“Vivi.” Angga memanggil Vivi dari balik pintu kamar. Vivi membuka pintu dan bertanya.
“Ada apa, Ga?”
“Lo tau kan?”
“Tau apa?”
“Nadifa dan Yuni.” Angga masuk ke kamar Vivi dan duduk di kursi. Vivi mengikutinya dan duduk di ujung kasur.
“Emang kenapa, Ga?”
“Kemaren di sekolah Yuni marah sama gue dan nyuruh gue buat pergi. Terus ada nyebut-nyebut nama Nadifa. Lo sahabat dia. Ada apa dengan Nadifa dan hubungannya sama gue dan Yuni?” Tanya Angga sambil memandang wajah Vivi dengan serius.
“Sebenarnya Nadifa gak pernah ngomong sama gue. Tapi gue tau dari tingkah laku dan gelagatnya kalo jumpa lo. Dia suka sama lo. Udah lama gue curiga. Dan rupanya bener. Meskipun dia gak ngomong iya tapi keliatan banget, ga. Dia suka sama lo.” Vivi menjelaskan.
“Terus hubungannya dengan Yuni?” Tanya Angga penasaran.
“Malam itu, saat lo dapat telepon dari Yuni. Nadifa keliatan marah. Dia pergi ninggalin gue dan Johan. Mungkin dia cemburu.”
“Lalu?”
“Pas di sekolah.....” Vivi ragu untuk melanjutkan.
“Ceritain aja, Vi.” Pinta Angga.
“Di sekolah gue gak sengaja liat Nadifa melabrak Yuni. Sampai.....”
“Sampai apa!?” Angga panik.
“Sampai Yuni jatuh dan menangis.”
“Apaa!?” Angga langsung berdiri dari tempat duduknya.
“Sekarang gue tau kenapa Yuni melarang gue deketin dia lagi.” Angga bergegas keluar dari kamar Vivi.
“Mau kemana, Ga?” Tanya Vivi melihat Angga begitu terburu-buru.
“Gue harus jumpai Yuni.” Angga langsung pergi tanpa memperdulikan Vivi yang masih ingin bertanya.
Di depan rumah Yuni. Angga mengetuk pintu sambil memanggil nama Yuni. Tiba-tiba pintu terbuka dan terlihat wanita separuh baya didepanya. Wanita itu mempersilahkan Angga untuk masuk. Berapa lama kemudian Yuni muncul sambil memasang wajah cuek.
“Yuni, gue mau ngomong penting sama lo.”
“Ngomong aja.”
“Gak bisa disini. Ayo ikut gue.”
“Gak.”
“Plis.” Bujuk Angga. Yuni terdiam. Setelah agak lama ia pun terpaksa mengiyakan ajakan Angga.
“Gue siap-siap dulu.” Yuni masuk ke kamar untuk bersiap-siap. Tak berapa lama kemudian ia keluar dari kamar dan meminta izin kepada ibunya. Lalu mereka pergi keluar. Sesampainya di taman. Yuni masih cuek kepada Angga. Angga berusaha membuat Yuni tidak cuek kepadanya.
“Yuni, gue tau kenapa lo marah sama gue.”
“Gue gak marah sama lo.”
“Kalo gak marah lo gak bakal usir gue kaya kemaren di sekolah dan nyuekin gue kaya sekarang.”
“Gue gak marah sama lo. Kok maksa sih.”
“Nadifa kan?”
“Maksudnya.”
“Lo ga usah pura-pura ga tau. Gara-gara Nadifa kan lo jadi kayak gini.” Angga menatap Yuni. Yuni hanya terdiam. Angga memegang tangan Yuni dan menatapnya lembut. Yuni menghindari mata Angga. Ia menoleh kesamping agar tak melihat matanya. Angga meraih wajah Yuni dan membuat Yuni menatap matanya. Terpaksa Yuni menatap mata Angga. Mereka saling bertatapan.
“Gue gak ada hubungan apa-apa sama Nadifa. Dia sahabat adek gue. Dia sering liat gue kalau lagi main sama Vivi. Dia suka sama gue. Gue tau dari Vivi barusan. Tapi dia ga pernah ngutarain sama gue. Gue gak suka sama Nadifa. Percaya sama gue, Yun. Gue suka sama lo.” Kata Angga dengan lembut. Yuni terkejut. Ia menatap Angga dalam-dalam. Ia melihat keseriusan Angga disana.
“Kalau gue sama lo, Nadifa akan semakin marah sama gue.” Kata Yuni.
“Gue akan jaga lo. Lo gausah takut. Lo ga akan di apa-apain sama dia. Ada gue. Lo mau kan jadi pacar gue.?” Kata Angga meyakinkan. Yuni diam sambil menatap Angga sangat lama. Kemudian ia mengangguk dan tersenyum. Angga sangat senang. Ia mengecup kening Yuni. Yuni memeluknya. Angga kembali memegang pipi Yuni.
