Putus

Hari kelima Vivi berada di kampung, masih ada dua hari lagi waktunya berada disana. Namun ia memutuskan untuk pergi ke kota sesegera mungkin. Ia penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Johan. Johan mendadak berubah. Yang Vivi tahu Johan sangat mencintainya. Namun sekarang Johan melarangnya untuk menghubungi dirinya.

Vivi menyeret kopernya yang penuh baju kemudian membawanya keluar rumah. Papa dan yang lainnya sedang duduk di teras mengobrol seperti biasa. Mereka terkejut melihat Vivi membawa koper.

“Mau kemana Vi bawa-bawa koper?” Tanya Farhan.

“Pulang.” Jawabnya singkat. Mereka terkejut.

“Kok gak bilang-bilang sama gue. Gue belum siap-siap.” Kata Raffi panik.

“Gue mau pulang sendiri.”

“Apa? Gila lo. Lo tu kenapa sih. Kalo ada apa-apa cerita sama gue. Jangan dipendem sendiri. Tiba-tiba lo bilang mau pulang sendiri. Kalo lo kenapa-napa gimana?!” Raffi terlihat marah dan khawatir.

“Vivi, kenapa mendadak seperti ini. Kenapa gak ngasih tau Papa dulu?” Tanya Papa dengan penuh kekhawatiran.

“Maaf, Pa, gak sempet. Vivi ke Jakarta ya. Papa jaga diri baik-baik disini.” Vivi berjalan meninggalkan mereka. Raffi menghentikannya.

“Tunggu!” Raffi menarik tangan Vivi. Raffi menatap matanya dalam-dalam kemudian berkata.

“Tunggu disini, jangan pergi kemana-mana, gue ambil koper dulu, 5 menit.” Kemudian Raffi berlari masuk kedalam rumah dengan terburu-buru.

“Lo egois, Vi.” Kata Farhan dengan raut wajah kecewa.

“Lo gak mau cerita apapun sama kita. Lo punya masalah dan lo pengen selesein sendiri. Lo dengan congkaknya merasa bisa nyelesein semuanya tanpa bantuan orang lain.”

“Gue gak mau repotin orang lain apa itu salah?” Kata Vivi.

“Terserah lo.” Farhan marah. Ia masuk kedalam rumah meninggalkan Vivi.

“Vi, Papa gak mau marahin kamu. Tapi keputusanmu hari ini adalah kesalahan terbesar yang pernah kamu ambil. Papa memaafkan kamu tapi lain kali jangan di ulang lagi. Hati-hati dijalan. Kalau kesusahan jangan segan-segan untuk minta tolong sama Raffi. Dia anak yang baik dan sangat ingin menjaga kamu. Mudah-mudahan masalahmu di Jakarta selesai.” Setelah berkata begitu Papa memeluk Vivi. Rasa rindunya masih belum sepenuhnya terobati. Namun Vivi bersikukuh untuk meninggalkannya. Ia pasrah. Ia berharap anaknya akan bahagia. Ia bersyukur mendapatkan keluarga yang baik dan sayang terhadap Vivi. Mau merawat Vivi seperti anak kandungnya sendiri.

Raffi keluar sambil membawa koper. Setelah berpamitan kepada Papa mereka segera berangkat menuju bandara. Tak banyak kata yang terucap dari mulut Vivi selama diperjalanan.

Setibanya di Jakarta, Vivi menolak niat Raffi yang ingin mengantarnya sampai kerumah. Mereka berpisah dibandara. Vivi menaiki taksi menuju rumahnya. Sesampainya dirumah ia segera mencari Angga.

“Loh, Vi, bukannya lo masih ada dua hari lagi disana? Kok tiba-tiba pulang tanpa ngabarin kita?” Angga terkejut melihat kedatangan Vivi.

“Ga, ceritakan yang sebenarnya.” Pinta Vivi.

“Ya ampun lo pulang demi ini.” Angga khawatir.

“Plis,” Vivi memohon dengan sangat kepada Angga.

“Oke gue akan ceritakan tapi lo harus mandi dulu. Kalo gak gue gak mau cerita.”

“Hufft, oke deh.” Vivi menghela nafas panjang. Ia segera bergegas menuju kamar mandi dengan terburu-buru. Angga berpikir keras. Ia bingung caranya menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Vivi.

Beberapa menit kemudian, Vivi keluar dari kamar mandi. Terlihat segar dan cerah. Ia segera menuju kamar Angga.

“Ga, gue udah mandi, cepet cerita.” Kata Vivi tidak sabar.

“Aduuhh, lo makan dulu deh, lo pasti belum makan.” Angga sengaja mengulur waktu karena belum siap bercerita. Vivi merengut.

“Ga, jangan mempermainkan gue deh.”

“Gue gak mempermainkan elo, Vi. Lo harus makan dulu biar gak sakit, ya?”

“Iiihh!” Vivi jengkel. Ia menghentakkan kakinya kelantai kemudian berjalan menuju dapur. Makan seperti yang di perintahkan Angga.

“Ga, awas aja lo kalo beralasan lagi.” Ancamnya kepada Angga.

“Iya iya.”

“Jadi gini, Vi.” Angga mulai menceritakan semua yang terjadi tentang Johan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Vivi terkejut mendengarnya. Ia mulai menangis. Ia merasa bersalah kepada Johan. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk meminta maaf kepada Johan. setelah mendengar cerita dari Angga, Vivi segera masuk kamar. Perasaannya diselimuti oleh rasa bersalah. Dadanya sesak. Ia menangis tersedu-sedu dikamarnya.

Tiba-tiba telepon Angga berdering. Angga melihat nama yang tertera diponselnya. Kemudian menjawab telepon tersebut.

“Halo.”

“Ga, gimana keadaan Vivi?”

“Dia... hancur.” Jawab Angga sedih. Ia pun menceritakan semuanya kepada Raffi. Raffi ikut sedih mendengarnya.

Keesokan harinya, Vivi sudah bersiap-siap dengan baju yang rapi. Ia berniat untuk menjumpai Johan dikantornya tanpa memberitahu terlebih dahulu. Johan tak akan pernah mengizinkan Vivi untuk menemuinya. Dengan menggunakan taksi ia pun sudah berada di depan kantor tempat Johan bekerja. Vivi melangkahkan kaki memasuki gedung itu dan bertanya kepada karyawan yang ada disitu.

“Ada keperluan apa, Mbak?” Tanyanya dengan ramah.

“Saya ingin berjumpa dengan Pak Johan.”

“Apakah sudah ada janji terlebih dahulu?”

“Tidak, tapi saya ini pacarnya Johan.” Kata Vivi tegas. Karyawan tersebut terlihat sedang menelvon. Berapa lama kemudian ia pun berkata.

“Mbak, silahkan masuk saja, ruangannya ada disebelah kiri.” Katanya mengizinkan. Vivi segera melangkah masuk. Ia memperhatikan papan nama yang tertera di atas pintu. Setelah menemukan nama Johan tertera disalah satu pintu. Ia pun mengetuk pintu tersebut. Terdengar suara sahutan dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk. Vivi memasuki ruangan itu dan Johan berada didalamnya. Didepan meja kerjanya sambil sibuk menatap layar komputer. Ia menoleh ke arah Vivi kemudian menghentikan pekerjaannya. Ia mempersilahkan Vivi untuk duduk.

“Hei, apa kabar?” Sapa Vivi kepada Johan. Johan cuek. Ekspresinya datar seperti tidak senang bila Vivi mengunjunginya.

“Ada perlu apa datang kemari?” Katanya dengan ketus.

“Maafin aku ya, aku menyesal tidak memberitahu kamu terlebih dahulu.”

“Sudah aku maafkan.”

“Terimakasih Johan,”

“Oke, silahkan keluar dari ruangan ini.”

“Apa maksud kamu, Jo?” Vivi bingung.

“Udah selesai kan urusannya, silahkan keluar dari ruangan kerja saya.”

“Kamu tega.” Vivi sedih dan mulai menitikkan air mata.

“Aku tega? Bagaimana dengan kamu?”

“Iya aku emang salah, aku minta maaf.”

“Ya sudah kan, aku juga udah memaafkanmu. Selesai. Makanya silahkan keluar.” Johan terus mengusir Vivi. Vivi menangis. Hatinya terasa sakit sekali.

“Hubungan kita selesai sampai disini.” Kata Johan dengan suara tegas. Vivi bangkit dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan dengan membanting pintu. Ia menghapus air matanya. Berusaha kuat dan tidak menangis. Setelah sedikit tenang ia pun melangkahkan kaki keluar dari gedung tersebut.

Sementara itu, Johan merasa hancur. Ia terpaksa melakukan hal itu. Sebenarnya ia masih mencintai Vivi namun ia merasa hubungan itu sudah tidak bisa lagi dilanjutkan. Ia menangis di dalam ruang kerjanya. Sekarang ia benar-benar telah kehilangan Vivi, gadis yang sangat dicintainya itu.

“Maafin aku Vivi, aku terpaksa melepaskan kamu. Semua demi kebaikanmu sendiri.”

Terpopuler

Comments

Keyvania Eleanor

Keyvania Eleanor

INTIX MREKA BR2 SAKIT....SMGA HUB MREKA TETP BAIK NTIX & MNEMUKN KBHAGIAN MSING2

2021-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!