...Happy reading...
******
Alan terpaksa membawa Ulan ke rumah orang tuanya agar sang bunda bisa membantu dirinya merawat Ulan yang sedang butuh ketenangan dan dukungan dari orang terdekat. Alan masih bingung dengan penyebab Ulan seperti ini, ia yakin pasti ada sangkut pautnya dengan keluarga Ulan.
"Sejak kapan Ulan seperti ini?" tanya Siska dengan khawatir pada Alan yang terlihat tampak biasa saja walau dalam hati ia sebenarnya sangat khawatir.
"Tiba-tiba saja Ulan seperti itu setelah menerima telepon, Bun," jawab Alan dengan menatap Ulan yang masih tertidur setelah di periksa oleh dokter keluarga Alan.
"Ya Allah, Nak. Kamu kenapa bisa seperti ini, Bunda tidak marah dengan kepergian Althaf karena Bunda tahu itu bukan kesalahanmu," ucap Siska dengan sendu.
"Biarkan Ulan istirahat! Sebaiknya kita keluar," ucap Andra yang di angguki Siska.
"Alan, kamu harus menjaga Ulan! Kamu itu bosnya Ulan sudah seharusnya kamu bisa memberikan perlindungan," ucap Siska dengan tajam kepada anaknya yang terlihat sama sekali tidak khawatir dengan keadaan Ulan.
"Hmmm Ulan memang sekretaris ku saat di kantor tetapi saat di rumah kami hanyalah orang asing," balas Alan dengan datar membuat Siska gemas dengan anaknya dan ingin memukul Alan dengan keras karena selalu membuat dirinya naik darah akan sikap ketidak pedulian Alan terhadap Ulan.
"Gengsi terus yang di besarin," gumam Siska kesal karena ia tahu Alan menyukainya Ulan.
"Ya sudah, Bun. Ayo kita keluar! Dan kamu jangan macam-macam dengan Ulan," ucap Andra dengan tajam kepada anaknya tersebut. Ia mewanti anaknya agar tidak berbuat sesuatu pada Ulan yang sedang istirahat.
Tanpa di sadari oleh mereka Akbar datang dan menatap tajam gadis yang sedang terbaring di kasur dengan mata terpejam. "Ooo jadi Bunda, Ayah dan Mas Alan di sini hanya untuk menemani gadis pembawa sial ini? Siapa yang membawa gadis pembawa sial ini ke rumah?" ucap Akbar dengan tajam.
"Akbar, dia itu Ulan. Astaghfirullah, Nak. Kamu jangan seperti ini!" ucap Siska dengan nada yang sedikit tinggi.
"Bunda membela gadis pembawa sial ini dari pada Akbar? Bunda gak ingat kalau dia yang menyebabkan Mas Althaf meninggal? Andai saja dia tidak manja dan egois mungkin Mas Althaf masih bersama dengan kita sekarang," ucap Akbar dengan dada yang naik turun karena ia sangar membenci Ulan. Bahkan melihat wajah Ulan saja ia sangat muak.
"Akbar itu sudah takdir dari Allah. Kamu tidak bisa menyalahkan Ulan begitu saja," ucap Andra dengan tegas.
"Bawa gadis ini pergi dari rumah ini! Akbar sangat muak melihat wajah gadis pembawa sial ini," ucap Akbar dengan tak menghiraukan ucapan sang ayah.
"Cukup!" ucap Alan sangat dingin membuat Akbar terdiam karena ia merasa tatapan Alan sangat tajam kepadanya.
"Mas Alan membela..."
"Mas tidak membelanya dan tidak membela siapapun di sini. Lebih baik kamu keluar karena saat ini Ulan adalah urusan Mas karena dia sekretaris Mas di kantor," ucap Alan dengan datar memotong ucapan Akbar dengan cepat.
"Jadi Mas yang membawa gadis pembawa sial ini kerumah kita?" tanya Akbar tak menyangka.
"Sudah! Bunda pusing mendengar kalian berdebat seperti ini. Dan kamu, Akbar. Tidak ada namanya gadis pembawa sial di dunia ini! Semua yang sudah terjadi itu ketentuan dari Sang Maha Pencipta dan kamu harus menerimanya. Althaf sudah tenang di sana, Nak. Jangan kamu ungkit masa lalu itu lagi," ucap Siska dengan nada memohon kepada kedua anaknya yang tampak bersitegang sekarang.
