Bagian 20. Perhatian

...Assalaamu 'alaikum Kanca...

...Selamat Membaca...

...Semoga suka...

...💙💙💙...

Sebelum berangkat ke sekolah Zaina menyempatkan waktunya untuk sarapan terlebih sang Ayah sudah menyiapkannya. Karena hari ini Lutfan tidak ada jadwal mengajar di kampus maka ditugasnya di pagi hari ialah menyiapkan sarapan untuk putrinya yang akan berangkat menimba ilmu.

Di sela-sela aktivitas sarapannya Zaina sesekali menatap ke arah sang Ayah, sepertinya ia ingin membicarakan sesuatu kepada Ayahnya namun ia ragu untuk mengungkapkannya. Bahkan disaat sudah selesai sarapan Zaina belum kunjung berbicara apapun sehingga membuatnya gelisah dan tidak kunjung berangkat ke sekolah.

''Ayah.''

''Iya, kenapa Zaina?''

Zaina menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, hanya saja dijadikan peralihan atas rasa kecanggungannya. Lutfan yang melihat sikap aneh sang putri akhirnya bertanya-tanya.

''Ayah maaf, tadi malam Xakiel kenapa?, kok sepertinya dia sedih banget.''

Akhirnya Zaina menyalurkan rasa penasarannya dengan bertanya kepada Ayahnya tentang Xakiel yang tadi malam terlihat sangat sedih dan kalut. Sejujurnya Zaina ragu untuk menanyakannya tetapi rasa penasarannya lebih dominan sehingga ia memberanikan diri untuk bertanya kepada Ayahnya dan berharap Ayahnya mau menjawabnya.

Lutfan tersenyum, ia mendekati sang putri yang sudah menunggu jawaban darinya, lalu ia mendekapnya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

''Xakiel kurang beruntung, keluarganya tidak bahagia, kamu harus bersyukur ya karena kamu memiliki apa yang Xakiel tidak miliki.''

Zaina mengangguk lirih. Dalam hatinya muncul rasa iba dan prihatin kepada Xakiel. Ia tidak menyangka orang yang selama ini selalu tampil ceria seakan tidak memiliki masalah nyatanya menanggung beban masalah yang amat berat.

''Sekarang Zaina sudah mengerti kan?, kenapa Ayah dan Ibu memilih untuk berpisah, karena jika kami masih terus bersama tetapi sudah tidak lagi sama, maka kejadiannya akan seperti yang dialami oleh orang tua Xakiel, mereka hidup bersama tapi tidak bahagia, dan ujung-ujungnya anak yang akan menjadi korban.''

Kini Zaina benar-benar mengerti. Ayahnya sudah membuka lebar jalan pikirannya yang dulu terlalu sempit dalam memahami perpisahan kedua orang tuanya. Dengan adanya permasalahan yang sedang dihadapi oleh Xakiel seolah menjadi bukti nyata bagaimana jadinya apabila keluarganya masih dipaksa tetap bersama tetapi sudah tidak lagi sama, dan akhirnya berujung hidup dengan tidak bahagia.

''Zaina, Ayah minta tolong ya sama kamu, tolong hibur Xakiel, beri dia semangat, ini tidak mudah baginya, tapi dia harus melewatinya,'' pinta Lutfan dengan harapan besar kepada Zaina.

Zaina menganggukkan kepalanya. Ia akan berusaha melakukan apa yang Ayahnya pinta karena walau bagaimanapun ia pernah berada di posisi Xakiel. Kedua orang tuanya memang berpisah secara baik-baik, tetapi tidak ada seorang anak di dunia ini yang bisa menerima kenyataan pahit itu, termasuk dirinya. Namun ia akan tetap mensyukurinya karena keluarganya tetap bahagia meskipun sudah tidak tinggal bersama.

...*****...

