...Happy reading...
****
Hari ini seperti hari biasanya dan Ulan sudah bersemangat seperti hari-hari sebelumnya walau banyak masalah yang menimpanya, ia akan tetap menampilkan senyuman yang selalu memikat para lelaki yang melihatnya. Membuatkan sarapan untuk sang bos sudah menjadi rutinitas Ulan setiap harinya, walau di dalam hati ia sangat kesal sekali dengan sikap Alan yang kadang-kadang berubah kepadanya. Menurut Ulan, Alan sama sekali tidak bisa di tebak, lelaki itu bisa sangat perhatian kepadanya dan bisa sangat dingin. Entahlah semua itu membuat hati Ulan terkadang merasakan perasaan yang begitu sangat aneh.
"Jangan melamun terus! Itu sarapan saya sudah matang belum?" ucap Alan dengan tiba-tiba dan mengagetkan Ulan yang sedang membayangkan entah apa.
"Kaget saya, Pak. Untung saya gak punya riwayat penyakit jantung, kalau ada bisa-bisa saya mati muda," ucap Ulan dengan kesal dan mengelus dadanya dengan sabar. Alan tersenyum tipis menatap Ulan yang sangat menggemaskan ketika sedang terkejut, ia merasa sangat lega ketika melihat Ulan tak lagi murung, melihat Ulan kesal sangat-sangat membuat Alan bahagia dari pada melihat Ulan murung.
"Ini sudah matang, Pak. Selalu saja seperti jelangkung. Ini rumah saya tapi kenapa jadi seperti rumah Bapak?" ucap Ulan sambil memberikan piring berisikan nasi goreng dengan lauk ayam goreng di atasnya dan Alan menerimanya dengan cepat karena dirinya memang belum ada sarapan sama sekali, mencium masakan Ulan membuat cacing yang berada di perutnya meronta minta di beri makanan.
"Ya ini memang rumah kamu tapi rumah kedua bagi saya," ucap Alan dengan sangat enteng membuat Ulan mendengus menatap Alan yang sangat lahap memakan nasi goreng buatannya.
"Bekal buat saya tidak lupa, kan?" tanya Alan dengan nada datar yang membuat Ulan ingin sekali menjambak rambut Alan hingga rontok.
"Tidak! Sudah saya siapkan," balas Ulan tak kalah datar.
Alan mengedikkan bahunya acuh dan kembali melanjutkan sarapannya. Sesekali ia melirik Ulan yang hanya beberapa suapan gadis itu makan membuat Alan berdecak kesal. Alan menyendok nasi gorengnya dan menyodorkannya ke arah Ulan membuat gadis itu menautkan alisnya bingung.
"Makan!" ucap Alan mengayunkan sendoknya ke arah bibir Ulan. Ulan merasa ragu untuk membuka mulutnya. Namun, melihat Alan melotot ke arahnya membuat Ulan mau tidak mau membuka mulutnya dan menerima suapan dari Alan dengan ragu.
"Makan itu yang benar! Jangan asal aduk-aduk saja di piring!" ucap Alan dengan datar dan sedikit tersenyum ketika melihat kedua pipi Ulan yang memerah.
"Hmm... I-iya, Pak." Ulan berucap dengan gugup dan canggung karena baru pertama kalinya ia di suapi oleh Alan.
"Saya sudah selesai, Pak. Ayo kita ke kantor," ucap Ulan dengan memandang ke segala arah karena tak berani menatap ke arah Alan yang sedang menatapnya dengan intens.
"hmmm Ayo!" ucap Alan yang tersadar karena memandang Ulan terlalu lama hingga akhirnya mereka berdua berangkat ke kantor bersama.
******
Alan menjadi tidak fokus bekerja selama 30 menit lamanya ia menatap layar komputernya yang menampakkan Ulan sedang berbicara dengan Stefan. Mereka berdua tampak sedang bercanda dengan tangan Stefan yang kadang mengacak rambut Ulan dengan gemas dan Ulan yang tersenyum ramah dengan Stefan. Alan merasakan dadanya panas melihat keakraban Ulan dengan Stefan saat ini dengan cepat ia mengambil teleponnya untuk menghubungi Ulan dengan segera, ia tidak mau Ulan dan Stefan semakin dekat saat ini.
"Ke ruangan saya segera!" perintah Alan dengan nada yang sangat dingin kepada Ulan dan langsung mematikan teleponnya begitu saja sebelum Ulan menjawab perkataannya.
Tak lama Ulan mengetuk pintu ruangan Alan.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk!" ucap Alan dengan tegas saat ia tahu yang mengetuk pintu ruangannya adalah Ulan. Ulan masuk dengan langkah anggunnya menghampiri Alan yang berpura-pura sibuk dengan berkasnya, padahal pria itu selama 30 menit tidak fokus sama sekali karena melihat kedekatan Ulan bersama Stefan dengan CCTV yang ia pasang secara diam-diam.
"Ada apa Bapak memanggil saya?" tanya Ulan sesopan mungkin karena ia sadar masih di kantor walau rasanya ingin sekali berteriak di depan Alan yang mengganggunya. Ia hanya beristirahat sebentar karena pekerjaannya sudah hampir selesai. Namun, Alan mengganggunya begitu saja.
"Bantu saya memeriksa berkas ini dan ingat jangan sampai ada kesalahan sedikit pun!" ucap Alan dengan dingin memberikan berkas kepada Ulan begitu saja.
"Tapi..."
"Jangsn membantah, Ulan. Kamu adalah sekretaris saya yang siap saya butuhkan kapan saja," ucap Alan dengan nada tegas. Ulan hanya diam tanpa suara namun dengan tangan yang mengepal kuat karena kesal kepada Alan.
"Dasar galak!" umpat Ulan dalam hati dengan perasaan kesal yang luar biasa ia membantu Alan memeriksa berkas. Ulan tidak tahu jika itu hanya akal-akalan agar Ulan tidak bisa bertemu dengan Stefan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
💎Baim wong Banten 🇮🇩
semangat thor
2021-01-18
0
Tyas
up
2021-01-18
0
Rahma Kanza Putri
lanjut
2021-01-16
0