Tidak! A-apa yang terjadi? Kenapa badannya tidak bergerak lagi?!
Merah itu tak henti keluar.
Jadi, apa yang harus aku lakukan? Mereka melakukan ini kepadaku bukan? Tetapi ketika aku melakukan hal yang sama, mereka ... mati.
Tidak sepertiku, manusia begitu rapuh dan aku menangis di depan mereka yang terbujur kaku.
Manusia lainnya mengejarku, sontak aku berlari---ah, jangan jambak aku, hentikan!
Aku tak mampu mengendalikan diri, aku takut pada kalian!
Dan tanpa sadar, dalam satu kedipan mata, cairan merah memercik ke pakaianku yang hitam. Sejak kapan, aku hitam seperti ini? Akhirnya, kulihat mereka meregang nyawa.
Ini tidak benar.
Berhenti mendekatiku! Jika tidak, kalian akan---
... Maafkan aku.
Menangis. Menangis. Air mataku mengering.
Rasanya jiwaku mati tapi aku hidup; terus merasakan pedih abadi.
Aku tidak pernah mengharapkan ini semua.
Seandainya tidak keluar dari tempat itu--kurunganku--pasti tak akan berakhir seperti ini.
Lebih baik membuat kurungan sendiri. Ya, itu lebih baik.
Setelah semua kekacauan itu, akhirnya aku pergi. Melangkah gontai ditemani dingin yang membebani kelopak mata.
Aku lelah.
...****************...
Waktu lama berlalu, umur bertambah tetapi ragaku tidak menua.
Tak peduli, aku terus saja melangkah dan ... menemukan tempat sepi dalam hutan.
Sunyi; terpencil, di mana suara kicauan burung tidak terdengar. Tempat yang benar-benar aku inginkan.
Akhirnya, bisa mengurung diri.
Di saat ingin memejamkan mata dan mengunci diri dalam kesunyian, mendadak terdengar suara manusia.
"Kau sendirian juga?"
Tiba-tiba seorang perempuan muncul tepat di sampingku.
Dari mana? Sejak kapan ada di situ? Apa yang diinginkannya? Aku tak paham, sama sekali tidak mengerti.
Banyak tempat sudah aku kunjungi; banyak hal yang telah kulakukan, tapi selalu menghindari manusia. Sebisa mungkin jangan berurusan dengan mereka dan lakukan tugas sesegera mungkin. Jika tidak, akan terjadi seperti ini--ada yang mengikutiku.
Namun, lebih baik kembali memejamkan mata.
Jangan pedulikan ia.
"Jika kau kesepian, tidak apa-apakan aku duduk denganmu?"
Aku terkejut, jantung juga berdebar. Sungguh.
Aku membuka mata dan menoleh ke asal suara ... masih di situ?
Kukira sudah lama waktu berlalu tetapi perempuan itu setia duduk di sampingku?
Apa yang ingin ia lakukan? Aku tidak mengerti, tapi tak seperti para manusia yang berwajah seram, perempuan ini hangat, terutama dengan tawa dan rambut panjang jatuh perlahan seiring pergerakan.
Huh?
Kenapa ia tertawa? Apakah ada yang lucu? Aku tak paham jalan pikirnya.
"Maukah kau hidup denganku?"
Ia mencondongkan badannya padaku seiringan pertanyaan itu ia lontarkan, tapi a-aku tak mengerti maksudnya apa.
Pergerakannya juga selalu tiba-tiba. Aku terkejut, berkali-kali.
Bahkan para burung di sekitar ikut beterbangan. Bulu mereka melayang di udara, sedikit mengkilap sebab sorot matahari.
Iya, aku memalingkan muka karena ... ia dekat sekali, wajahnya.
Aku sedikit melirik, tapi lebih baik memandang langit yang sama biru seperti matanya.
Seketika ia menyentuh tanganku, sontak jantung berdebar semakin kencang. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, mungkin aku ketakutan? Bisa jadi.
Belum pernah diperlakukan seperti ini, terutama diberi pertanyaan semacam itu.
Cepat aku melompat mundur, menjauhinya. "Aku akan hidup dengan diriku sendiri. Pergilah, dan tinggalkan aku sendiri."
...****************...
Secepat apa aku berlari; sejauh apa aku melesat; setinggi apa aku melompat, dia mengekor.
Berkali-kali aku memintanya pergi; berkali-kali ia tersenyum, apa perempuan ini tidak mengerti apa yang aku katakan? Tapi ia merespons ucapanku, tidak mungkin tak paham.
Namun, masih saja sama, mengikutiku. Esoknya dan keesokan hari setelahnya, di hari yang panas; di hari bersalju.
Sebenarnya aku tak merasa terusik. Aku tidak gemetar seperti ketika para manusia mengejarku. Justru berharap ketika menoleh kebelakang, ada dia di sana.
Oh, perasaan apa dalam dadaku ... sesuatu?
Aku berhenti, hujan deras mendadak membasahi tubuh.
Aku mendongak, memandang langit kelam yang mirip sepertiku. Memejamkan mata---tunggu, seketika tidak ada dingin air menyentuh kulit.
Aku kembali membuka mata dan ... apa yang terjadi? Air itu tertahan dan menggenang, di atasku?
"Kau suka hujan? Hujan memberi kehidupan, apa kau mau lihat?"
Lantas aku menoleh ke asal suara.
