...Happy Reading...
******
Pagi yang sangat cerah tetapi wajah Ulan terlihat kusut ia tak ingin berangkat ke kantor sama sekali karena harus bertemu dengan Alan yang selalu membuatnya naik darah karena tingkah Alan yang akan selalu membuat dirinya kesal. Ulan menghela nafasnya sebelum melangkah keluar dari rumahnya, dirinya bangun kesiangan dan tak sempat untuk memasak alhasil Ulan tak ada sarapan pagi ini. Ketika Ulan sedang membuka pintu rumahnya ia di kejutkan dengan kehadiran Alan yang sudah bersandar di samping mobil dengan jas hitam dan tak lupa kacamata yang bertengger di hidung mancungnya dengan bibir menyeringai menatap Ulan yang masih terlihat syok.
"Jangan diam saja di situ, cepat masuk!" ucap Alan dingin yang membuat Ulan mendengus mendekati Alan yang masih bersandar di depan mobil.
"Kenapa Bapak sudah ada di rumah saya?" tanya Ulan dengan kesal.
"Suka-suka saya! Saya mau ke rumah kamu mau ke kantor terserah saya dong," ucap Alan dengan datar.
"Tapi saya tidak suka Bapak ada di rumah saya," ucap Ulan dengan sinis membuat Alan menyunggingkan senyuman tipis yang tak terlihat oleh Ulan sama sekali.
"Jangan banyak protes, ayo masuk!" ucap Alan yang menyuruh Ulan memasuki mobilnya.
"Saya naik Taxi saja, Pak." Ulan berucap dengan datar yang membuat Alan berdecak kesal sehingga Alan menarik tangan Ulan agar mau memasuki mobilnya walau dengan terpaksa.
"Kamu tidak bisa di perlakukan lembut! Masuk atau saya pecat kamu," ucap Alan dengan dingin membuat Ulan mendengus terpaksa ikut bersama dengan Alan saat pergi ke kantor padahal ia ingin sekali menghindari dari Alan.
"Kalau mau pecat saya silahkan Bos. Saya juga udah muak kerja sama Bos yang gila," gumam Ulan dalam hati. Ia tidak berani berkata langsung seperti itu karena benar jika ia di pecat Ulan tak tahu lagi harus bekerja sebagai apa, lagi pula sekretaris sudah cukup menjanjikan hidupnya yang hanya hidup sendiri.
"Kenapa sih Bapak mau menjemput saya seperti ini? Nanti di kira karyawan kantor saya punya hubungan dengan Bapak," ucap Ulan sinis.
"Kamu jangan kege'eran ya, saya mau menjemput kamu karena kasihan melihat kamu yang tak punya mobil," ucap Alan sarkas yang membuat Ulan langsung mendengus sebal menatap Alan.
"Dasar sombong," ucap Ulan dengan sinis.
"Saya sombong karena punya segalanya," ucap Alan dengan enteng yang membuat Ulan semakin emosi dan mengepalkan tangannya ingin meninju wajah Alan dengan keras.
"Nanti kita sampai siang saja di kantor dan kamu harus ikut saya," ucap Alan setelah mobilnya melaju dengan cepat.
"Mau kemana Pak? Bukannya jam 2 siang nanti Bapak ada meeting dengan pihak Willian Grup?" ucap Ulan yang mencoba menghilangkan kekesalannya.
"Batalkan saja meeting hari ini saya ada keperluan yang lebih penting dari pada meeting," ucap Alan dengan dingin.
"Tapi Pak, Willian Grup sudah sangat menanti rapat ini untuk membahas kerjasama antara perusahaan Bapak dengan perusahaan Willian Grup," ucap Ulan dengan tenang.
"Kamu hubungi pihak William Grup dan katakan meeting di tunda besok atau kerjasama batal!" ucap Alan dengan datar membuat Ulan menghela nafasnya. Berbicara dengan Alan selalu membuat Urat lehernya tegang.
"Baik," ucap Ulan dengan singkat dengan kekesalan yang luar biasa di hatinya.
"Bagus," ucap Alan dengan menyeringai. Tak ada lagi suara yang terdengar hanya deru mesin mobil yang menderu. Ulan lebih memilih fokus dengan ponselnya sedangkan Alan memilih fokus menyetir sesekali ia milirik Ulan yang sama sekali tidak menatapnya, dalam hati Ulan mendengus sebal karena Ulan tak menghiraukannya saat ini. Alan lebih suka jika berdebat dengan Ulan karena menurutnya ketika Ulan kesal itu sangat menghibur di matanya.