Zaina mulai memasuki kelasnya yang sudah ramai karena teman-temannya sudah banyak yang datang, tetapi ia tidak melihat keberadaan Xakiel, padahal Wafi sudah datang. Biasanya mereka selalu datang bersama, tetapi mengapa hari ini berbeda. Di manakah Xakiel berada?, apa ia tidak masuk sekolah?, ingin sekali Zaina menanyakannya kepada Wafi tetapi tiba-tiba pergerakannya dihentikan dengan kedatangan Zeya yang langsung menyambutnya.

''Assalaamu 'alaikum Zaina, selamat pagi,'' sapa Zeya dengan riang gembira.

''Wa 'alaikumus salaam, pagi Zeya,'' jawab Zaina dengan menebarkan senyuman hangatnya.

''Kok malah berdiri di sini, ayo duduk,'' ajak Zeya sembari menggandeng tangan Zaina menuju tempat duduk mereka.

Zaina hanya mengikutinya saja, akan tetapi pandangan matanya fokus menatap bangku kosong milik Xakiel. Dalam hatinya terus bertanya-tanya, apakah hari ini Xakiel tidak masuk sekolah?, apakah ini ada kaitannya dengan permasalahan yang dihadapinya?, entahlah Zaina menjadi bingung sendiri.

Kring....

Suara bel pertanda masuk telah berbunyi, namun bangku Xakiel masih tetap kosong tak berpenghuni. Dan Zaina terus memperhatikannya. Namun ia memperhatikannya secara diam-diam agar tidak diketahui oleh Zeya dan teman-teman lainnya.

''Rifad, lo ke kantor sana jemput guru, hari ini Xakiel nggak masuk, dia sakit.''

Deg

Pernyataan yang baru saja dilontarkan oleh wafi seketika membuat Zaina membeku. Pikirannya langsung terngiang-ngiang akan Xakiel. Bahkan pikiran negatif pun mulai bertebaran namun sebisa mungkin ia menghadirkan pikiran yang positif di otaknya.

''Oh, ya sudah kalau begitu sekarang aku akan ke kantor,'' jawab Rifad sembari menuju kantor.

Sementara Zeya langsung menoleh ke arah Zaina. awalnya Zaina terkejut namun ia mencoba untuk bersikap biasa-biasa saja bahkan ia pura-pura tidak menghiraukan perkataan Wafi tadi.

''Zaina, Xakiel sakit,'' ucap Zeya memberitahu Zaina.

''Oh,'' jawab Zaina singkat.

Zeya malah memutar bola matanya jengah, ''Kok oh doang?''

''Ya-ya terus?''

''Xakiel kan sudah menjadi teman kita, seharusnya kita prihatin dong karena dia sedang sakit, kamu bagaimana sih Zai sama teman sendiri masa nggak prihatin,'' oceh Zeya sedikit kesal kepada Zaina.

''Iya-iya maaf, ya sudah kita doakan saja semoga Xakiel cepat sembuh dan bisa masuk sekolah lagi.''

''Aamiin, nah gitu dong,'' ujar Zeya sembari mengubah raut wajah kesalnya dengan senyuman bahagia.

Dalam hatinya Zaina berharap semoga Xakiel cepat sembuh dan tidak ada hal-hal negatif yang terjadi, terlebih saat ini Xakiel sedang memikul masalah yang berat, semoga dia kuat dan imannya masih melekat.

...*****...

''Wafi, tunggu.''

Zaina memanggil Wafi yang baru saja tiba di parkiran sekolah. Zaina buru-buru mengejarnya dengan sesekali melihat keadaan sekitar. Untung saja tadi Zeya pulang duluan karena ada kepentingan keluarga sehingga Zaina bisa bertanya tentang Xakiel kepada Wafi.

''Eh Zaina, iya ada apa?''

''Em, Xakiel sakit apa?'' tanya Zaina sedikit canggung.

''Oh, Xakiel lagi nggak enak badan, katanya dia perlu istirahat.''