"Akbar, masuk kamar!" ucap Andra dengan tegas membuat Akbar mau tak mau harus melangkah pergi dari kamar tamu yang sedang di tempati Ulan yang menurutnya gadis pembawa sial karena telah menjadi penyebab Althaf meninggal dunia.
"Setelah gadis itu bangun, langsung suruh dia pulang!" ucap Akbar sebelum melangkah keluar dan masuk ke kamarnya. Baru kali ini ia di buat kesal oleh kedua orang tuanya dan kakaknya sendiri, andai saja Adrian ada di rumah pasti pria itu akan sama seperti dirinya karena mereka sangat membenci Ulan.
Andra mengusap wajahnya kasar setelah kepergian Akbar. Susah sekali meyakinkan Akbar dan Adrian jika apa yang sudah menimpa Althaf adalah sebuah takdir yang harus mereka terima tetapi tetap saja bagi Akbar dan Adrian, Ulan adalah penyebab utamanya.
"Kita ke kamar, Bun. biarkan Alan yang menjaga Ulan," ucap Andra dengan lelah.
"Hmmm iya, Yah. Ayo ke kamar!" ucap Siska mengelus lengan Andra karena ia tahu suaminya itu pasti sedang berfikir tentang bagaimana membuat kedua anaknya tidak membenci Ulan kembali. Jika Alan, mereka tak perlu khawatir, karena mereka tahu di balik sikap Alan yang dingin dan cuek pasti pria itu memiliki kepedulian yang cukup tinggi dengan Ulan.
****
Ulan menatap langit-langit kamar dengan tak berkedip, ia baru saja membuka matanya setelah berpura-pura masih pingsan ketika Akbar masuk ke kamar yang sedang ia tempati. Sejujurnya ia sudah bangun saat kedatangan Akbar. Namun, ia terlalu takut untuk membuka mata dan menerima kemarahan maupun kebencian Akbar kepadanya. Hatinya di hujam dengan rasa sakit yang luar biasa ketika orang-orang terdekatnya dulu membencinya karena sebuah kesalahan yang tak ia sengaja sedikit pun. Membuat seseorang yang sangat ia cintai pergi itu sama sekali tidak terfikir oleh Ulan. Ia juga tidak tahu jika kejadiaannya akan seperti itu, sungguh Ulan juga sangat terpukul dengan kepergian Althaf yang menurutnya sangat mendadak, ketika mereka sedang berbahagia semuanya lenyap begitu saja.
Lelehan bening meluncur begitu saja dari sudut mata Ulan, ia melirik Alan sekilas yang tertidur di sampingnya. Menatap wajah Alan mengingatkan kembali dengan sosok Althaf. Ulan harus kuat karena di dunia ini ia hanya sendiri tak ada yang bisa menopang dan menguatkan dirinya seperti Althaf dulu, biarlah orang-orang membencinya, Ulan tak mengapa asal mereka bahagia. Merasa masih bisa dekat dengan keluarga Althaf ia juga sangat bahagia walau ada rasa takut yang menghantui perasaannya.
"Aku pernah mencintai dan di cintai begitu dalam oleh seseorang yang sangat sempurna di mataku. Hingga aku di hempaskan oleh kenyataan jika dia, orang yang sangat aku cintai harus pergi karena memenuhi keinginanku. Sangat dalam luka yang aku dapatkan hingga aku terpuruk dan tak ada sedikit pun yang tahu tentang itu, mereka juga tidak tahu betapa sulit sekali mata ini terpejam. Hingga aku menemukan sebuah kenyamanan dari seseorang yang bisa membuatku tertidur jika dia sudah memelukku. Namun, pertanyaanku. Apakah aku pantas kembali mencintainya sedang aku di mata keluarganya adalah gadis pembawa sial?" gumam Ulan dalam hati dengan masih meneteskan air matanya tanpa ada isakan yang keluar dari bibirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Debu Permata
nyesek juga jadi ulan..
2021-07-24
0
Yuli Alf
nyesek 😭😭
2021-02-02
1
Nur aja
bagaikan makan buah si balakama 😭😭😭
2021-01-04
0