Clang!
Aku langsung mengambil kopi kaleng hangat yang baru kubeli dari mesin jual otomatis.
Benda itu unik, dapat menyediakan minuman dalam kondisi hangat; dingin; suhu normal.
Aku membuka minuman kaleng tersebut dan mulai meneguknya beberapa kali, tetapi apa alasan awal aku suka minuman ini ....
"Red, apa anak itu akan baik-baik saja?"
Aku terdiam sesaat dan membiarkan mulut kaleng minuman masih menyentuh bibir.
Pertanyaan itu membuatku teringat kejadian 2 hari yang lalu ... Time Stop.
Semenjak tiba di dunia ini, itulah pertama kali melihat seperti apa Ultimate Skill milik Soul Dancer. Sebelumnya hanya mendengar dari rumor atau kabar belaka. Tidak kusangka ....
Aku melirik ke arah Fate. "Hmm. Seharusnya baik-baik saja, kita sudah membunuh Elite yang mengendalikannya."
"Baiklah."
Fate menundukkan kepala, sepertinya ingin kita memeriksa keadaan mereka demi memastikan hal tersebut.
Sementara mengenai Skill Time Lock akan kusimpan sendiri.
Meneguk kopi hangat hingga habis untuk membantu berpikir, aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan kepada gadis ini jika tahu hal tersebut.
Setidaknya sampai ingatan dia kembali dan bisa bertemu dengan Sen, aku akan menjaganya.
Sejujurnya sosok Fate sedikit misterius, tetapi dengannya entah mengapa aku merasa ... hangat. Terlebih banyak melakukan aktivitas berdua yang tak pernah bisa aku lakukan, itu sedikit menyenangkan.
Aku membuang kaleng kosong ke tempat sampah khusus daur ulang yang tak jauh dari kami dan berkata, "Kalau siang ini kamu senggang, kita bisa ke pohon waktu itu. Siapa tahu dia di sana."
Fate mengangguk dan kami pergi ke tempat yang dituju. Namun, ketika berjalan santai di akademi, terdengar seseorang berteriak ke arah kami.
Awalnya aku tidak peduli, siapa tahu bukan memanggilku ataupun Fate. Hingga suaranya mengeras dan terasa tepat berada di belakang kami.
Fate yang menoleh pertama kali dan aku mengikuti.
Ah, siswa waktu itu.
"Haaah, kalian ...." Dia tampak terengah-engah, sepertinya karena berlari menghampiri kami.
Aku sedikit merasa tak enak tidak langsung merespons. "Atur napasmu dulu."
Namun, dia justru menggeleng dan berusaha sekuat tenaga untuk berkata, "Adikku! Adikku sembuh sekarang, terima kasih! Apa yang kalian lakukan? Ah, apa pun itu yang penting dia sembuh! Sekarang adikku ingin bertemu kalian, kalau kalian tidak keberatan."
Aku menoleh ke arah Fate dan dia membalas tatap.
"Tentu kami tidak keberatan," jawabku.
...****************...
Antara sudah terbiasa atau tidak, melakukan teleportasi tak menyenangkan; sungguh tak nyaman.
Saat aku membuka mata, sudah kembali ke gua remang-remang, tempat mereka bersembunyi.
Gadis kecil langsung berlari menghampiri kami.
Semburat merah di pipi terlihat jelas, sangat lugu tanpa pengaruh dari hibrida waktu itu.
Dengan gelagat bahagia, dia memeluk Fate dan Fate mengelus kepalanya lembut. Melihat ini aku merasa kehangatan dalam dada.
"Terima kasih! Kalian sudah menyelamatkan kami, terima kasih banyak!"
Sang siswa justru menjabat telapak kananku sangat cepat menggunakan kedua tangan, bahkan mata sedikit berkaca-kaca.
Aku tidak tahu harus merespons apa, hanya tersenyum canggung sembari mengelus tengkuk menggunakan tangan yang lain.
"Karena kalian sudah jauh lebih baik, mari kami antar pulang," ucap Fate halus seraya menepuk kepala si gadis kecil.
Namun, gadis kecil justru memeluk Fate makin erat dan membenamkan kepala dalam rangkulan. "Tidak! Tidak mau! Mereka membenciku ...."
"Tak usah takut, kami akan urus ini dan berusaha menjelaskannya pada orang tua kalian," tegasku meyakinkan.
Mereka hanya terdiam.