Zaina hanya mengangguk, namun dalam hatinya ia merasa sedikit lega karena dapat mengetahui kondisi Xakiel lebih detail.

''Aku boleh minta nomor handponenya Xakiel nggak?''

Meskipun awalnya ragu namun Zaina harus punya nomor handpone Xakiel. Ia takut nanti setelah Ayahnya tahu kalau Xakiel tidak masuk sekolah, Ayahnya akan meminta nomor handpone Xakiel kepadanya, jadi buat jaga-jaga saja.

Wafi sedikit tersentak. Ia tidak salah dengar?, Zaina meminta nomor handpone Xakiel padanya?, namun ia tidak ingin berpikiran yang macam-macam dulu, wajar saja apabila Zaina ingin meminta nomor handpone Xakiel, terlebih sekarang mereka juga sudah berteman, jadi ini hal yang biasa dan lumrah.

Setelah Zaina mendapatkan nomor handpone Xakiel, ia langsung berpamitan kepada Wafi untuk pulang duluan. Jujur saja Zaina malu sekali setelah meminta nomor handpone Xakiel, ini pertama kalinya ia meminta sekaligus menyimpan nomor handpone seorang laki-laki, tetapi mau bagaimana lagi, ia antispasi saja siapa tahu nanti Ayahnya ingin menghubungi Xakiel untuk mengetahui keadaannya yang katanya sedang sakit.

...*****...

''Assalaamu 'alaikum.''

Zaina terkejut ketika melihat Ayah dan Ibunya sedang bercengkrama di ruang tamu dengan wajah yang cukup serius. Mereka tidak berdua saja melainkan ada Lais yang menjadi orang ketiga diantara mereka, meskipun Lais hanya terlihat diam saja memperhatikan kedua orang tuanya.

''Wa 'alaikumus salaam.''

Dengan hormat Zaina mencium tangan Ayah dan Ibunya. Kemudian ia duduk di sebelah Lais yang masih terlihat diam saja, namun Lais turut mengetahui apa yang sedang terjadi pada Xakiel. Lutfan sengaja memberitahu putra bungsunya itu agar bisa dijadikan pelajaran hidup sekaligus dapat lebih bersyukur.

''Zaina, Ayah baru saja menceritakan tentang Xakiel kepada Ibu, Ibu ikut sedih mendengarnya, Ibu tidak tega apabila ada anak yang menjadi korban dari keegoisan orang tuanya.''

Unaisha terisak di tengah-tengah ucapannya. Jiwa keibuannya yang tidak tegaan muncul seketika. Ia sudah tidak kuasa menahan air matanya. Lutfan juga demikian, ia merasa kasihan dengan nasib anak yang kurang beruntung itu, terlebih lagi dia adalah teman dari anaknya sendiri.

''Oh iya Zaina, bagaimana kabar Xakiel?, apa dia baik-baik saja?''

Zaina menghela napas sejenak. Ia sudah dapat menebak Ayahnya pasti akan menanyakan tentang keadaan Xakiel saat ini.

''Xakiel nggak masuk sekolah Ayah, dia sakit.''

Lutfan langsung terkejut, begitu juga Unaisha. Harapan mereka saat ini hanya satu, yaitu semoga Xakiel dalam keadaan baik-baik saja dan selalu berada dalam lindungan Allah.

''Dia sakit apa Nak?'' tanya Unaisha mulai khawatir.

''Katanya dia lagi nggak enak badan, dia perlu banyak istirahat.''

''Zaina, Ayah boleh minta tolong, tolong kamu hubungi Xakiel ya, Ayah ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja,'' pinta Lutfan mulai cemas.

Benar dugaan Zaina, saat ini Ayahnya ingin menghubungi Xakiel untuk mengetahui keadaannya. Untung saja tadi ia sudah meminta nomor Xakiel kepada Wafi sehingga sekarang ia bisa menghubunginya untuk menanyakan keadaannya.

