Kebohongan Yang Terbongkar

Ponsel Vivi berdering namun pemiliknya tidak ada ditempat. Vivi sedang kekamar mandi. Kebetulan Angga yang baru pulang mendengar suara ponsel dalam waktu yang lama. Ia melongok ke kamar Vivi. Kosong. Dan ponselnya berada diatas meja rias. Berkali-kali ponsel itu berdering. Angga melangkahkan kakinya untuk mengambil ponsel Vivi. Matanya memicing ketika melihat nama yang tertera diponsel tersebut. Ia memanggil Vivi.

“Vi! Lo dimana? Hp lo bunyi nih!” Teriak Angga. Hening tak ada jawaban.

“Vi! Vivi!! Dimana sih! Dari kakak lo nih!!” Masih belum terdengar jawaban. Akhirnya Angga terpaksa menerima panggilan ponsel tersebut.

“Haloo.”

“Halo, eh ini Angga ya?”

“Yoi bro, Vivinya kayanya lagi mandi tuh. Kalau ada kepentingan boleh nelpon lagi nanti.”

“Oh, oke, Ga. Bilang sama Vivi suruh nelpon gue karena ada penting.”

“Siapa, Ga?” Tiba-tiba Vivi muncul sambil menggulung rambutnya dengan handuk. Ia baru selesai mandi.

“Eh, bro. Ini nih Vivinya udah datang.” Kemudian Angga menyerahkan ponsel itu ke Vivi.

“Halo?”

“Vivi.”

“Iya, kenapa, Han?”

“Gini, Vi. Papa pengen jumpa sama lo. Lo kan janjinya mau kesini setelah lulus kan, makanya Papa nungguin.” Kata Farhan di telepon.

“Astaga iya, maaf gue lupa.”

“Ya udah lo segera kesini ya, Papa lagi sakit juga.”

“Iya, gue coba ngomong dulu sama Papa gue disini ya. Nanti gue kabari lagi.”

“Oke ditunggu, Vi.” Vivi meletakkan ponselnya kembali di meja rias. Kemudian melanjutkan untuk mengeringkan rambutnya.

“Pergilah, Vi. Udah waktunya lo jumpa Papa kandung lo.” Kata Angga sambil duduk di atas kasur Vivi.

“Iya, gue rencananya gitu. Tapi gue juga baru masuk kuliah, mesti harus cuti lama buat pulang kampung. Itu yang lagi gue pikir.”

“Ya coba aja ambil jatah cuti lo yang seminggu itu, Vi.” Kata Angga seraya keluar dari kamar Vivi. Vivi hanya menatap Angga yang sudah pergi menuju kamarnya sendiri. Vivi terdiam sejenak sambil berpikir. Kemudian ia menghela nafas.

Vivi melongok ke ruang kerja Papa. Papa memang sering berada diruang kerja untuk mengerjakan pekerjaan lemburnya dirumah. Jadi Papa sengaja menyiapkan ruangan khusus untuk dirinya bekerja dirumah. Dilihatnya Papa sedang duduk berhadapan dengan laptop. Matanya fokus menatap monitor sambil tangannya sesekali memencet mouse. Vivi berjalan mendekat. Papa menoleh.

“Ada apa, Vi?” Tanya Papa. Vivi duduk di kursi depan Papa.

“Farhan nelvon. Katanya Papa Vivi dikampung pengen jumpa, beliau juga lagi sakit.”

“Oh iya, Papa juga rencana mau ngomongin itu sama kamu. Cuma belum sempat udah keduluan kamu.” Vivi mengerutkan kening.

“Maksud Papa?”

“Begini, kemarin Papa menelvon Papamu dikampung. Ngomongin perjodohanmu dengan Raffi dan Papamu setuju. Kemudian beliau ingin melihatmu dan Raffi. Jadi Papamu menyuruh Raffi untuk menemanimu ke kampung.” Kata Papa menjelaskan. Ekspresi Vivi berubah.

“Kenapa harus bawa-bawa Raffi sih Pa.” Protesnya.

“Karena dia calon suamimu. Papa juga udah ngomong sama Raffi dan dia setuju.”

“Hah. Papa kebiasaan banget ga mau izin dulu sama Vivi!”

“Emangnya Papa kalo mau ngapa-ngapain harus izin anaknya??”

“Iiihh, gak juga. Iih bete ah.” Vivi berdiri dari kursinya dan melangkah pergi meninggalkan Papa.

“Lusa kamu harus berangkat, Vi. Jangan lupa!” Vivi tak menghiraukan perkataan Papa. Ia melangkah gontai menuju kamarnya dengan perasaan kesal.

Esok harinya dikampus, Vivi hendak menuju keruang kelas. Ditengah perjalanan ia sekilas melihat Raffi sedang berjalan menuju kelasnya. Vivi bersembunyi di balik tiang gedung. Raffi mengetahuinya tapi pura-pura tak melihat. Ia terus berjalan melewati tempat persembunyian Vivi dan berhenti disana. Pandangannya lurus kedepan.

“Kalo ngumpet tu yang gak keliatan bisa gak?” Kata Raffi kemudian ia melanjutkan perjalanannya sambil tertawa geli. Vivi kesal dan sekaligus malu. Ia keluar dari tempat persembunyian dan berjalan cepat menuju kelasnya dengan hati yang dongkol.

Hari yang ditentukan telah tiba. Vivi bersiap-siap memasukkan sebagian baju-baju yang diperlukan untuk dimasukkan kedalam koper. Jam satu nanti ia sudah harus berangkat. Ia menelpon Johan.