******
Keduanya sudah sampai di kantor kali ini mereka berjalan beriringan membuat karyawan yang lainnya iri kepada Ulan karena bisa dekat dengan Alan yang sangat tampan dan sangat berpengaruh di dunia bisnis sama seperti dengan ayahnya. Kebayangkan karyawan tersebut berbisik-bisik ada yang mengatakan jika Alan dan Ulan sangat cocok karena wajah mereka sangat mirip dan ada pula yang tidak suka dengan kedekatan mereka padahal kedekatan mereka seperti anjing dan kucing yang tidak tahu kapan mereka akan akur.
"Kembali bekerja! Kalian saya gaji untuk bekerja bukan menjadi tukang gosip!" ucap Alan dengan yang tahu jika semua karyawan menatapnya dengan Ulan. Wajah karyawan tersebut terlihat panik dan tegang karena ketahuan oleh Alan membuat Ulan menahan tawanya agar tidak pecah karena melihat ekspresi teman sekantornya yang sangat lucu ketika Alan memarahi mereka.
"Kamu juga jangan asik tertawa!" ucap Alan datar yang membuat Ulan langsung memasang muka sebalnya.
"Dasar Bos nyebelin," ucap Ulan dengan lirih.
"Kamu mengatakan sesuatu?" tanya Alan memicingkan matanya ke arah Ulan.
"Tidak! Bapak salah dengar mungkin," ucap Ulan dengan cepat yang membuat Alan kembali melangkah menuju ruangannya di ikuti dengan Ulan yang berada di belakang Alan.
Alan sampai di ruangannya ia langsung duduk dan langsung memeriksa laporan yang memang sudah ada di mejanya. Kerja Ulan sangat cepat, itu yang Akan suka dari Ulan tetapi ia tidak ingin mengatakannya kepada Ulan bisa-bisa gadis itu semakin besar kepala karena di puji olehnya.
Alan membuka laci kerjanya matanya menangkap sesuatu yang berada di dalam laci tersebut. Sebuah bingkai foto yang munhkin milik ayahnya tertinggal di dalam. Matanya melotot, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal ketika melihat foto tersebut.
Prank..
Kaca bingkai foto tersebut pecah berserakan di lantai setelah Alan membantingnya dengan keras. Mengapa ayahnya masih menyimpan foto yang banyak menyimpan luka di hatinya? Bahkan sudah ia kubur dalam-dalam. Ulan yang baru masuk ingin memberikan berkas yang harus di tanda tangani oleh Alan menjadi syok dengan apa yang Alan lakukan. Ulan mendekat ke arah Alan yang masih menatap dingin serpihan kaca yang berada di sekitar foto tersebut, Ulan menghela nafasnya saat Alan tak sadar dengan kedatangannya.
"Pak?" panggil Ulan dengan ragu karena pasalnya wajah Alan saat ini terlihat sangat menyeramkan sekali. Dengan gerakan perlahan Ulan berjongkok dan ingin mengambil pecahan kaca tersebut.
"JANGAN SENTUH BENDA ITU!" Ulan terkejut dengan amarah Alan yang sangat mengerikan saat ini bahkan dirinya yang tak pernah takut menjadi gemetar kala melihat mata Alan yang memerah karena amarah. Alan yidak ingin Ulan melihat foto tersebut.
"Tapi..."
"KELUAR! DAN TINGGALKAN SAYA SENDIRI!" ucap Alan dengan amarah yang menguasai hatinya. Ulan mematung dengan tubuh gemetar amarah ini sama dengan...
Ulan menggeleng ia tak mengingat sesuatu yang membuatnya terpuruk lebih baik ia keluar dari ruangan Alan dengan segera jika tak ingin mendapat amukan dari Alan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Hanifah Ifah
althaf kembaran alan kmna ya
2021-01-31
0
Nur aja
ada apa dengan masalalu Alan ..,
2020-12-13
0
Umi Yan
Like untuk karyanya kak😊
Salam manis dari "Cinta Sang Desainer" terimakasih🙏
2020-11-21
0