“Kalau ada apa-apa lo langsung hubungi gue ya. Buat agar lo bergantung sama gue. Janji ya?” Kata Angga.
“Iyah.” Yuni mengangguk setuju. Ia tersenyum. Perlahan-lahan Angga mendekatkan bibirnya ke bibir Yuni dan menciumnya. Yuni membalas ciuman Angga. Mereka berciuman dengan mesra dalam waktu yang lama. Kemudian saling berpelukan. Mereka sangat bahagia dan berjanji akan saling menyayangi satu sama lain.
“Vi, tolong ya, lo kasih tau Nadifa untuk gak ganggu Yuni. Karena Yuni sekarang pacar gue.” Kata Angga kepada Vivi yang sedang menonton TV. Vivi sedikit terkejut namun ia mengiyakan kata-kata Angga. Ia berniat memberi tahu Nadifa besok di sekolah. Tapi ia ragu bagaimana cara menyampaikannya. Ia tau Nadifa pasti akan terluka.
Keesokan harinya, saat jam istirahat Vivi hendak menuju ke kantin. Namun disana ia melihat Angga dan Yuni sedang makan bersama dengan mesra. Vivi sangat tidak enak hati. Ia menjadi tidak berselera makan dan langsung menuju kelas. Di kelas ia menjumpai Nadifa.
“Dif, lo gak ke kantin?” Tanya Vivi seraya duduk di hadapan Nadifa.
“Gue gak laper.” Jawab Nadifa tak bersemangat. Melihat situasi ini Vivi semakin ragu untuk memberitahu Nadifa soal Angga. Ia khawatir Nadifa semakin terluka.
“Gue mau ke perpus. Lo mau ikut?” Tanya Nadifa.
“Oke.” Jawab Vivi sambil terpaksa tersenyum. Mereka segera menuju perpustakaan sekolah. Tanpa disangka mereka berpapasan dengan Angga dan Yuni yang hendak menuju ke kelas. Yuni sangat mesra kepada Angga. Mereka bergandengan tangan dan tertawa ceria. Melihat hal itu Nadifa langsung buru-buru menuju perpustakaan. Vivi mengejar Nadifa sambil matanya melihat ke arah Angga dan Yuni. Angga dan Yuni cuek. Mereka kembali melanjutkan perjalanannya sambil bercanda mesra.
“Dif, lo gak papa?” Tanya Vivi khawatir.
“Engga papa.” Jawab Nadifa tersenyum namun begitu jelas terlihat bahwa itu adalah senyum terpaksa. Nadifa fokus memilih-milih buku yang akan ia baca. Vivi khawatir melihatnya. Ia pun memperhatikan Nadifa dengan perasaan bersalah.
“Dif, maafin gue ya.” Kata Vivi. Nadifa menoleh kearahnya sedikit terkejut.
“Maaf kenapa?” Tanya Nadifa heran.
“Gue gak jujur sama lo.”
“Tentang?”
“Angga.”
“Kenapa dengan Angga?” Tanya Nadifa penasaran. Ia menatap Vivi dengan serius sambil memegang buku yang telah ia pilih tadi.
“Angga dan Yuni.” Vivi menghentikan ucapannya. Nadifa terus menunggu apa yang akan Vivi katakan dengan terus menatap Vivi.
“Mereka pacaran.” Vivi semakin merasa bersalah setelah mengucapkan kata tersebut. Ia menatap Nadifa dengan tatapan khawatir. Nadifa terlihat tenang tanpa mengucapkan satu katapun. Hatinya hancur. Ia tersenyum dan menatap Vivi.
“Lo gak salah, Vi. Harusnya lo cerita lebih awal biar gue tau. Kan gue jadi ga berharap sama kakak lo lagi. Gue yang salah udah mencintai orang yang salah. Maafin gue ya udah seenaknya mencintai kakak lo. Bilang sama dia gue minta maaf. Bilang juga sama Yuni gue minta maaf pernah kasar sama dia.” Nadifa mengelus pundak Vivi dan pergi meninggalkan Vivi dengan tersenyum. Namun setelah ia membalikkan badan, ia meneteskan air mata. Vivi tidak melihat namun ia tahu Nadifa terluka. Ia tak sanggup mengejar Nadifa. Ia hanya memandangnya dari belakang dan berkata dalam hati.
“Maafkan aku, Nadifa.”
Telepon rumah berdering. Bi Isah mengangkat gagang telepon tersebut. Berapa lama kemudian ia tergopoh-gopoh sambil memanggil Vivi. Vivi pun berlari menuju Bi Isah dan menjawab telepon. Tiba-tiba Vivi menjatuhkan gagang teleponnya sambil menutup mulut. Wajahnya panik. Air matanya mengalir dipipinya. Vivi segera berlari menuju kamar Angga.