Sementara di tempat lain, Wafi baru saja keluar dari sebuah lift. Ia baru saja menginjakkan kakinya di apartement yang mewah. Kemudian langkah kakinya berhenti di depan salah satu pintu apartement milik seseorang. Tanpa berlama-lama lagi ia langsung membuka pintunya dan masuk ke dalam.

''Selamat siang Bro,'' sapa Wafi kepada seseorang dibalik selimut.

Seseorang itu pun menyibakkan selimutnya dan dialah Xakiel yang sedang terbaring di kasur empuknya. Setelah tadi malam pulang dari rumah Zaina Xakiel memutuskan untuk tidak pulang ke rumah melainkan ia lebih memilih tinggal di apartemen yang ia beli secara dadakan. Ia sudah tidak kuat lagi untuk tinggal satu atap dengan orang tuanya, dan akhirnya ia memilih untuk tinggal di apartemen saja, sekaligus untuk menenangkan hati dan pikirannya.

''Lo ganggu istirahat gue saja,'' oceh Xakiel yang kembali menutupi wajahnya dengan selimut.

''Gue itu khawatir sama lo, takut lo kenapa-kenapa, harusnya lo berterima kasih sama gue, sekarang lo kan jadi nggak sendiri.''

''Iya-iya terima kasih,'' jawab Xakiel dibalik selimutnya.

''Ngomong-ngomong apartemen lo bagus juga, mewah lagi, pasti mahal nih, wah gue jadi sering-sering main ke sini deh, kenapa nggak dari dulu saja sih lo beli apartemen Kiel, kenapa baru sekarang.''

''Berisik!'' omel Xakiel semakin mengeratkan selimutnya.

Wafi hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia sudah terbiasa dengan sikap sahabatnya yang suka eror ketika sedang ada masalah, seperti sekarang ini.

Saat suasana sedang hening dan Xakiel kembali merajut mimpinya tiba-tiba suara handpone berbunyi dan langsung mengganggu ketenangannya. Alhasil Xakiel terbangun dan kembali menyibakkan selimutnya.

''Handpone lo bunyi kenapa nggak langsung diangkat sih,'' maki Xakiel kepada Wafi yang masih membiarkan handponenya terus berbunyi.

''Itu bukan suara handpone gue kali, itu handpone lo,'' gerutu Wafi sembari menunjuk handpone Xakiel yang berada di atas nakas.

Tanpa berlama-lama Xakiel mengambil handponenya, namun ia langsung menggeletakkannya di kasur. Wafi yang melihatnya langsung kebingungan dan merasa aneh.

''Kenapa nggak diangkat?, orang tua lo yang nelpon?''

''Nomor nggak dikenal, pakai acara video call segala lagi, kurang kerjaan banget.''

''Oh iya tadi Zaina minta nomor handpone lo, terus gue-''

Belum tuntas Wafi bicara, Xakiel langsung mengambil kembali handponenya dan buru-buru mengangkat panggilan video call tersebut. Wafi hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

''Halo, assalaamu 'alaikum.''

Xakiel sedikit terkejut, karena di layar handponenya menampilkan wajah seorang laki-laki yang tidak asing baginya.

''Om Lutfan.''

''Iya Xakiel ini Om, kamu baik-baik saja kan?'' tanya Lutfan dengan wajah yang terlihat cemas.

Xakiel langsung memasang wajah yang tersenyum, ''Iya Om saya baik-baik saja.''

''Halo, nak Xakiel ini tante Unaisha, nak Xakiel beneran baik-baik saja kan?''

Tiba-tiba handponenya berpindah alih dan wajah Lutfan berganti wajah Unaisha, Ibunya Zaina. Jujur Xakiel senang sekali mendapatkan sambungan telepon video call dari orang tua Zaina bahkan mereka begitu mengkhawatirkan keadaannya.

''I-iya Tante, saya baik-baik saja.''

''Tapi kata Zaina nak Xakiel katanya sedang sakit.''

