Kado Terindah

Raffi mengantarnya sampai depan pintu gerbang rumah. Saat Vivi hendak keluar dari mobil, Raffi menarik tangannya. Vivi menoleh dengan penuh tanda tanya. Kemudian, Cuupp! Ciuman itu mendarat di keningnya. Vivi tersipu malu. Ia pun mendorong tubuh Raffi kemudian segera cepat-cepat keluar dari mobil. Raffi tersenyum lebar.

“Aku pulang dulu ya.” Kata Raffi. Ia mengganti panggilannya dari ‘gue’ menjadi ‘aku’. Vivi tertawa geli.

“Sejak kapan jadi aku kamu.”

“Sejak kamu mau jadi istri aku.” Jawabnya dengan senyum mengembang. Vivi tertawa renyah. Kemudian Raffi melambaikan tangan dan menjalankan mobilnya. Setelah Raffi hilang dari pandangannya ia segera masuk kedalam rumah. Papa dan Angga sedang duduk diruang keluarga. Kelihatannya mereka sedang berbincang-bincang mengenai pernikahan Angga yang akan berlangsung dua bulan lagi. Mereka melihat Vivi yang masuk kedalam rumah dengan wajah berbinar-binar. Angga dan Papa saling menatap dan mengangkat bahunya. Seolah saling bertanya dengan menggunakan isyarat.

“Vi, sini dulu deh,” Kata Angga yang terlalu penasaran. Vivi menghentikan langkah dan segera mendekati mereka.

“Muka lo kenapa, aneh banget.” Kata Angga sambil meneliti wajah adiknya. Ia berdiri dari tempat duduknya dan memegang muka Vivi. Ditelitinya dengan seksama. Vivi menepis.

“Apaan sih Angga lebay banget.” Tepisnya dengan telapak tangan. Mata Angga melotot saat melihat sesuatu terpasang di jari tangan Vivi. Ia menangkap tangan Vivi.

“Ini apa?!” Papa pun ikut terkejut mendengar Angga meninggikan suaranya. Vivi tertawa lebar melihat ekspresi kakaknya.

“Lo lebay banget sih, Ga. Emang lo doang yang punya kaya ginian.” Katanya sambil memamerkan cincin yang ia kenakan.

“Iya bukan gitu, tapi ini dari siapa?”

“Menurut lo?”

“Pah, lihat nih anak gadis Papa, aneh.” Kata Angga sambil menoleh Papanya. Papa menatap Vivi dengan tenang. Ia sepertinya sudah menduga siapa yang memberikan cincin itu.

“Vivi, Papa bangga sama kamu, akhirnya kamu mau menerima keputusan Papa, terimakasih ya, Nak.” Papa berdiri dan memeluk Vivi. Angga kebingungan. Vivi membalas pelukan Papanya dan tersenyum.

“Vivi tulus kok, Pa. Bukan semata-mata karena ingin nurutin keinginan Papa.” Vivi tersenyum. Setelah itu, ia pun masuk ke dalam kamar. Angga masih terjebak dalam kebingungan. Kemudian ia bertanya kepada Papa.

“Papa tau?”

“Masa kamu lupa kalau Raffi tadi tidak ikut kita pulang bersama.”

“Hah, jadi itu dari Raffi. Ya ampun Angga gak kepikiran. Akhirnya Vivi mau menerima Raffi ya, Pah.” Papa mengangguk. Mereka lega karena pernikahan Vivi nantinya didasarkan atas cinta bukan karena keterpaksaan.

Satu bulan kemudian, hari ini adalah hari yang sangat spesial karena Raffi akan melaksanakan wisuda. Vivi beserta keluarganya pun turut serta menghadiri acara tersebut.

“Selamat yaa,” Vivi mengulurkan tangan untuk memberinya selamat, ditangan kirinya membawa satu buket bunga yang cantik. Raffi tidak menerima uluran tangan Vivi tetapi ia malah menariknya dan memeluknya. Vivi berteriak karena terkejut.

“Ya ampun ngagetin!” Vivi memukul punggung Raffi. Raffi hanya tertawa.

“Nih, hadiahnya.” Vivi menyodorkan bunga yang ia pegang. Raffi menerimanya dengan senang hati.

“Terimakasih calon istri. Hadiahnya masa gini.” Katanya dengan ekspresi wajah kecewa.

“Terus? Ini juga udah umum tau buat anak-anak wisuda.” Vivi protes.

“Aku maunya kan yang gak umum, biar gak sama dengan yang lain.”

“Contohnya?” Vivi bertanya dengan rasa penasaran. Raffi malah tersenyum lebar kepadanya. Kemudian ia menunjuk bibirnya dengan jari telunjuk. Vivi begidig.

“Apaan sih,”

“Vi, ayolah beri aku hadiah spesial.” Katanya sambil mencolek tangan Vivi. Vivi menghindarinya.

“Awas ya deket-deket, nih!” Kata Vivi sambil mengacungkan tinjunya. Raffi tertawa sambil terus menggodanya. Vivi berlari menghindar, Raffi malah mengejarnya sambil tertawa-tawa karena melihat ekspresi lucu Vivi.

Setelah acara wisuda selesai, keluarga Papa dan Raffi pun pulang. Raffi dan Vivi mengatakan ingin merayakan wisudanya dengan berdua. Mereka segera masuk ke mobil dan pergi ketempat tujuan.

“Kita mau dinner romantis lagi ya kaya waktu itu?”

“Enggak, tapi aku mau nunjukin sesuatu yang tak kalah romantis dari waktu itu.” Jawabnya. Vivi tak ingin banyak bertanya ia pun menurut dan mengikuti Raffi.

Mereka telah sampai di depan sebuah gedung mewah yang menjulang tinggi. Itu adalah gedung apartemen yang biasa di tinggali oleh orang-orang kaya. Vivi bertanya-tanya dalam hati namun ia sengaja diam dan ingin segera melihat apa yang akan Raffi tunjukkan padanya. Raffi mengajaknya masuk kedalam gedung tersebut. Setelah menaiki beberapa lift mereka sampai didepan pintu apartemen. Raffi mengeluarkan kunci dari dalam saku celananya. Kemudian membuka pintu tersebut. Pintu terbuka, Vivi terbelalak saat melihat isi dibalik pintu tersebut. Raffi mengajaknya untuk masuk. Ia menggandeng tangannya dengan mesra. Apartemen tersebut ukurannya sangat besar dan luas. Corak dan interiornya pun terlihat mewah. Apartemen itu sudah lengkap dengan isinya. Seperti sudah layak untuk ditinggali. Vivi terperangah melihat kemewahan itu didepan matanya. Raffi mengajaknya masuk kedalam ruangan yang ternyata adalah kamar. Kamar tersebut memiliki jendela yang terbuat dari kaca. Dan jika kita berdiri di balik kaca tersebut akan terlihat pemandangan kota yang indah dari atas sana. Vivi berdecak kagum melihat semua keindahan itu.

“Ini apartemen siapa?”

“Apartemen kita.”

“Kamu beli ini untuk kita?”

“Iya.” Raffi mengangguk.

“Tapi ini terlalu cepat. Kita kan belum mau menikah.”

“Kata siapa? Sebentar lagi kita menikah.”

“Tapi aku masih belum menyelesaikan kuliahku.”

“Emangnya salah menikah sebelum lulus kuliah?” Raffi balik bertanya. Vivi terdiam. Memang tidak salah menikah saat kita masih kuliah. Namun ia merasa itu terlalu cepat.

“Kamu jangan khawatir, kita menikah setelah Angga dan Yuni menikah. Aku sengaja nyiapin ini lebih awal sebagai hadiah untuk pernikahan kita kelak.” Kata Raffi sambil memegang kedua pipi Vivi. Vivi tersenyum. Ia menerima keputusan Raffi.

“Makasih ya, atas kadonya. Harusnya sekarang aku yang ngasih kado karena kamu wisuda. Malah jadi kamu yang ngasih aku kado padahal aku lagi gak wisuda.”

“Its Ok.” Raffi tersenyum. Mereka saling bertatapan dengan penuh cinta. Raffi menciumnya untuk yang pertama kali. Vivi tidak menolak, dan mereka saling berciuman dengan penuh bahagia.

Laki-laki yang sangat romantis, begitulah kesan Vivi kepada Raffi. Ia tak menyesal karena baru mengenal Raffi. Mungkin jika ia tau Johan bukanlah takdir untuknya ia tak akan lebih memilih Raffi sejak Papa menjodohkannya dengan dirinya. Namun takdir telah tertulis. Mau tidak mau Vivi harus melewati berbagai luka untuk mendarat di hati Raffi. Ia bersyukur Papa menjodohkannya dengan Raffi. Pilihan Papa memang yang terbaik. Begitu pikirnya.

“Makasih ya udah berusaha membahagiakan aku.” Kata Vivi sambil memeluk Raffi.

“Justru aku yang berterimakasih sama kamu, kamu udah mengizinkan aku untuk menjadi calon suamimu. Makasih banyak ya, Sayang.” Raffi mengecup keningnya. Vivi tersenyum. Ia benar-benar bahagia. “Terimakasih Papa,” Ucapnya dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!