ucap mbak CS menasehati.
"Oh ... Makasih mbak." Jawab Intan canggung.
"Ini bukan dari saya mbak. Tapi, dari orang yang mencemaskan mbaknya karna dia terlalu sayang sama mbak. Sorot matanya kelihatan sedih liat mbak nangis sendiri seperti ini." Ucap mbak CS mengingat Setya.
"Huh, siapa mbak?" Tanya Intan bingung.
"Hehe ... Rahasia dong mbak, kalau mbaknya mau tau, mbak harus lebih peka jangan sedih-sedih mulu." Ucap mbak CS, kemudian berlalu pergi meninggalkan Intan yang masih kebingungan.
.
.
"Beres mas. Saya juga bantu bilang ke mbaknya buat lebih peka dan gak sedih-sedih mulu." Lapor mbak CS pada Setya.
"Makasih loh mbak." Ucap Setya tulus.
Setya kembali menatap Intan yang masih terlihat bingung dengan pemberian tissu yang tiba-tiba itu. Namun, tak urung ia kenakan juga tissu itu.
"Siapa ya yang memberikan tissu ini? Orang yang mencemaskanku karna terlalu menyayangiku? Siapa? Ahh ... Pasti Ifa." Gumam Intan, kemudian ia tersenyum kecil dibuatnya.
.
.
.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Sis Fauzi
oke lanjuuuut
2021-04-10
1
Dhina ♑
#132
2021-03-19
1
Ragillia Widhayanti
intan bener sebaiknya gak usah pacaran deh masih dibawah umur n labil,,,,klo patah jadinya gini susah move on
2021-03-03
1