“Angga!! Buka pintunya ini penting!” Vivi berteriak sambil air matanya terus mengalir. Angga membuka pintu dan terkejut melihat Vivi menangis.
“Lo kenapa, Vi?” Tanya Angga ikut panik.
“Nadifa.” Vivi tak kuat menahan kesedihannya. Ia menangis sejadi-jadinya sampai tak sanggup lagi mengucapkan kata-kata. Angga memegang kedua pundaknya dan menenangkan Vivi. Vivi sedikit tenang dan memberanikan diri untuk berbicara. Angga sabar menunggu Vivi berbicara.
“Nadifa bunuh diri.” Vivi kembali menangis. Angga terkejut setengah mati. Ia memukul kepalanya. Ia merasa bersalah.
“Gimana ini, Ga. Aku harus gimana.” Kata Vivi sambil terus menangis.
“Huufttt.... lo sekarang tenang dulu. Kalo lo udah tenang kita kerumah Nadifa. Ajak yang lain juga. Oke?” Kata Angga berusaha menenangkan Vivi. Vivi menarik nafas panjang. Ia sama sekali tidak siap menerima kenyataan ini. Nadifa adalah sahabat Vivi sejak pertama kali masuk SMA. Ia merasa bersalah telah memberitahu Nadifa soal Angga tadi siang. Tapi Angga berusaha menguatkan Vivi. Vivi pun memberanikan diri untuk berkunjung ke rumah Nadifa. Mereka pun bersama-sama menuju rumah Nadifa. Johan dan Yuni pun ikut serta. Sesampainya disana, mereka melihat begitu banyak orang dengan pakaian serba hitam berada di rumah Nadifa. Tubuh Nadifa terbujur kaku. Di sebelahnya ada seorang wanita yang menangis sambil terus menatap Nadifa. Vivi berjalan menuju wanita tersebut. Vivi memeluknya dan menangis bersama. Mereka saling menenangkan dan menguatkan.
Pemakaman selesai, Vivi dan teman-temannya pamit untuk pulang. Ibu Nadifa memberikan secarik kertas kepada Vivi.
“Nak Vivi, ini ada surat dari Nadifa. Ibu menemukan ini di kamarnya.” Sambil menyerahkan secarik kertas. Vivi menerimanya dengan raut wajah bingung. Vivi melihat ke arah Angga dan yang lainnya. Setelah menerima kertas tersebut Vivi izin untuk pulang.
“Ibunya ngasih apa sama lo, Vi?” Tanya Angga sambil menyetir mobil.
“Eh berhenti sebentar deh.” Kata Vivi.
“Oke.” Angga menepikan mobilnya.
Vivi mengeluarkan secarik kertas pemberian Ibu Nadifa dan membukanya perlahan. Itu adalah surat yang ditulis oleh Nadifa untuk mereka. Vivi sedikit bingung dan menatap teman-temannya satu persatu. Lalu dengan memberanikan diri dan menarik nafas panjang terlebih dahulu Vivipun membacanya dengan suara keras. Mereka sama-sama terkejut mendengar kata demi kata yang dibacakan Vivi. Yuni menutup mulutnya. Mereka tidak menyangka Nadifa melakukan hal tersebut hanya gara-gara cinta. Angga merasa bersalah. Yuni pun demikian. Tidak ketinggalan juga Vivi. Johan yang tidak tahu apa-apa hanya kebingungan dan ikut merasa miris melihat kejadian naas tersebut.
Untuk Angga, Vivi, Yuni dan Johan.
Ga, gue sayang sama lo, gue cinta sama lo, gue cemburu sama yuni. Gue benci sama Yuni. Bahkan gue nyakitin yuni. Itu semua karena gue cinta sama lo. Ga, maafin gue ya udah nyakitin cewek lo. Lo emang pantes sama Yuni. Dari dulu gue suka sama lo. Tapi gue gak berani ngutarainnya. Gue cemburu dan sakit hati sama Yuni. Yuni tolong jaga Angga.
Vivi makasih ya udah jadi sahabat baik gue. Gue minta maaf pernah buat lo marah. Gue sayang sama lo. Lo baik-baik ya sama Johan. Johan gue titip sahabat gue. Awas aja lo nyakitin dia.
Buat semuanya gue minta maaf. Selamat tinggal....
Begitulah isi surat dari Nadifa. Vivi meneteskan air mata. Begitu juga Yuni. Ia memaafkan segala kesalahan Nadifa yang pernah menyakitinya. Mereka sepakat untuk memaafkan kesalahan Nadifa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Nelly Noor
apa arti maaf dengan sebuah nyawa tampa ada penyesalan yuni ma angga, tega
2022-03-09
0