Rasanya lega melihatmu sehat kembali bu. Berpikir ditinggalkan oleh ibu membuatku bahkan sulit bernafas. Sementara aku tak bisa berbuat apapun selain memberikan pengobatan terbaik untuk ibu dan meminta Tuhan mengangkat segala sakit ibu.
Nadia meletakkan nasi dan sayur di piring ibu. Kemudian melakukan hal yang sama pula di piringku. Terakhir baru dirinya sendiri.
Melihatnya seperti ini. Jantungku rasanya tak beraturan detakannya.
'' Terima kasih Nadia. Sudah bersedia merawat tante sampai sembuh. Sekaligus merawat Ibra. '' ucap ibu pada Nadia.
'' Soal merawat tante, Nadia senang melakukannya. Bagi Nadia, tante seperti ibu Nadia sendiri. Soal merawat Ibra... tidak banyak yang bisa Nadia lakukan selain mencerewetinya ini dan itu. ''
Kami bertiga tertawa.
'' Dulu... tante juga pernah sakit. Tante menerima perawatan hampir sebulan lamanya. Setelah tante sembuh, tante mendapati Ibra begitu lusuh, berantakan, dan sangat tak enak dipandang mata , ''
Nadia tertawa sedikit lepas.
'' Bu...! '' protesku.
'' Tante pikir... kali ini tante bakal melihat pemandangan yang sama. Tapi ternyata tidak. Putra tante terlihat terurus dengan baik. Tante berharap, Ibra bisa membawakan tante menantu seperti kamu. ''
Saat itu juga aku dan Nadia sama- sama tersedak.
Ibuku benar- benar...
.
.
Aku duduk berdua dengan Nadia di taman depan rumahku. Ditemani dengan 2 cangkir kopi dan langit tanpa bintang.
'' Maaf soal ucapan ibu tadi...''
Nadia tersenyum.
'' Boleh aku bertanya? '' ucap Nadia.
'' Silahkan. '' jawabku.
'' Kenapa belum memberikan menantu untuk tante Asiyah? ''
Ah! Tak kukira pertanyaannya begitu susah. Tahu begitu tak kupersilahkan Nadia bertanya.
Kriiikkkk
Kriiikkkk
Kriiikkkk
'' Lama sekali Ibra... ''
'' Gadis yang ingin kubawa sebagai menantu ibu sekaligus masa depan bagiku. Tidak bersedia menerimaku. ''
Ekspresi Nadia terlihat kasihan padaku.
'' Jujur... aku masih tidak percaya bahwa ada gadis yang bisa menolak pria sebaik kamu Ibra. Tapi... kamu yakin gadis itu mengetahui perasaanmu? ''
'' Aku tidak pernah membiarkannya tahu perasaanku. ''
'' Kenapa Ibra...? ''
'' Dia sangat mencintai dan menyayangiku. Akan tetapi bukan sebagai pria. Baginya, aku adalah seorang adik yang selalu harus dia sayangi dan lindungi. Jika dia mengetahui perasaanku padanya. Itu sama saja merampas bahagianya. Seumur hidup demi menjaga perasaanku, dia akan mengorbankan perasaannya. Jika kamu jadi aku, bisakah kamu se egois itu? ''
Ketika kini kupandang Nadia. Dengan jelas kulihat dia menangis sambil menekan dada dengan kedua tangannya.
'' Nadia kamu kenapa? '' Reflek ku pegang kedua lengannya. '' Kamu sakit? Haruskah kita ke rumah sakit sekarang? ''
Nadia menggelengkan kepalanya sambil tetap menangis sesenggukan.
Lagi... apa yang ada dalam dadaku terasa sakit sekali.
Mengapa kurasa kamu sedang merasakan sakit yang luar biasa Nad? Sakit yang tidak bisa kamu bagi dengan siapapun. Sakit yang mungkin tak bisa di pahami oleh siapapun.
.
.
Kuhentikan mobilku tepat di depan gerbang rumah Nadia. Sejak Nadia menangis sesenggukan ditaman rumahku tadi, hingga dia mulai tenang, sampai kini kuantar pulang. Kami sama- sama hanya diam.
Nadia memegang tanganku saat aku membuka pintu mobil untuk keluar dan membukakan pintu untuknya.
Akhirnya... kembali kututup pintu mobilku.
'' Maaf membuatmu cemas tadi. '' ucapnya.
'' Tidak apa- apa, asalkan saat ini kamu sudah tidak apa- apa. ''
'' Tidak ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan Ibra? ''
'' Tidak munafik, banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu. Tidak hanya tentang hari ini. Selalu saat kulihat kamu tidak baik- baik saja. Pertanyaan- pertanyaan itu berdatangan. Akan tetapi ketika kamu mulai bisa menenangkan diri. Sampai pada akhirnya tidak apa- apa. Saat itu aku menyadari satu hal. Bahwa bagiku yang terpenting adalah menemanimu sampai kamu tidak apa- apa. Tolong... apapun yang sedang terjadi padamu pada saat itu maupun saat ini. Tetaplah berjuang untuk baik- baik saja. Tidak apa- apa menangis, tidak apa- apa jika terasa sakit, tidak apa- apa jika sejenak ingin berhenti, tidak apa- apa mengesampingkan perasaan orang lain. Yang terpenting saat itu adalah selamatkan dirimu dulu. Yang terpenting saat itu adalah mengembalikan dirimu sampai ke titik tidak apa- apa. Mengerti?? ''
Nadia tersenyum di iringi airmatanya yang jatuh.
Aku menariknya ke pelukanku. Sejenak dia membatu. Kemudian merangkulkan kedua tangannya ke punggungku.
Tidak apa- apa...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments