Spontan ku tepikan mobilku. Kulihat anak laki- laki menangis di pinggir jalan. Anak laki- laki yang sepertinya ku kenal tapi dimana?
Nadia! Ya... benar itu anak laki- laki yang kujumpai di rumah Nadia. Tapi kenapa dia menangis sendirian di pinggir jalan?
Aku mendekati anak laki- laki itu.
'' Hei... kenapa menangis? kamu tersesat? ''
Dia tetap menangis sambil memandang jalan. Dia sama sekali tak meresponku.
Haruskah aku menghubungi...
.
.
Di tepi jalan ini kami berdiri berdampingan. Sesekali aku menoleh ke arahnya. Hmm... masih sama seperti awal aku menemukannya.
Sudah kuhubungi Nadia. Dia dalam perjalanan menuju kemari.
Ada apa di jalanan itu? Kenapa anak ini begitu sedih memandang jalanan itu?
Ah syukurlah... akhirnya Nadia tiba.
Nadia langsung berlari memeluk anak laki- laki yang sampai saat ini belum ku ketahui namanya.
Anak laki- laki itu akhirnya mau mengalihkan pandangannya dari jalanan itu. Dia mau bertatap muka dengan Nadia.
Nadia mengusap airmatanya.
'' Abraham... kita pulang ya sayang... '' Nadia mengusap lembut pipinya.
Abraham??
Abraham mengangguk tanda mengiyakan ajakan Nadia.
'' Ibra... terima kasih sudah menghubungiku dan menemani Abraham disini sampai aku datang... ''
'' Tak apa, tak perlu merasa tidak enak. Biar kuantar kalian pulang. ''
'' Apa tidak merepotkan? ''
'' Sama sekali tidak. ''
.
Abraham tertidur di kursi belakang. Sementara Nadia dari sejak masuk mobil sampai sejauh setengah perjalanan menuju rumahnya hanya diam saja.
Bukannya tidak penasaran dengan kejadian tadi. Akan tetapi ada hal- hal yang tidak harus dipertanyakan jika hanya akan menyusahkan yang ditanya.
.
Se sampai dirumah Nadia, aku menggendong Abraham yang tertidur menuju kamarnya. Ku ikuti Nadia di belakangnya. Sementara ayah dan ibu Nadia mengikuti kami ke kamar Abraham juga.
Terlihat aneh di mataku. Kenapa kurasa Nadia lebih dekat dengan Abraham daripada kedua orang tuanya. Meskipun ya kulihat ada kesedihan di wajah orang tua Nadia.
Kurebahkan Abraham di tempat tidurnya. Nadia menyelimutinya. Mengelus kepalanya beberapa kali.
Dengan isyarat Nadia mengajakku juga kedua orang tuanya keluar kamar.
'' Nak Ibra... terima kasih sudah mengantar Abraham dan Nadia pulang. '' ucap ayah Nadia.
Aku mengangguk sambil tersenyum.
'' Mari duduk dulu Ibra. Biar kubuatkan minum. '' ucap Nadia.
'' Jangan. Sebaiknya aku pulang. Kamu juga harus istirahat. '' jawabku.
Aku berpamitan dengan orang tua Nadia. Dan Nadia mengantarku sampai ke mobil.
'' Ibra...'' ucap Nadia dengan nada lemah.
'' Ya? '' jawabku.
'' Kamu tidak ingin bertanya? ''
'' Jika aku bertanya. Terasa sulitkah kamu menjawabnya? ''
'' Kurasa. '' jawabnya.
'' Maka aku tidak memiliki pertanyaan sama sekali. ''
Nadia tersenyum. Memandangku. Sambil berusaha menahan airmatanya agar tak jatuh.
'' Ibra... '' sekali lagi Nadia memanggil namaku.
'' Ya? ''
'' Bagaimana jika ku katakan bahwa Abraham adalah putraku? ''
Putramu?
Kami saling berpandang beberapa saat.
'' Maka... aku akan menyayangi Abraham sama seperti kamu menyayanginya. '' jawabku.
Kini airmata Nadia benar- benar jatuh. Dan... sakit sekali rasanya melihat itu.
Ku usap airmatanya.
'' Bila terlalu berat. Bagilah denganku. Bila merasa belum nyaman membaginya denganku. Tolong hubungi saja aku jika kamu dalam kesulitan. ''
'' Manis sekali...'' ucap Nadia dengan tangis juga disertai tawanya.
'' Baiklah... cepatlah masuk dan istirahat. Aku pamit ya... ''
'' Hati- hati ya...'' pinta Nadia.
Aku tersenyum dan mengangguk.
.
.
Kadang... di saat tertentu hidup terasa begitu berat. Hingga kamu tidak tahu harus berbuat apa untuk mengatasinya. Dadamu terasa begitu sempit. Ke putus asaan membuatmu merasa menjadi se buruk- buruk manusia.
Meski begitu. Tetaplah menjalaninya. Tetaplah hidup dengan atau tanpa yang namanya baik- baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments