Pada suatu hari, Vivi dan Angga sedang menonton TV bersama di ruang keluarga sambil sesekali mengobrol. Papa sangat pekerja keras sehingga selalu pulang lewat tengah malam. Pagi harinya juga jarang bertemu dengan Papa karena Papa sudah berangkat kerja. Papa menjadi giat bekerja semenjak Mama meninggal. Mungkin Papa merasa sangat kesepian apabila berada dirumah tanpa melakukan kesibukan apapun. Jadi Papa menyibukkan diri agar tidak terlalu larut dalam kesedihan sepeninggal Mama. Waktu bersama anak-anak menjadi berkurang. Hal tersebut membuat Vivi dan Angga merasa sedih namun mereka mengerti dan memakluminya.
“Vi, kapan lo ada rencana untuk nyari kakak kandung lo?” Tanya Angga sambil tangannya sibuk memainkan game di HP nya.
“Emm,, eh tapi tunggu deh, Ga. Gue kok ngerasa deket banget sama Farhan kalo lagi sama dia ataupun gak sama dia padahal kan kita baru kenal sebulan.”
“Terus...?”
“Apa jangan-jangan Farhan itu sebenarnya kakak kandung gue ya?” Kata Vivi sambil mengernyitkan alisnya dan meletakkan tangannya didagu seolah-olah sedang berpikir keras.
“Husss!! Ngaco lu ya. Cowok ga jelas gitu dibilang kakak lo!” Angga langsung berang setiap mendengar Vivi menyebut nama Farhan.
“Ya mana tau aja Ga, kita kan gak pernah menduga. Gimana kalo kita coba tanya sama dia.” Vivi mendadak menjadi sangat bersemangat.
“Hmm..” Angga hanya berdehem. Ia sangat tidak rela apabila Vivi kembali menemui Farhan. Mereka terdiam beberapa saat dan akhirnya Angga mencoba untuk membuka hatinya untuk menerima pendapat dari Vivi.
“Ya..yaudah kalo gitu. Coba lo hubungi Farhan. Tapi...???”
“Tapi apa???”
“Tapi kalau rupanya dia gak ada hubungan keluarga sama lo gimana?” Tanya Angga serius.
“Yaudah gue gak akan ketemu lagi sama dia selama-lamanya.”
“Bener ya?”
“Iya Ga, janji deh gue.” Kata Vivi berusaha menyakinkan Angga.
“Oke deh, yaudah silahkan kamu telvon dia. Suruh dia kerumah.” Perintah Angga pada Vivi. Vivi langsung mengambil Hpnya dan menelvon Farhan. Beberapa menit kemudian, Farhan menjawab telvon dari Vivi.
“Hallo, ini siapa ya?” Kata suara diseberang sana. Vivi lupa kalau dirinya telah berganti nomor. Wajar Farhan tidak mengetahuinya.
“Ini gue, Vivi.”
“Oh Vivi. Apa kabar, Vi? Akhirnya lo nelvon gue.” Suara Farhan terlihat begitu senang mendapat telvon dari Vivi.
“Baik. Iya gue mau nyuruh lo datang kerumah sekarang. Ada sesuatu yang mau gue tanyakan sama lo.”
“Oh, oke gue kesana sekarang.” Vivi menutup teleponnya. Dan Farhan segera bersiap-siap untuk pergi kerumah Vivi.
Sesampainya dirumah Vivi, Farhan duduk berhadapan dengan Angga dan Vivi. Suasana canggung menyelimuti pertemuan mereka. Terlebih Angga, ia merasa kurang nyaman berada didekat Farhan. Namun ia berusaha menyesuaikan diri demi Vivi.
“Langsung ke pokok pembicaraan aja ya. Han, papa lo masih hidup?” Tanya Vivi to the point.
“Papa masih hidup. Mama gue udah meninggal. Ia meninggal saat melahirkan adik gue.”
“Kapan?”
“Sekitar 17 tahun yang lalu.”
“Adik lo tinggal sama lo?”
“Enggak. Gue gak tau adik gue dimana. Sejak lahir emang gak tinggal sama gue. Ada orang lain yang merawat dia. Karena waktu itu papa gue ekonominya memburuk jadi gak sanggup buat merawat dua anak.” Kata Farhan. Jantung Vivi mulai berdegup kencang mendengar penjelasan Farhan. Cerita Farhan begitu mirip dengan kisahnya.
“Adik lo cewek atau cowok?” Vivi semakin penasaran.
“Kata Papa cewek.”
“Ultahnya tanggal berapa?!” Vivi semakin tegang. Sesekali ia menoleh ke arah Angga yang hanya diam mengawasi mereka.
“Tanggal 12 Desember.”
“Tahun?!” Vivi panik.
“1996.”
“Lahir di rumah sakit mana?” Vivi menahan nafas.
“Di rumah Sakit Jaya Bakti.”
“Apa?!!!” Vivi dan Angga terperanjat mendengar jawaban Farhan. Mereka sama-sama terkejut dan berusaha untuk tenang karena informasi tersebut masih belum memiliki bukti yang akurat. Angga pun mulai berbicara sambil mendekat ke arah Vivi.
“Vi, lepas kalung lo.” Kata Angga. Vivi langsung melepas kalung pemberian Mama kandungnya tersebut.
“Han, lo punya kalung ini?” Tanya Angga seraya menyodorkan kalung tersebut didepan Farhan. Farhan membelalak. Ia terkejut melihat kalung yang di tunjukkan oleh Angga. Karena ia memiliki nya juga. Farhan meraba lehernya dan mengeluarkan kalung yang terpasang disana.
“Ini. Gue punya kalung yang sama.” Lalu ia melepaskan kalung tersebut dan menggabungkan kalungnya dengan kalung yang dimiliki Vivi dan menyatu sempurna. Kalung itu memang kalung yang sama. Kalung yang berbentuk belahan hati dan bisa dimiliki oleh dua orang yang memiliki hubungan terikat. Farhan dan Vivi sama-sama memiliki kalung tersebut. Yang artinya mereka berdua saling berhubungan atau terikat. Farhan berusaha tenang sedangkan Vivi masih terlihat shock melihat kejadian tersebut. Angga terdiam tidak tahu harus berkata apa. Ruangan itu mendadak senyap seperti tak berpenghuni.
Mereka mematung bagaikan terhipnotis oleh sesuatu. Farhan menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan lalu berkata.
“Kalung ini adalah kalung pemberian Mama. Papa yang ngasih ke gue. Papa bilang Cuma ini satu-satunya alat untuk bisa menemukan adik gue yang gak tau dimana keberadaannya. Dulu pas adik gue diserahkan ke orang yang merawat, Papa lupa untuk meminta kontaknya karena Papa sedang merasa terpukul atas kepergian Mama. Dan gue masih terlalu kecil waktu itu dan gue juga dititipkan ke tante gue. Kita bener-bener kehilangan adik gue. Waktu itu Papa sempet nyari tapi sulit untuk ketemu. Jadi Papa ngasih kalung ini ke gue karena Papa tau Mama pasti udah ngasih kalungnya ke adik gue. Ini kalung milik Papa dan Mama sewaktu mereka pacaran dulu. Sebelah dimiliki Papa ini yang gue pegang. Dan sebelah lagi dimiliki Mama dan itu ada sama lo, Vi.” Farhan bercerita panjang lebar tentang kalung tersebut. Ia terlalu larut bercerita hingga tanpa ia sadari ia telah masuk ke dalam bayangan masa lalu. Ia diam sejenak lalu berusaha menerima keadaan dengan lapang dada. Ia pun mencoba untuk tersenyum namun terasa berat.
“Vi, lo adik gue. Adik kandung gue yang hilang 17 tahun yang lalu. Kalung ini yang telah mempertemukan kita. Dunia ini sempit hanya saja kita yang kurang menyadarinya. Adik gue udah ketemu sejak sebulan yang lalu. Didepan mata gue. Dan gue gak menyadarinya sama sekali. Bahkan gue sempet suka sama lo. Ada benernya juga lo jauhin gue. Mungkin ini juga termasuk petunjuk dari allah supaya kita gak menjalin hubungan lebih karena lo adik gue. Adik kandung gue.” Kata Farhan dengan nada yang tenang dan datar. Vivi menghela napas panjang. Antara percaya dan tidak namun ia berusaha menerima keadaan.
“Hhhh.... iyah. Lo kakak gue. Yang gue cari selama ini. Gue juga baru tau kalo gue sama Angga bukan saudara kandung itu pas Mama meninggal dulu. Waktu itu kita masih SD. Mama ngasih tau ke gue kalo gue anak angkat dan ngasih kalung ini ke gue. Mama bilang ini kalung dari Ibu kandung gue yang ia titipkan ke dokter sebelum meninggal. Lalu dokter itulah yang memberikan kalung ini ke Mama.” Vivi berusaha tersenyum.
“Han, gue pengen ketemu Papa. Gue gak pernah tau Papa kandung gue.” Pinta Vivi kepada Farhan. farhan tersenyum sambil mengangguk.
“Iya. Ayo kita ketemu Papa. Papa pasti seneng banget. Selama ini Papa selalu mikirin lo. Pengen ketemu sama lo. Dan minta maaf sama lo karena gagal menjadi Ayah.” Kata Farhan. Vivi meneteskan air mata. Ia terharu, sedih, kesal, senang, dan berbagai macam rasa yang ia rasakan saat ini. Vivi memeluk Farhan. Seperti dua orang yang telah lama berpisah dan kemudian bertemu. Angga berusaha tersenyum melihatnya. Ia sedih karena Vivi akan meninggalkannya dan kembali ke keluarga kandungnya namun ia juga senang karena Vivi telah menemukan keluarganya. Kini ia pasrah dengan pilihan yang Vivi ambil nantinya. Asalkan Vivi bahagia. Vivi menarik tangan Angga dan memeluknya sambil tetap memeluk Farhan. Vivi bahagia kini telah memiliki dua orang kakak yang akan menjaganya nanti. Tiba-tiba Angga meneteskan air mata. Vivi menyeka air matanya dan memegang tangan Angga dan juga Farhan.
“Ga, lo tetep kakak gue. Kakak yang selalu jagain gue dari gue kecil sampai sekarang. Jangan takut kehilangan gue. Gue gak akan pernah ninggalin lo. Meskipun gue udah menemukan kakak kandung gue. Kalian berdua adalah kakak gue yang bisa jagain gue. Gue seneng punya banyak kakak.” Kata Vivi tersenyum sambil menatap mereka satu persatu. Mereka berdua mengangguk dan tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments