Bagian 4. Selalu Bertengkar

...Assalaamu 'alaikum Kanca...

...Selamat Membaca...

...Semoga suka...

...💙💙💙...

Hari ini pelajaran bahasa indonesia di kelas XI B tetapi gurunya sedang berhalangan hadir dan akhirnya mendapatkan tugas untuk menulis materinya, Xakiel baru saja mengambil buku paketnya di ruang guru lalu menyerahkannya kepada sang sekretaris kelas, yaitu Zaina.

''Ini tolong tulis di papan ya, dari sini sampai sini,'' ucap Xakiel menunjukkan materi mana saja yang harus ditulis oleh Zaina di papan tulis.

Zaina hanya mengangguk untuk menanggapi perintah Xakiel kepadanya, lalu ia langsung beranjak dari tempat duduknya untuk melaksanakan tugasnya yaitu menulis materi bahasa indonesia di papan tulis yang masih bersih.

Xakiel juga kembali ke tempat duduknya, lalu mengambil buku catatannya di dalam tasnya yang ia letakkan di belakang tubuhnya. Xakiel mengedarkan pandangannya ke arah teman-temannya, ia melihat kebanyakan dari mereka tidak memulai untuk mencatat materi yang ada di papan tulis bahkan ada yang mejanya masih kosong alias tidak mengeluarkan alat tulisnya sama sekali.

Bruggg!!!

Xakiel menggebrak meja belakang dengan keras. Semua orang langsung terkejut dan mulai tertuju ke arahnya, begitu juga dengan Zaina yang ikut terkejut dan menghentikan sejenak aktifitasnya, dan yang paling terkejut adalah Wafi karena yang menjadi sasaran kemarahan Xakiel ialah mejanya.

Xakiel beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri teman-teman kelasnya yang tidak niat sekolah. Tatapan mata Xakiel sangat tajam dan siap menerkam siapa saja yang berada di dekatnya.

''Lo kenapa nggak nulis?!, papan tulis di depan itu bukan televisi yang hanya ditonton, mau nulis atau nggak?!''

Seorang siswa yang sedang diajak bicara oleh Xakiel langsung ketakutan, karena Xakiel mencengkram kerah bajunya dan sudah siap untuk menonjoknya.

Zaina yang melihatnya ikut ketakutan, ia menutup kedua matanya dan tidak ingin melihat kekerasan yang akan terjadi beberapa detik ke depan. Namun ia berharap itu semuanya tidak akan terjadi.

''I-iya Xakiel, gue mau nulis, ini gue mau nulis, tapi tolong lepaskan gue dulu,'' ucap siswa laki-laki itu yang mulai memelas meminta pelepasan dari Xakiel.

Tak berapa lama akhirnya Xakiel melepas siswa laki-laki itu dari cengramannya. Lalu ia beralih menatap siswa-siswi yang lain dan mereka langsung menuruti perintah Xakiel untuk mengeluarkan buku tulisnya dan mulai menulis.

Xakiel akhirnya mulai melangkah ke tempat duduknya sembari berkata ''Kita boleh nakal, tapi harus pintar!''

Saat Xakiel kembali ke tempat duduknya Zaina langsung kembali menulis, namun sebelumnya ia sempat menghela napas lega karena suasana kembali tenang seperti semula.

Sementara tatapan Zeya malah tertuju ke arah Xakiel, kefokusannya langsung buyar, perhatiannya langsung beralih kepada Xakiel yang baru saja melakukan aksi yang keren di matanya.

''Ya ampun Xakiel keren banget, dia benar-benar ketua kelas yang hebat, dia keras tapi demi kebaikan teman-temannya, jarang lho ada ketua kelas seperti dia, ah jadi kagum deh,'' ucap Zeya dalam hati dengan senyuman yang kian merekah.

...*****...

Xakiel sedang duduk bersantai di ruang tamu rumahnya yang sepi senyap tak ada penghuni lain selain dirinya. Kedua orang tuanya belum pulang sejak tadi pagi pergi dengan urusan masing-masing. Seperti inilah keseharian Xakiel di rumah, tak ada yang menemani tak ada yang mengajak berbicara, ia pun mencari kesibukan di balik layar handponenya. Xakiel sudah terbiasa dengan semua ini tetapi ada kalanya ia merasa bosan dan akhirnya menginap di rumah Wafi, sahabat karibnya.

Suara mesin mobil terdengar dari luar rumah, Xakiel dapat menebak bahwa itu suara mobil Papanya yang baru saja pulang dari kantor setelah seharian bekerja. Xakiel mendongakkan kepalanya, melihat laki-laki paruh baya dengan pakaian kantornya yang baru saja masuk ke dalam rumahnya, dialah Hilman, Papa Xakiel.

''Baru pulang Pa,'' ujar Xakiel basa-basi.

Hilman pun menampilkan senyumannya, namun guratan kelelahan tak dapat disembunyikan dari wajahnya.

''Iya, kamu sudah makan?'' tanya Hilman nampak peduli kepada sang Putra.

Xakiel mengangguk dan tersenyum singkat, ''Iya Pa sudah,'' jawabnya berbohong.

Faktanya Xakiel belum makan malam. Saat sedang di rumah selera makannya seketika hancur, mungkin karena suasana hatinya selalu berantakan bila sampai di istana megahnya ini.

Saat mereka sedang mengobrol tiba-tiba datang seorang perempuan paruh baya dengan penampilannya yang modis dan stylish abis. Wajahnya langsung berubah ketika beradu pandang dengan Hilman.

