Episode 20

Malam ini aku kembali bertugas menjaga Nadia. Hanya saja aku datang agak sedikit larut. Restoran dalam keadaan ramai sekali tadi.

'' Ibra... kenapa tidak pulang saja kerumah? Kamu pasti lelah. Keadaanku sudah membaik kok. ''

'' Aku ingin menemanimu. ''

'' Kopi? '' Nadia menyodorkan kopi padaku.

Aku tersenyum dan mengambil kopi darinya.

'' Tidurlah. Ini sudah larut malam. '' pintaku.

Nadia mengangguk kemudian mulai berbaring dan memejamkan mata.

'' Jika sudah selesai minum kopi, tidurlah di ranjang bersamaku. ''

Aku langsung tersedak.

Kulihat Nadia tersenyum sambil tetap memejamkan mata.

Dasar. Suka sekali menggodaku.

Kopi di gelasku telah habis. Kuseret kursi di dekatku ke dekat ranjang.

'' Aku bilang tidurlah di ranjang bersamaku. '' ucapnya dengan mata tetap terpejam.

Hmm... ternyata belum tidur juga.

'' Aku laki- laki. ''

'' Aku juga tidak pernah berpikir kamu perempuan. ''

'' Kamu tidak takut tidur seranjang denganku? ''

'' Aku justru takut kamu sakit dan tidak bisa menjagaku. ''

Isshhh... selalu bisa membuatku tak bisa menjawab kata- katanya.

Gemas sekali.

Aku berbaring disampingnya pelan sekali. Kurasa ranjang ini terlalu ringkih untuk tidur berdua. Aku berbaring miring membelakanginya.

'' Nad... ''

'' Ya... ? ''

'' Bagaimana dulu awalnya sampai kamu mau untuk mencoba mengenalku? ''

'' Kenapa baru bertanya sekarang Ibra ? ''

'' Entahlah. ''

'' Waktu itu... tante Asiyah berkunjung ke rumahku. Dompetnya tak sengaja jatuh dalam posisi terbuka. Aku mengambilkannya untuk tante Asiyah. Disitulah aku pertama kali melihat fotomu. Konyolnya... aku meneteskan airmata saat melihat fotomu. ''

'' Airmata? Kenapa? ''

'' Entahlah. Dadaku terasa sakit sekali. Dan di mimpiku. Aku jadi sering melihat sosok yang mirip denganmu. Tapi usianya masih sangat muda. Sesekali dalam mimpiku, sosok itu memakai seragam SMA. ''

Aku tak dapat merespon ceritanya. Bagaimana dia bisa menangis dan merasakan sakit ketika pertama kali melihat fotoku ? Dan sosok pemuda itu apakah benar aku di usia mudaku ?

Entahlah.

'' Terdengar lucu bagimu ? '' tanya Nadia.

'' Ketika membuat hatimu terasa sakit. Itu tidak pernah lucu bagiku . ''

'' Ilmu memikat dengan tata katamu kembali muncul. ''

Aku tertawa kecil mendengarnya. Masih saja bisa melucu.

'' Tahukah kamu Ibra... ?''

'' Apa? ''

'' Aku selalu merasa nyaman bersamamu. Pertama kali kita bertemu waktu itu. Entah kenapa aku seperti sudah lama mengenalmu. Mengobrol denganmu tampak tak asing bagiku. Akan tetapi saat itu benar- benar pertama kali kita. ''

Akupun begitu. Akan tetapi sosok yang ku ingat adalah Sarah.

'' Nad... ''

'' Ya... ? ''

'' Apakah aku, membuatmu dan Haris makin jauh ? ''

Hening

Hening

Dan hening...

'' Kamu tidak harus menjawabnya bila tak ingin. '' ucapku memecah keheningan.

'' Aku dan Haris berpacaran sejak kami duduk di bangku SMA. Ku akui sejak dulupun kami sering bertengkar. Tapi tidak lama kemudian berbaikan. Haris yang manja, pencemburu, dan ingin perhatianku 100 persen tertuju padanya semakin memaksaku belajar untuk memprioritaskannya. Dari situ saja sudah jelas bahwa hubungan kami tidak sehat. Tapi aku menyayanginya dan diapun sangat menyayangiku. Kupikir itu sudah cukup sebagai balasan dari selalu memprioritaskannya. ''

Tapi kamu menekan dirimu sendiri Nadia.

'' Saat kami telah dewasa. Lulus kuliah kemudian bekerja. Haris masih belum berubah. Kemudian dokter memvonisku menderita gagal hati. Saat itu Haris sangat down. Dia tidak sekalipun meninggalkanku di saat- saat sulit itu. Meskipun dalam kondisi sakitpun aku tetap harus memperhatikannya. Tapi tak apa. Toh aku sudah terbiasa. Akan tetapi orang tuaku yang tidak bisa menerima sifat kekanakannya. ''

Tentu saja. Orang tua mana yang tega anaknya fokus memperhatikan seorang lelaki dewasa sementara anaknya sendiri dalam keadaan sakit.

'' Terjadilah pertengkaran malam itu saat ibuku tak tahan melihat Haris yang ingin aku keluar dari rumah sakit sebentar saja untuk menemaninya ke acara ulang tahun pernikahan orang tuanya. Ayahku pun yang biasanya tak suka ikut campur, malam itu begitu tegas memperingatkan Haris. Karna emosi Haris langsung pergi meninggalkan rumah sakit malam itu. Dan aku yang telah terbiasa memanjakan dan menuruti kemauan Haris diam- diam meninggalkan rumah sakit. Tanpa sepengetahuan orang tuaku. Di tengah kondisiku yang begitu lemah aku mengendarai mobil sendiri mengejar Haris ke rumahnya. Dan di jalan tempat Abraham selalu berdiri dan menangis. Disitulah terjadi kecelakaan yang membuatku menewaskan ibu Abraham... ''

Suara Nadia terdengar bergetar.

Aku yang sedari tadi berbaring membelakangi Nadia. Pelan- pelan memutar arah ke arahnya. Nadia masih tetap memejamkan mata. Hanya saja airmatanya terus menetes.

Aku mengusap lembut airmatanya.

'' Itu kecelakaan Nadia... ''

'' Tapi aku seharusnya sadar bahwa dalam kondisi sakit nekad mengendarai mobil bisa mencelakai orang lain juga. ''

Pemikiran bijakmu itu benar Nad. Aku tidak bisa dan tidak boleh menyangkalnya.

'' Dan tahukah kamu Ibra... aku bahkan merampas hati ibu Abraham. Aku benar- benar tidak layak disebut manusia... '' kali ini Nadia menangis sesenggukan tapi tetap tak mau membuka matanya.

Sesakit itukah yang kamu rasakan Nad? Lantas aku harus apa untuk mengurangi sedikit saja rasa sakitmu? Saat ini aku benar- benar merasa tidak berguna. Segala yang kupunya tidak ada yang bisa menolongku meringankan rasa sakitmu.

Aku memeluknya. Lama kelamaan semakin erat.

Aku tidak sedang kurang ajar Nad. Aku hanya tak tahan melihatmu menangis dan sakit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!