Fate mulai berjongkok, menyamakan tinggi dengan si gadis kecil. Tampaknya mencoba memberi semangat, lagi pula tak bagus tinggal di gua seperti ini.
Tidak ada peralatan yang cukup untuk bertahan hidup terlebih mereka kesulitan mencari makan.
Sang siswa wajib tinggal dalam akademi, tetapi tidak dengan si gadis kecil, aku juga ragu kalau orang tua mereka pengguna dragonic.
"Boleh saya minta alamat rumah kalian?" tanyaku pada sang siswa.
"Sebenarnya masih di Kota Eyphis, aku akan berikan alamatnya ke Heart Core kalian."
Aku menangguk mengerti, memberikan isyarat lainnya kepada Fate untuk pergi.
...****************...
Kami kembali ke akademi sebab sama sekali tidak bisa melakukan teleportasi di Eyphis, karena kota ini tempat di mana akademi berada, sehingga wajib melakukan perjalanan selayaknya manusia biasa agar tidak terlalu mencolok.
Lantas aku menjatuhkan Heart Core dan benda itu beresonan. Besi-besi dan kotakan holografi muncul dari kristal hitam hingga menampilkan figur motor besar corak merah hitam.
Aku mulai mengendarai motor dan memanaskan mesin. Fate duduk di belakang. Aku sudah terbiasa dengan ini ... atau tidak.
Ah, jantungku kebali berdebar.
Aku sedikit menggeleng, harus fokus.
Aku menatap sesaat ke layar hologram berbentuk sayap di bagian kemudi, memberikan tanda alamat rumah yang siwa itu berikan pada layar peta.
Akhirnya kami menelusuri jalan.
Kota tampak sibuk siang ini; lalu lalang mobil sedikit lambat; bus tingkat dengan iklan hologram di bagian badan begitu mencolok.
Akhirnya kami memasuki jalan sempit dan menelusuri tiap belokan dari perumahan. Kami hampir sampai.
Aku menghentikan motor ketika melihat sosok wanita berdiri di teras rumah yang kami tuju. Mungkin itu ibu mereka.
Tak lama sosok pria datang, terlihat kesal.
Fate menuruni motor dan mengendap-endap, mendekati rumah itu yang jaraknya satu blok dari kami.
Sedangkan aku mengambil kembali Heart Core yang sudah kembali ke bentuk semula, untungnya perumahan ini sedikit sepi.
Tanpa memakan waktu aku menghampiri mereka. Sebaliknya, Fate masih mengawasi di kejauhan.
"Aku merindukan anak kita."
Samar-samar terdengar percakapan mereka. Ternyata benar mereka orang tua sang siswa.
"Dia akan sembuh, pasti! Ayo masuk, untuk apa di luar terus?"
Sampai tiba di dekat mereka, aku berkata, "Em, permisi ...."
Sang bapak yang meresponsku. "Siapa kamu?"
"Anak kalian sudah jauh lebih baik, kalian bisa membawanya pulang sekarang."
Tidak sesuai dugaan, dia ... sangat marah.
"Kamu?! Seriuslah! Aku sudah mencari banyak dokter, tapi tak ada yang bisa menyembuhkannya! Lihat tanganku, ia menggigitku! Lalu kamu, memangnya kamu siapa?!"
"Itu benar, Pak! Tolong percayalah," balasku meyakinkan.
"Cepat pergi!"
Mereka langsung masuk ke dalam rumah dan membanting pintu.
Ah ... bujukannya gagal?
Mendadak terasa baju belakang ditarik, aku menoleh---ah, Fate.
Di tangannya ada potongan koran. Tunggu, dari mana dia mendapatkan itu?
"Pagi tanggal 04/10, polisi mendapatkan panggilan darurat dari pasangan orang tua, tentang anak perempuan mereka yang berumur 5 tahun mencoba memakan dirinya sendiri hidup-hidup. Diduga terkena Hypochondria, rentan hilang kendali dan bisa menyerang orang. Jika kamu mencoba menjelaskan mengenai para hibrida, mereka tidak akan percaya," jelas Fate menjabarkan isi koran tersebut.
Sesuai dugaan, mereka hanya warga sipil biasa dan banyak orang tidak mengetahui bahwa naga masih berkeliaran di muka bumi.
Mereka telah melupakan sejarah bahwa dulu King berkuasa.
Tidak ada pilihan lain, kita harus menghapus ingatan mereka. Ternyata menghapus ingatan cukup berguna di keadaan seperti ini dan aku perlu meminta izin EVE untuk perihal tersebut terbilang ini masalah pribadi, bukan keperluan misi.