Ia berdiri di depan, menggenggam kedua tangannya di belakang punggung. Masih sama, bibir merah itu terus mengukir senyum ketika menghadapku.
Perempuan itu yang menghentikan hujan, di atasku? Bagaimana bisa?
Seketika jemari lentiknya merentang tepat ke atas. Sontak aku tertegun---bukan, lebih tepatnya ingin tahu apa yang akan ia lakukan.
Dengan cepat tangannya melaju ke depan, terentang pada hamparan rumput yang membentang dan hal menakjubkan untukku terjadi.
Seiring gerak tangannya, kekelaman langit menghilang; mentari bersinar lembut atas kecantikannya. Hijau mendominasi alas; bunga kecil bermekaran, berwarna sama dalam pelangi membusur atas cakrawala. Air memercik di udara, mengkilap bak gemerlap menghias sekitar.
Apa ini?! Aku ambruk menyaksikannya, tetapi padang rumput ini amat halus seperti kapas.
Seketika semua berwarna. Hitam; putih; kelabu, pandangan enyah menjadi, lembut laksana pelangi.
Terlebih ... perempuan itu sungguh berwarna, melebihi alam ini. Terutama rambutnya yang melambai-lambai lembut tertiup angin. Warna berbeda dari alam, begitu halus seperti senyumnya.
Kemudian ia bersimpuh di depanku. Wangi tubuhnya mendesir karena angin. Harum, mengalahkan para kelopak bermekaran di udara.
Aku seperti ... tidak bisa bergerak. Badan beku tiba-tiba dengan jantung tak henti berdebar-debar.
"Sejujurnya, aku kesepian. Aku tidak suka manusia tapi hidup sendiri itu menyakitkan bukan?"
Menyakitkan, ya ... sakit akan kesepian.
Seketika denyut menusuk jantung mendengar suara lembutnya berucap demikian. Aku menggenggam dada berbalut jubah hitam---ah, mendadak ia memegang tanganku. Hangatnya kulit perlahan menjalar pada jemari dinginku, menghantar rasa nyaman.
Ia kembali mendekat.
Sangat dekat.
Kami bersentuhan.
Ia menyandarkan badan ke dadaku.
A-aku membeku, biasanya selalu bisa melakukan segala hal, tetapi ... kini tak mampu menggerakan badan. Apa yang terjadi? Jantung seperti genderang sekarang, bahkan napas menjadi tak teratur.
Dalam dada, ada perasaan yang tak biasa.
Seperti keinginan ... keinginan untuk apa? Hangat, lalu mekar, apa ini? Bagaimana cara mengungkapkannya? Perasaan ini rumit. Namun, lengannya terus merangkulku; merasakan badannya yang empuk menekanku. Pikirku melayang karenanya.
Aku ... aroma badannya, a-ah ....
Fokusku kembali ketika mendengar suara tangisan.
Apa yang terjadi? Apa aku menyakitinya? Aku menunduk dan memperhatikan ia.
Sekilas, terlihat seperti dulu ketika manusia merusakku; seperti anak burung yang terjatuh, lemah dan tak kuasa.
Pandangan yang menyedihkan.
Mungkin ia juga merasakan apa yang aku rasakan, karena---
"Jangan menangis." Spontan aku membalas pelukannya, ucap pelan pun keluar tanpa izin. "Aku juga tidak mau seperti ini."
...****************...
Aku tinggal di rumahnya. Katanya, ia sudah berada di sini selama ratusan tahun.
Ia tidak menua dan aku tak berumur; ia tidak sudi pada manusia dan aku tak suka mereka; ia sendirian dan aku kesepian, kami sama.
Begitu menurutku.
Ini adalah sebuah rumah kecil di tengah hutan. Konstruksinya sederhana. Satu ruang, dapur, dan atap tinggi. Sebuah ranjang besar menguasai tempat, berbagi dengan meja dan rak kayu. Wangi obat dan herbal memang menenangkan.
Sangat nyaman untukku memiliki suatu tempat untuk kembali, melihat ia dengan senyum itu.
Ia mengajariku banyak hal yang tidak aku pahami; yang tidak aku temui; yang tidak aku kenali.
Aku tidak mau lepas darinya.
Rasanya, hidup hanya dengan ia sudah cukup.
Setiap malam, ia bersandar pada ranjang dan merangkulku dalam selimut. Menyandarkanku di dadanya dan membaca cerita.
Banyak sekali cerita miliknya. Merrily, merrily, ia bacakan cerita kepadaku hari demi hari. Sampai mataku sayup; suaranya lembut; pipi bertemu pipi.
"Selamat tidur."
......................
..."Terselubung oleh dosa, baik jiwa dan raga. Terselamatkan hanya dengan secercah cahaya. Jika bukan karna cahaya itu … mungkin orang tersebut sudah tidak bisa diselamatkan lagi."...
...(Pembicaraa Fate dan Kaidan mengenai Red, serta usaha Fate untuk mencari tahu informasi mengenai dunia tersebut)...
...https://trakteer.id/applelikecaramel/showcase/pembicaraan-fate-pov-WFZxc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
John Singgih
teman yang baik untuk MC kita yang teraniaya
2022-05-20
0
☠️ghostring☠️
komen,
2021-11-01
0
☞︎︎︎🥨🥨🥨☜︎︎︎
admin ko komen 2x
2021-10-29
0