“Halo.”

“Johan, hari ini aku pulang kampung mau jumpa sama Papa kandung aku. Selama seminggu. Kamu jaga diri ya disini. Awas lo jangan macem-macem.”

“Hah, ngasih taunya mendadak banget.”

“Iya rencananya juga mendadak sih.”

“Aku antar ke bandara yah.”

“Engga usah, Jo.”

“Kenapa?”

“Nanti nyusahin kamu. Udah gak papa aku diantar Papa sama Angga kok.” Padahal alasannya karena Raffi. Vivi tidak ingin Johan melihat Raffi dan sakit hati ketika melihat mereka bersama.

“Huff yaudah deh kalau kamu gak mau. Hati-hati. Kabari aku terus ya.” Pinta Johan.

“Iya sayang.” Vivi menutup teleponnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB, Vivi bersiap-siap. Bi Ijah membantu Vivi membawakan kopernya kedepan. Di depan sudah ada Angga dan Papa beserta Raffi. Sebenarnya ia tidak diantar Papa dan Angga tapi langsung bersama Raffi. Ia sengaja berbohong agar Johan tidak sakit hati. Vivi tidak mengetahui bahwa ada sebuah mobil berwarna hitam yang berada tidak jauh dari rumahnya dan sedang memperhatikannya dari jauh. Johan. Ia sudah curiga kepada Vivi dan kecurigaannya benar. Johan sangat sakit hati melihat itu. Ia menyalakan mobilnya dan pergi dari situ.

Sementara Vivi yang sedang duduk bersebelahan dengan Raffi merasa kurang nyaman. Bagaimana tidak, Raffi adalah orang yang paling ia benci. Kenyataannya orang itu sedang duduk bersebelahan dengannya. Kalau tidak karena Papa, Vivi pasti tidak akan mau pulang kampung ditemani Raffi. Raffi fokus bermain ponsel ditangannya. Untuk mengisi kesuntukkan ia bermain game di ponsel. Vivi melirik dan menaikkan alisnya ketika melihat kegiatan Raffi. Ia mendengus sinis kemudian mengeluarkan ponselnya. Mereka sibuk masing-masing. Suasana menjadi hening. Pak Sopir didepan juga fokus menyetir.

Sesampainya dibandara mereka bergegas menuju tempat penitipan barang dan cek in pesawat. Singkat cerita mereka sudah berada dipesawat. Mereka mencari-cari kursi berdasarkan nomor yang tertera di tiket. Raffi mendapatkan kursi disebelah jendela pesawat dan Vivi disebelahnya. Raffi menoleh sambil berkata.

“Lo duluan deh, biar gue yang duduk dikursi lo.” Vivi melirik sekilas ke arah kursi tempat mereka. Kemudian menatap sinis dan melengos. Vivi duduk dikursi Raffi dekat dengan jendela pesawat. Raffi mengikutinya dan duduk disebelah Vivi yang seharusnya menjadi kursi Vivi. Mereka terdiam.

“Hh sok keren. Rela-rela tukaran kursi.” Kata Vivi dalam hati sambil matanya melirik ke Raffi. Raffi menoleh dan bertanya-tanya dalam hati.

“Ngapain sih ngelirik-lirik terus. Kagum ya dengan kekerenan gue barusan.” Begitu kata Raffi dalam hati. Kemudian mendengus sambil membuang muka.

Pesawat mulai bergerak dan kemudian lepas landas. Wajah Vivi terlihat tegang. Ia memang tidak pernah naik pesawat. Selama ini dia selalu di Jakarta tidak pernah pergi jauh. Naik pesawat pun baru pertama kali ini. Raffi melirik sekilas kemudian tertawa geli dalam hati. Raffi sudah sering naik pesawat ketika ikut Papanya melakukan pertemuan dengan klien. Jadi ia sudah terbiasa.

“Lo takut naik pesawat.?”

“Enggak.” Jawab Vivi tanpa menoleh.

“Haha keliatan tuh dari muka.” Raffi tertawa meledek. Vivi terdiam dengan wajah pucat.

“Takut-takut aja neng.” Kata Raffi lagi. Vivi tak menghiraukan perkataan Raffi yang menurutnya hinaan. Ia semakin pucat.

“Tidur aja gih, biar engga terlalu sadar kalau lagi naik pesawat.” Kata Raffi sambil menepuk-nepuk pundaknya seolah-olah menyuruh Vivi untuk tidur dibahunya. Vivi mendengus kesal. Ia membuang mukanya ke jendela. Sementara perasaannya masih takut.

Beberapa menit kemudian, Raffi menoleh melihat Vivi. Bibirnya meringis menahan tawa sekaligus kagum.

“Takut-takut bisa langsung tidur juga ya ni cewek.” Kemudian Raffi meraih kepala Vivi dan ditidurkan dibahunya. Sejenak ia memperhatikan wajah Vivi dari arah yang sangat dekat. Jari-jarinya membelai lembut wajah Vivi.

“Lo cantik, tapi lo galak banget kaya singa. Coba lebih lembut pasti aura cantiknya gak ketutup.”

Beberapa lama kemudian Raffipun ikut tertidur. Kepalanya menempel dengan kepala Vivi. Dilihatnya seperti pasangan romantis yang sedang dimabuk cinta padahal mereka bagaikan anjing dan kucing kalau sedang bertemu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!