"Fate, panggil mereka untuk segera pulang."
"Eh? Tapi mereka tidak akan percaya ...."
"Kita hapus ingatannya," tegasku.
Matanya memandangku serius. "Kau yakin? Siswa itu dan adiknya juga akan lupa tentang kita."
Aku terdiam, kemudian mengukir senyum simpul. "Itu lebih baik daripada kehilangan keluarga mereka."
Fate tersenyum samar dan melakukan apa yang kuminta. Sembari menunggu, aku juga mengurus perizinan mengenai penghapusan ingatan.
Cukup memakan waktu hingga sang siswa dan adiknya mendatangi kami.
Aku meminta mereka berdua untuk pulang. Awalnya mereka ragu, tetapi Fate berhasil meyakinkan.
Mereka tampak takut, aku pun menemani mereka untuk pulang.
Sang siswa mengetuk pintu, ayah mereka kembali keluar. "Kakak? Beraninya kamu membawa adikmu keluar dari rumah sakit! Di sana satu-satunya tempat dia bisa sembuh!"
Sang ibu bergegas menghampiri ketika mendengar bentakan dari bapaknya. "Anakku? Oh, anak-anakku!"
Ibu yang begitu merindukan anaknya; bapak yang terlalu khawatir, satu keluarga berkumpul.
Aku sedikit melangkah mundur ketika bapak mereka menyadari kehadiranku. "Kamu lagi! Pasti kamu yang membawa mereka! Cepat pergi atau aku panggilan polis---"
Bang!
Seperti efek Flash Bang. Saat kulempar, Heart Core berkedip menyilaukan sekali dan terdengar dengungan yang begitu menusuk telinga.
Tentu aku sudah menghindar jauh, melonjak ke atas dahan pohon kukuh tak jauh dari sana.
Tak lama, kristal hitam tersebut melayang dan kembali ke tanganku.
"Waktunya kalian menempuh hidup baru."
Menuruni pohon, aku berjalan mendekati Fate yang sudah bersandar di tiang listrik. Samar-samar aku bisa mendengar obrolan mereka dari kejauhan.
"Huh, apa yang terjadi?"
"Kenapa kita di luar rumah? Oh, membeli daging panggang!"
"Iya, Papah! Ayo kita ...."
Meski mereka tidak ingat kami, seperti ini cukup. Aku merasa senang.
Sampai jarakku hampir dekat dengan Fate, aku berkata, "Tak disangka bisa seserius ini masalahnya. Sekilas, ia seperti orang susah biasa."
"Aku bisa merasakan ada kejanggalan. Begitu pula denganmu, Red, aku bisa merasakan kamu berbeda," balasnya yang membuat sebelah alisku berkedut.
Sejak pertama bertemu, Fate terus mengatakan hal itu. Aku tidak berkomentar karena bingung maksudnya apa.
"Pilihanmu bagus. Kita akan mengalami berbagai macam hal dalam kehidupan, bahkan yang menyakitkan sekali pun. Tapi jangan benci dunia ini karena kau menderita. Suatu saat, pasti akan ada orang yang tulus menolongmu tanpa kau duga-duga," lanjutnya yang membuatku terdiam, cukup lama.
Aku tidak mengerti maksud ucapannya, tetapi dalam dada terasa seperti---heh, aku tak paham.
'Menarik.'
Seketika napasku terasa sesak ketika mendengar bisikan lagi.
Aku takut.
Sangat takut.
Dulu ketika mendengar bisikan, a-aku membunuhnya.
Ingatan itu kembali terbesit dalam kepala.
Bagaikan serpihan memori yang rusak, aku melihat ia---ah, aku tidak bermaksud melakukan itu. Darah ... ia mati. Mati. Orang-orang pun mati.
Spontan aku mencengkeram leher. Erat. Semakin kuat hingga napas terputus-putus.
Maaf. Maaf. Maaf---
"Kau baik-baik saja?"
Tanpa sadar Fate telah menyentuh kedua pipiku. Sontak aku tertegun.
Aku ... tidak mau ini!
Tanpa pikir panjang aku langsung berlari tanpa arah.
Maaf.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
John Singgih
kenangan buruk yang datang lagi
2022-05-28
0
☠️ghostring☠️
kmen
2021-11-01
0
☞︎︎︎🥨🥨🥨☜︎︎︎
maaf trs
2021-10-29
0