''Oh iya Tante, saya memang lagi nggak enak badan, tapi sekarang saya sudah baikan kok Tante.''

''Alhamdulillah kalau begitu, sekarang nak Xakiel harus banyak istirahat dulu ya, jangan memirkirkan apa-apa dulu, supaya cepat sembuh.''

''Iya Tante terima kasih.''

Handponenya pun berpindah alih lagi, saat ini layar handponenya menampilkan wajah Lais yang sangat dekat sekali sehingga membuat Xakiel tertawa melihatnya.

''Abang Xakiel cepat sembuh ya, nanti kita main basket bareng lagi,'' ucap Lais yang ikut mendoakan Xakiel agar cepat sembuh.

''Iya Lais, terima kasih ya,'' ucap Xakiel yang tawanya mulai memudar.

''Iya sama-sama, Abang Xakiel, ini kak Zaina mau bicara katanya sama Abang Xakiel.''

Tiba-tiba saja handponenya berpindah alih lagi. Dan wajah manis Zaina terpampang nyata di layar handpone Xakiel. Xakiel senang bukan kepalang, ia tidak dapat menahan senyuman bahagianya ketika melihat wajah gadis manis yang dicintainya itu.

Zaina mencoba untuk tersenyum, meskipun senyumannya terlihat canggung. Namun ia sedikit lega karena melihat Xakiel dalam keadaan baik-baik saja bahkan wajahnya sangat ceria meskipun kedua matanya masih terlihat sembab, bekas menangis tadi malam.

''Sebelumnya aku mau minta maaf karena sudah ganggu istirahat kamu, tapi Ayah sama Ibu ingin tahu keadaan kamu.''

''Iya Zaina, nggak apa-apa kok, justru aku senang karena kalian perhatian sekali sama aku, kedua orang tuaku saja nggak begitu.''

Buru-buru Zaina mengalihkan topik pembicaraannya, ia takut Xakiel akan kembali sedih karena mengingat kedua orang tuanya. Ia tidak ingin hal itu terjadi.

''Semoga kamu cepat sembuh ya,'' ucap Zaina dengan tulus.

Xakiel teramat senang mendengarnya. Ia langsung menganggukkan kepalanya dengan bersemangat. Bahkan senyumannya semakin melebar.

''Iya, terima kasih ya Zaina, terima kasih karena kamu sudah perhatian sama aku,'' ucap Xakiel nampak malu-malu.

Zaina ikut malu juga pada akhirnya, suasana pun terasa canggung, ''Kalau begitu sudah dulu ya, kamu kan harus istriahat, assalaamu 'alaikum.'' Sambungannya pun terputus dengan Zaina yang mengakhirkannya.

''Wa 'alaikumus salaam.''

Xakiel langsung berdiri dan berjingkrak-jingkrak girang di ranjang. Seketika tubuhnya langsung segar bugar padahal tadi ia lemas sekali. Zaina dan keluarganya seakan memberikan energi positif untuknya. Terlebih perhatian yang diberikan Zaina kepadanya seakan menjadi obat penyembuh dari rasa sakitnya.

Wafi yang melihatnya sudah tidak heran lagi, tetapi ada juga yang dia herankan, yaitu kedekatakan antara Xakiel dengan keluarga Zaina. Mengapa bisa sedekat itu?, mereka sudah seperti keluarga saja. Wafi tidak menyangka Xakiel sehebat itu merebut hati keluarga Zaina, mungkin ini yang dinamakan hikmah dibalik masalah yang dihadapi oleh Xakiel.

💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙

...Assalaamu 'alaikum Kanca...

...Alhamdulillah bagian dua puluh sudah launching...

...Jangan lupa like, komen dan vote ya...

...Ukhfira tunggu partisipasinya...

...Mator Sakalangkong...

...🤗🤗🤗...

Terpopuler

Comments

so-v

so-v

obatnya langsung manjur 🤣

2020-12-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!