...Happy reading...
******
Bangun pagi, menyiapkan sarapan, dan terakhir menyiapkan baju ganti. Sudah bersuami? tentu saja Ulan akan menjawab dengan lantang jika memang ia belum bersuami. Semua itu adalah paksaan dari sang bos yang berdalih akan memecatnya jika Ulan tak mengerjakan semuanya. Jika ada yang bertanya lagi, Ulan tinggal di mana? Tentu saja ia tinggal di rumahnya sendiri. Hanya sendiri! Namun, dengan lancangnya bos besarnya menginap dengan beralasan lelah. Tak sanggup menjalankan mobilnya kembali. Ini baru pertama kalinya Alan menjad bos dan baru saja 24 jam Alan menjadi bosnya sudah berani menginap di rumahnya, Ulan tidak tahu apa yang di pikirkan Alan saat ini. Apakah ini akibat seorang Alan sudah lama tinggal di luar negeri?
Pasrah. Itulah yang Ulan lakukan saat ini, walau hatinya sangat merasa dongkol dengan sifat sang bos yang terlewat baik itu. Tangan mungilnya menyiapkan menu makanan kesukaan dirinya tak perduli sang bos akan suka atau tidak, jika perlu sang bos elergi dengan makanan kesukaannya. Biar sekalian mati, ups. Dosa tidak sih mengomel sepanjang ia memasak? Ulan harap dia tidak berdosa karena yang di tindas adalah dia di sini.
"Punya bos seenaknya saja, emang ini rumah dia apa? seenaknya menginap. Padahal baru kenal sehari, sok akrab," omel Ulan sepanjang menyincang sayurannya menjadi kecil.
"Kamu bilang apa nona Ulan?"ucap Alan dengan datar yang ternyata sudah berada di belakang Ulan dengan tangan bersedekap.
"Awww." Ulan berjengkit kaget hingga tak sengaja pisau tajam yang ia pakai mengenai jari telunjuknya. Wajah Alan langsung tampak pias khawatir. Namun, dengan mudah ekspresinya kembali tenang seperti biasa.
"Makanya kalau masak itu jangan sambil ghibah tau rasa akibatnya kan? Untung gak putus tuh jari,"omel Alan dengan datar menghisap telunjuk Ulan untuk mengeluarkan darah yang keluar sedikit banyak itu. Ulan mematung menatap Alan yang masih mencoba mengeluarkandarah di jarinya, perasaan hangat menjalar masuk ke relung hatinya.
"kenapa lihat-lihat naksir?" tanya Alan dengan memicingkan mata.
Ulan mendelik, menarik jarinya dari tangan besar Alan. "Amit-amit, saya naksir sama Bapak? Mending saya naksir sama pak Stefan deh. udah ganteng, baik, perhatian, udah gitu gak galak."
Gantian Alan yang melotot, menatap tajam ke arah Ulan. Bisa-bisanya gadis itu menyebut sepupu laknatnya itu ganteng, dan apa tadi tidak galak, cih. Masih juga gantengan Alan kemana-kemana.
"Kamu perlu memeriksa matamu nona Ulan, mungkin minusmu semakin parah," ucap Alan dengan kesal tetapi ia mampu mengontrol ekspresi wajahnya menjadi datar kembali.
"Hey Pak Alan yang terhormat enak saja mengataiku minus. Memang benar apa yang aku katakan bos, pak Stef...mmmmmmtt...mmmmm"
"lanjutkan masak, jangan bicarakan pria lain di depan saya," ucap Alan dingin melepas bekapannya pada mulut Ulan.
"Aish, menyebalkan. Jari ku sakit, tidak bisa memasak bapak saja yang melanjutkan masak,"ucap Ulan yang mulai berani.
"Kau berani menyuruhku, jarimu tidak putus. Jangan manja!"
Ulan menghentakkan kaki nya kesal setelah kepergian bos nya dari hadapannya. Ulan memotong sayurannya asal pertanda bahwa ia tak lagi mood untuk memasak, biarkan saja semoga rasanya bisa meracuni mulut pedas bosnya tersebut.
Ulan berjalan ke arah meja makan sambil membawa masakannya, di sana sudah ada Alan yang sedang membaca majalah miliknya. Majalah Ulan memang semua tentang pekerjaan. Namun, tak sedikit tentang wanita. Ulan terdiam duduk di kursinya, tanpa mempersilahkan sang tamu yang tak di undang makan, ia mengambil makanannya sendiri.
"Kau benar-benar sekretaris tidak sopan, tak menyuruh bosnya makan, malah asik makan sendiri," ucap Alan dengan tajam setelah menutup majalahnya dengan kasar.
"Makannlah!" ucap Ulan dengan malas, menyendok sup buatannya masuk ke mulutnya.
"Kau memang tak ada niatan untuk mengambilkan ku nasi?"
"memang Pak Alan siapa? suami bukan, teman bukan, ini bukan kantor jadi anda bukan bos saya. Anda itu orang asing yang sedang menumpang tidur, dan makan di rumah saya, "ucap Ulan menatap sinis ke arah Alan yang sedang menatapnya tajam.
"Oo kalau begitu silahkan angkat kaki dari..."
"Ck, baiklah-baiklah, akan aku ambilkan. Dasar tukang mengancam, jika bukan pekerjaan saya tidak sudi melayani bapak," gerutu ulan kesal.
Alan tersenyum kecil, saat melihat Ulan meletakkan nasi miliknya di piring beserta dengan masakan gadis itu yang ternyata adalah kesukaannya.
"Kau sangat tau makanan kesukaan saya nona Ulan," ucap Alan dengan santai.
"Uhu....uhuk. Apa? Makanan kesukaan Bapak? Ini makanan kesukaan saya, jangan mengikuti selera saya," ucap Ulan tak terima.
Alan mengedikkan bahunya acuh, ia memakan masakan Ulan dengan lahap tanpa melihat ke arah Ulan yang cemberut dan terlihat menatapnya dengan sinis.
"Ais, berharap di kejang-kejang sekarang," gerutu Ulan dalam hati. Ia sudah tak berselera makan mengetahui fakta bahwa Alan juga menyukai makanan kesukaannya.
"Lanjutkan makanmu, setelah itu pakaikan saya dasi," ucap Alan yang melirik dasinya menggantung di lehernya dengan tidak rapi.
"pakai saja sendiri, saya sibuk!" ucap Ulsn ketus.
"Ulan, kamu mau membantah perintah saya?"
"Tidak Pak," kesal Ulan menghampiri Alan dan membenarkan simpul dasi Alan yang tak rapi sama sekali.
"Jadi selama ini yang memakaikan dasi anda siapa Pak? Pasang dasi saja tidak bisa. Merepotkan sekali."
"Untuk apa saya punya sekretaris kalau tidak membantu pekerjaan saya termasuk memasang dasi saya, saya tidak ingin kamu menganggur begitu saja."
"Saya juga punya pekerjaan Bos, pekerjaan saya bukan hanya mengurus keperluan anda saja, dasar bossy!"
"Terus apa peduli saya, kamu saya gaji"
"Ais, boleh nabok orang sekarang gak?" gumam Ulan kesal tetapi tangannya terus memasangkan dasi Alan walau dirinya harus berjinjit karena Alan sangat tinggi. Membuat Alan tersenyum sangat tipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Ladyicha Haruna
kenapa kesannya kasar yaaa
2023-03-13
0
Renesme Kiky
cerita nya menarik sekali
2022-12-22
0
Wien Dianta
di detail nya bilang ulan manyan alan
kx dsni gk saling kenal
2022-04-18
0