Vivi memasang wajah masam sementara Raffi hanya diam sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Papa memang sengaja mengundang Raffi untuk makan malam bersama dirumah. Angga cuma melirik sambil nyengir kuda ke arah Vivi. Ia senang menggoda adiknya yang tidak menyukai Raffi.
Malam yang terasa bagai neraka itu akhirnya selesai. Vivi bergegas masuk kekamar dengan terburu-buru. Namun baru saja berdiri dari kursi Papa sudah memanggilnya.
“Vivi.” Vivi mendengus kesal. Ia kembali duduk sambil menghentakkan badannya dikursi.
“Ajak Raffi ngobrol didepan ya.” Kata Papa sambil beranjak pergi menuju kamarnya. Vivi kesal. Rasanya ingin teriak tapi tak mampu. Terpaksa ia menuruti perintah Papanya. Ia berdiri dari kursinya dengan wajah sinis kemudian menarik tangan Raffi dengan kasar. Raffi meringis kesakitan. Ia sampai tersungkur di sofa karena hentakan Vivi.
“Awh, kasar banget jadi cewek.” Gerutu Raffi sambil memandang Vivi dengan sorot mata tajam. Vivi membuang muka acuh tak acuh.
“Gue sumpahin suka sama gue lu yak.” Kata Raffi. Vivi menoleh dengan cepat dengan wajah menyeringai.
“EN-A-JE-I-ES, NAJIS!” Begitu maki Vivi. Raffi hanya memandang dengan alis terangkat sebelah.
“Awas aja lu kalau suka sama gue. Bakal gue tolak mentah-mentah sampai lo berlutut!”
“Hiisss.” Vivi mendengus kesal. Ia membuang mukanya dengan kasar. Tangannya disilangkan didada dengan kaki menyilang. Dalam hati mengutuk laki-laki yang duduk didepannya tersebut. Kalau saja ada boleh pergi dari situ mungkin ia sudah lari bersama Johan.
“Lah kenapa yak mukanya pada ditekuk gitu.” Kata Angga yang tiba-tiba muncul sambil membawa cemilan keripik kentang yang ia beli dari supermarket tadi sore. Vivi cuma mendengus.
“Deketan dikit dooggg.” Goda Angga sambil mendorong tubuh Vivi untuk mendekat ke arah Raffi. Vivi semakin kesal.
“Iiihhhh apa sih, Ga!!” Vivi berdiri dari tempat duduknya dan pindah agak jauh dari Angga.
“Lah kok disitu, sinian dikit, Vi. Deket sama babang Raffi.” Vivi melotot sambil mengemeretakkan giginya. Raffi yang sejak tadi memperhatikan kakak beradik tersebut diam-diam menahan geli. Ia menyunggingkan senyum di bibirnya.
“Oh ya, Fi. Rencana lo habis lulus ini apa?” Tanya Angga mencoba ramah kepada Raffi ‘calon’ adik iparnya itu.
“Gue lanjut kuliah.”
“Ambil jurusan apa?”
“Jurusan perkantoran. Soalnya setelah wisuda gue udah harus nerusin usaha Papa.”
“Ooh, keren tuh.” Kata Angga sambil mulutnya terus mengunyah keripik kentang kesukaannya.
“Tuh, Vi. Calon suami idaman.” Angga kembali menggoda Vivi. Vivi hanya menjawab dengan kode mata melotot.
“Kalo lo sendiri, Ga?” Tanya Raffi kepada Angga yang sedang asik menggoda adiknya.
“Oh gue kuliah juga kayaknya. Tapi jurusannya masih belum kepikiran, hehe.” Angga tertawa renyah.
“Vivi tuh yang katanya udah fix mau kuliah. Dia suka sastra. Katanya pengen jadi penulis terkenal.” Kata Angga.
“Apa sih bawa-bawa gue. Gak usah bahas-bahas gue didepan gue ya. Gue gak suka.” Kata Vivi ketus.
“Oke kita akan bahas saat dibelakang lo.” Sahut Angga.
“His.” Vivi melotot kesal. Bibirnya semakin mengerucut. Malam yang terasa seperti neraka bagi Vivi. Angga dan Raffi malah semakin akrab. Mereka berdua mengobrol ngalor ngidul dihadapan Vivi. Vivi hanya mendengarkan obrolan receh mereka. Raffi sesekali merilik ke arah Vivi namun Vivi terlihat sibuk memainkan ponselnya.
“Cantik tapi judes.” Batin Raffi.
Setelah melewati berbagai proses, Vivi akhirnya diterima menjadi mahasiswa disalah satu kampus negeri di Jakarta. Vivi mengambil jurusan sastra. Ia memang tertarik dengan novel sejak dulu dan bermimpi untuk menjadi novelis. Meskipun tulisannya masih belum sempurna namun ia tak pernah menyerah. Ia selalu menulis. Entah itu puisi, cerpen atau bahkan novel kemudian menguplouadnya di salah satu platfrom di ponselnya. Meskipun pembacanya masih sedikit dan belum terlihat ada kemajuan ia tetap rajin menulis. Ia percaya suatu saat nanti tulisannya akan dihargai dan disukai oleh pembacanya.
Hari pertama kuliah membuat jantungnya sedikit berdebar. Dengan senyum yang ceria ia melangkahkan kakinya memasuki gedung yang lumayan besar tersebut. Make upnya yang tipis namun sedikit dipoles blush on membuatnya semakin merona dan cerah. Saking semangatnya Vivi tak menyadari bahwa langkah kakinya begitu cepat. Kemudian, BRUKK!! Ponsel yang dipegang Vivi terjatuh. Badannya juga sedikit terdorong kebelakang. Ia menabrak sesuatu. Vivi menoleh kedepan. Seketika air mukanya berubah.
“Elo?!” Katanya sambil menunjuk seseorang tersebut. Seseorang itu membungkuk mengambil ponsel Vivi yang terlempar tadi. Kemudian memeriksa ponsel itu, layarnya retak dua garis. Mencoba menghidupkannya namun tak bisa. Ponselnya mendadak mati total. Ia pun memandang Vivi sambil berkata.
“Ini gue bawa dulu. Ini rusak. Besok gue ganti yang baru.” Kemudian dia mengantungkan ponsel itu di saku celananya sambil melangkah pergi. Vivi hanya melongo melihat kejadian barusan. Ia tidak terima. Ia memaki sendiri.
“Apa-apaan sih sok keren banget. Hiss!” Sambil menghentakkan kaki dan bersungut.
“Ganggu mood baik gue. Jadi badmood kan!” Vivi emosi. Kemudian ia memutuskan untuk kembali menuju kelasnya.
Raffi mencoba sekali lagi untuk mengaktifkan ponsel Vivi. Dipukul-pukulnya dengan telapak tangan berharap ponselnya menyala. Namun tak kunjung menyala. Kemudian ia pergi ke konter yang khusus untuk memperbaiki alat-alat elektronik.
“Mas, tolong perbaiki ponsel ini, bisa?” Tanya Raffi kepada karyawan konter tersebut.
“Tunggu sebentar ya, Mas.” Kata karyawan konter itu sambil mengambil ponsel yang diserahkan Raffi tadi. Sementara karyawan konter itu memperbaiki ponselnya, Raffipun melihat-lihat ke kotak kaca yang ada didepannya. Berderet ponsel dari berbagai merek di pajang disana. Tiba-tiba terlintas dibenak Raffi untuk mengganti ponsel Vivi dengan yang baru.
“Mas, yang merek ini berapa harganya?” Tanya Raffi sambil menunjuk ke salah satu ponsel yang menurutnya bagus.
“Oh ini 5 juta, Mas.” Jawabnya sambil terus sibuk memperbaiki ponsel Vivi.
“Saya beli ini satu ya, Mas.” Kata Raffi. Karyawan konter itu masih sibuk dengan kerjaannya didepan kemudian wajahnya tersenyum cerah dan menoleh ke Raffi.
“Oke, Mas. Kami ambil dulu barangnya didalam.” Kata karyawan itu sambil beranjak untuk mengambil pesanan Raffi di deretan lemari belakang. Karena ponsel yang dipajang di box kaca itu khusus pajangan. Tak berapa lama kemudian karyawan ponsel itu menyerahkan pesanan Raffi beserta ponsel Vivi yang baru diperbaikinya. Setelah membayar Raffi bergegas ke mobil.
Raffi berniat untuk mengembalikan ponsel Vivi namun sejenak ia kepikiran sesuatu.
“Gue coba lihat isinya dulu deh ni ponsel.” Kemudian Raffi menyalakan ponsel Vivi yang baru diperbaiki itu dan melihat isinya. Tiba-tiba ada pesan masuk di ponsel Vivi. Raffi mengernyitkan keningnya begitu membaca nama yang tertera di layar ponsel.
“Johan.” Gumam Raffi. Ia mengklik pesan itu dan membacanya.
“Sayang, kemana aja seharian gak ngasih kabar?” Begitu isi pesannya. Raffi tertawa geli.
“Alay banget.” Kata Raffi sambil tertawa. Raffi mengabaikan pesan itu. Berapa menit kemudian Johan menelvon Vivi. Mau tak mau Raffi mengangkatnya.
“Halo.?” Kata Raffi.
“Siapa lo? Angga?” Tanya Johan sedikit heran.
“Bukan.”
“Lalu?”
“Gue calon suami Vivi.”
“Apa?! Gue pacar Vivi.”
“Tapi gue calon suaminya.”
“Mana Vivi gue mau ngomong.”
“Dirumah Papanya.”
“Jadi lo bawa ponsel Vivi.”
“Iya.”
“Pencuri lo ya.”
“Iya bener. Gue pencuri. Nyuri pacar lo.” Raffi segera mematikan telponnya. Ia tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata. Ia puas telah mengerjai kekasih Vivi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments