"Dok ... Dokter!! Tolong!! Cepat tolong dia!!" Teriak Setya begitu memasuki UKS membuat dokter jaga terkejut.
"Tidurkan dia kesana." Perintah dokter jaga pada Setya, sembari menunjuk tempat tidur di dalam UKS itu.
Dengan hati-hati Setya membaringkan Intan yang masih pingsan. Kemudian, ia menggenggam tangan Intan ketika dokter jaga mulai memeriksa Intan.
"Jelaskan, kenapa dia bisa pingsan?" Tanya dokter sembari memeriksa keadaan Intan.
"Dia terkena bola basket dibagian kepala." Jawab Setya cemas menatap Intan yang masih tak sadarkan diri.
Mendengar jawaban Setya, dokter menatapnya seolah bertanya dalam hati 'Apakah karna itu, dia berteriak-teriak begitu heboh seperti tadi?!' , sedangkan Setya sama sekali tak memperdulikan itu dan masih terus menatap Intan dengan cemas. Dokter pun hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepala pelan.
"Dasar anak muda." Gumamnya pelan.
"Gimana dok, bagaimana kondisinya?" Tanya Setya menatap sang dokter dengan tatapan cemas.
"Dia tak apa. Hanya terkejut saat bola itu mengenainya. Sebentar lagi dia juga akan bangun." Ucap dokter mulai beranjak dari tempatnya.
"Sungguh dok? Bola tadi sangat kencang saat mengenai kepalanya. Apakah tidak perlu kita melakukan CT scan?" Tanya Setya mengusulkan.
"Tidak perlu. Sebentar lagi dia juga akan bangun." Ucap sang dokter meyakinkan Setya.
Akhirnya, Setya membiarkan sang dokter pergi dan ia kembali menatap Intan dengan cemas. Ia benar-benar hanya terfokus pada Intan dan mengabaikan sekitarnya. Bahkan, ia melupakan Ifa yang sedari tadi mengamatinya dengan bingung.
"Kak Setya?" Panggil Ifa pelan.
Mendengar panggilan Ifa, barulah Setya tersadar bahwa ada Ifa diruangan itu. Dan sekarang Ifa sedang menatapnya bingung. Tentu saja bingung, bagaimana tidak? Bagaimana bisa orang asing yang gak dikenal bertingkah sangat berlebihan seperti dirinya saat ini?!
Dengan cepat, Setya melepaskan genggaman tangannya dari Intan, berharap bahwa Ifa tak melihatnya.
Namun, tentu saja tindakannya itu sudah dilihat Ifa dari tadi. Dan saat ini Setya dapat melihat Ifa semakin mengerutkan keningnya, terlihat jelas Ifa tengah berpikir keras untuk mencerna apa yang baru saja ia lihat. Saat Setya hendak menjelaskan pada Ifa, disaat bersamaan Intan mulai sadar dan Setya kembali fokus pada Intan.
"Aahh ..." Rintih Intan pelan sambil memegangi kepalanya yang masih berdenyut setelah terkena bola basket sebelumnya.
"Kamu sudah sadar? Bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" Pertanyaan beruntun dilontarkan oleh Setya, ia tak lagi memikirkan untuk menyembunyikan rasa cemasnya.
Dokter jaga yang mengamati itu dari sudut ruangan di mejanya terus menggelengkan kepala melihat tingkah Setya.
"Dia akan semakin pusing, kalau baru sadar langsung kamu serbu dengan berbagai pertanyaan itu." Seru dokter tak lagi bisa menahan rasa gemasnya.
Setya pun menoleh pada sang dokter dengan senyum canggung.
"Maaf" Jawab Setya, sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ifa juga terus memperhatikan tingkah Setya yang tak biasa, berbagai macam kesimpulan sedang menari-nari dibenak Ifa. Namun, ia masih memilih diam.
"Ifa, apa yang terjadi?" Tanya Intan pelan sambil berusaha mengubah posisinya menjadi duduk.
"Jangan banyak bergerak dulu, kamu baru sadar!" Seru Setya memotong, ia menahan bahu Intan agar tetap dalam posisi tidur.
Disaat itulah Intan baru menyadari adanya Setya. Ia menatap Setya dengan bingung, namun mengingat tangan Setya yang masih menahan bahunya membuat Intan merasa tak nyaman. Intan pun menggerakkan tubuhnya sebagai tanda ia tak nyaman dengan sentuhan Setya. Setya yang menyadari ketidak nyamanan Intan, segera mengangkat tangannya.
"Siapa?!" Tanya Intan tajam.
"Ak ..."
"Dia kak Setya, tadi kamu terkena bola basket saat kak Setya dan teman-temannya sedang bermain. Dia tadi yang mengantarkanmu ke sini." Ucap Ifa memotong perkataan Setya.
"Lalu untuk apa dia terus disini?" Tanya Intan sekali lagi, nada bicaranya sangat jelas menunjukkan ketidak sukaan.
"Aku mencemaskanmu, karna kamu pingsan atas kesalahan permainan kami yang kurang hati-hati." Jawab Setya merasa bersalah.
"Oh, itu tidak sengaja bukan? Aku sudah bangun. Terima kasih sudah mencemaskanku. Kakak tak perlu berlama-lama disini." Ucap Intan acuh.
"Intan, kamu jangan begitu ..." Seru Ifa mengingatkan.
"Aku kenapa? Kenyataanya aku sudah tidak apa-apa.
Lalu untuk apa dia tetap disini?!" Tanya Intan dengan nada tajam.
Mendengar itu Setya terlihat sedih, walau ia mencoba untuk tidak memperlihatkannya namun sorot matanya yang meredup jelas menunjukkan kesedihannya. Keberadaannya sama sekali tak dianggap oleh Intan dan bahkan membuat Intan tak nyaman.
"Kamu benar. Aku akan pergi sekarang. Sekali lagi, aku mewakili teman-temanku mengucapkan maaf padamu." Ucap Setya sebelum ia berlalu pergi.
Dokter jaga yang mendengar perdebatan itu hanya bisa kembali menggelengkan kepala entah untuk keberapa kali. Ia memandang iba Setya yang berjalan perlahan meninggalkan UKS.
"Kamu kenapa sih? Bisa baik sedikit tidak dengan orang yang sudah menolongmu?!" Seru Ifa kesal.
"Dia menolongku kan juga karna sudah membuatku celaka. Anggap saja impas." Jawab Intan acuh.
"Bukan dia yang membuatmu celaka, tapi temannya. Dia sangat tulus mengantarkanmu kesini." Ucap Ifa menjelaskan.
"Oh ..."
Ifa hanya bisa menghembuskan nafas kasar melihat tingkah sahabatnya itu. Sebenci itu Intan dengan kakak kelas terlebih pria, sampai ia anggap semua sama rata, bahwa kakak kelas akan menyakitinya, hingga ia sama sekali tak ingin berhubungan dengan kakak kelas ataupun pria bagaimanapun caranya.
"Aku tidak akan bosan mengatakan ini padamu Intan. Tiap orang itu tak sama. Bukan berarti ketika kamu pernah mengalami trauma disakitin oleh satu orang, maka orang lain akan melakukan hal yang sama. Sama seperti kak Setya. Dia bukan kak Bagas yang akan menyakitimu. Kamu bahkan belum mengenalnya, tapi langsung kamu cap dia sebagai pria yang buruk. Apakah itu adil baginya?!"
Intan tak menjawab dan hanya menunduk. Ia tahu semua yang dikatakan oleh Ifa memang benar. Tapi, ia terlalu takut untuk mengakuinya. Ia takut akan jatuh dilubang yang sama.
"Benar yang dikatakan temanmu padamu. Saya bisa melihat ketulusan di mata siswa tadi. Begini-begini saya dulu pernah belajar psikologi." Ucap dokter menambahi.
Intan masih diam tak merespon. Kata-kata Ifa dan dokter sedikit bisa membuat hatinya merasa tak nyaman. Ada rasa bersalah disana mengingat sikap kasarnya pada orang yang sudah menolongnya.
"Terima kasih. Aku ingin kembali ke kelas." Ucap Intan sembari beranjak dari tempat tidur. Ifa yang masih sedikit kesal tak urung tetap membantu Intan. Bagaimanapun, ia tak bisa menghakimi perasaan Intan. Karna, seberapa menyakitkan dan kekecewaan Intan, hanya Intanlah yang tahu.
Ifa membantu memapah Intan perlahan menuju kelas. Karna bel masuk sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Tanpa mereka sadari, Setya masih berada diluar UKS dan mendengarkan semua obrolan tadi. Ia menatap punggung Intan yang mulai menjauh dengan sedih.
"Sampai kapan kamu akan mengurung dirimu dalam masa lalumu yang menyakitkan itu? Tidak bisakah kamu mulai melihatku?" Ucap Setya lirih.
"Itu gadis yang mampu membuat hatimu tergerak bukan?" Tebak Bayu yang tiba-tiba sudah ada di samping Setya. Setya menganggguk mengiyakan.
"Tapi kelihatannya dia tidak menyukaimu?" Tanya Bayu lagi.
"Ya. Karna dia masih terbelenggu dalam masa lalunya." Jawab Setya pelan.
"Hm, lalu apa yang akan kau lakukan? Menyerah semudah ini?" Tanya Bayu serius.
"Tentu saja tidak. Sudah sangat lama aku menantikan hari dimana aku bisa mendekatinya seperti ini. Aku tak kan melepaskannya lagi." Jawab Setya yakin.
"Aku akan membantumu sibasaku. Katakan saja, jika kau membutuhkan bantuanku." Jawab Bayu sambil menepuk bahu Setya.
"Ya. Terima kasih." Jawab Setya tulus.
.
.
Intan dan Ifa kembali saat pelajaran sudah dimulai. Setelah menjelaskan alasan kenapa terlambat, akhirnya Intan dan Ifa dipersilahkan masuk kedalam kelas. Dapat Intan lihat tatapan iri dari teman-teman perempuan di kelasnya.
"Ada apa dengan mereka?" Gumam Intan bingung.
"Tentu mereka iri padamu. Karna, kamu baru saja digendong oleh pria yang mereka idolakan." Ucap Ifa menjawab kebingungan Intan.
Intan hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Ingatan akan pembullyan di SMP dulu kembali terngiang dibenaknya yang seketika membuat kepalanya kembali berdenyut.
"Aku yang akan menulis dipapan, kamu istirahatlah." Ucap Toni pada Intan.
"Oh ya, terima kasih." Jawab Intan tulus.
"Kamu gak apa-apa?" Tanya Ifa cemas melihat Intan mengernyit.
"Aku baik-baik saja." Jawab Intan dengan senyum samar.
Semua kejadian itu adalah peristiwa masa lalu ..
Tak perlu dipikirkan lagi.!!!
Kamu harus melangkah maju Intan!!!
.
.
.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Neti Jalia
10 like dariku ya,dukung jg karyamu
*hujan dibalik punggung
*suamiku ceo ganas
2021-04-23
1
Yoo_Rachel
boom like 5 yah Kakak
2021-04-17
1
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
aku mampir 2 bab dilu ya kak
salamndari dokter tampan dan putri mafia👋😃
2021-04-16
1