''Dari mana saja kamu?,'' tanya Hilman dengan nada tegas kepada perempuan itu yang tidak lain adalah istrinya, Erina.

Erina menghela napas, ''Dari luar,'' jawabnya singkat.

''Luar mana?, sampai jam segini baru pulang, nggak ingat waktu!''

''Kamu itu apaan sih, terserah aku dong mau ke mana, kamu juga baru pulang kan?!,'' jawab Erina ketus.

''Aku baru pulang dari kerja, kamu pulang dari mana?, pasti pergi nggak jelas sama teman-teman kamu, iya kan?!''

Erina mulai terpancing amarahnya, ia tidak terima atas perkataan suaminya yang seenaknya saja. Sementara Xakiel hanya bisa menyaksikan kedua orang tuanya mulai beradu mulut, itulah kebiasaan mereka di rumah dan Xakiel amat muak akan kebiasaan buruk itu.

''Jaga omongan kamu ya, aku pergi sama teman-teman aku untuk menghilangkan rasa bosan aku, kamu pikir aku nggak bosan di rumah terus?, bisa stres kalau aku di rumah terus.''

Hilman menghela napas jengah, ia rasa ini hanya alasan istrinya saja yang memang tidak betah berada di rumah dan hobinya berfoya-foya bersama teman-temannya, lihat saja saat ini kedua tangannya penuh dengan tas-tas belanjaan.

''Tapi nggak setiap hari juga kan?!, kamu tahu nggak sih tugas kamu itu bukan hanya menghabiskan uang aku tapi melayani aku sebagai suami kamu, menemani anak kamu dan mengurus rumah. Kamu boleh keluar rumah, kamu boleh pergi sama teman-teman kamu, tapi jangan sampai lupa waktu, jangan sampai lupa sama tugas kamu sebagai seorang istri dan Ibu.''

''Aku nggak mau jadi pembantu di rumah ini!'' ujar Erina dengan nada keras bahkan ia menjatuhkan barang-barang belanjaannya ke bawah.

Hilman terkejut, ia tidak menyangka bahwa istrinya akan berpikiran seperti itu. Berpikiran bahwa tugasnya sebagai seorang istri sama dengan tugasnya seorang pembantu.

''Siapa yang menjadikan kamu pembantu?, aku hanya ingin kamu mengurusi aku, mengurusi Xakiel dan mengurusi rumah ini, karena itu adalah tugas dan tanggung jawab kamu,'' ucap Hilman memberikan pemahaman yang baik dan benar agar istrinya tidak salah sangka lagi.

''Tetap saja aku nggak mau, kamu ingat kan siapa aku dulu?!, aku seorang model yang terkenal, mana mungkin aku mau mengurus rumah seperti seorang pembantu,'' tolak Erina dengan tegas.

Hilman tersenyum seakan mengejek sang istri, ''Iya aku tahu dulu kamu seorang model yang terkenal, tapi itu dulu, 20 tahun yang lalu, dan sekarang status kamu adalah seorang istri, yang namanya seorang istri harus patuh sama suami, jadi aku minta sama kamu mulai sekarang kamu harus patuh sama perintahku karena aku suami kamu. Mulai besok kamu nggak boleh ke mana-mana lagi kamu harus di rumah 24 jam.''

''Aku nggak mau!'' tolak Erina dengan keras.

''Kamu harus mau!'' titah Hilman tak kalah kerasnya.

''Nggak!''

''Harus!''

''CUKUP!!!''

Perdebatan sengit mereka langsung dihentikan oleh suara keras yang berasal dari arah samping. Hilman dan Erina langsung menolehkan pandangannya ke arah sumber suara itu. Xakiel yang menghentikan adu mulut mereka. Ia menatap tajam kepada Hilman dan Erina, ia sudah muak akan pertengkaran yang tidak pernah ada ujungnya.

''Kalau kalian hanya ingin selalu bertengkar, nggak usah pulang!''

''Ini rumah bukan NERAKA.''

Xakiel langsung angkat kaki dari ruang tamu dan menuju kamarnya, ia membanting keras pintu kamarnya sampai kedua orang tuanya terkejut dan hampir terpental.

Setelah kepergian Xakiel, Hilman dan Erina sama-sama bungkam, tidak ada yang berniat untuk melanjutkan perdebatan sengit yang belum terselesaikan. Mereka berdua malah memilih pergi kamar masing-masing.

Di kamarnya, Xakiel melampiaskan kemarahannya pada semua barang-barang yang ada di sana. Tanpa ampun ia menghancurkan benda-benda yang tak bersalah itu. Kamarnya benar-benar hancur dan berantakan, seperti hatinya yang hancur lebur karena ulah kedua orang tuanya yang tidak pernah memberikan ketenangan dalam rumah ini.

''Kenapa kalian nggak pernah memikirkan perasaan aku''

''KENAPA?!''

''Suami istri itu saling menyayangi, bukan saling menyakiti.''

Air mata Xakiel terjatuh bersamaan dengan tubuhnya yang terlunglai lemas di lantai. Malam ini dunianya seakan runtuh tak bersisa, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Jika iman di hatinya sudah runtuh mungkin ia sudah menamatkan hidupnya detik ini juga. Tetapi ia tidak ingin mati konyol, terlebih disaat kedua orang tuanya masih seperti musuh. Kematiannya tidak akan membuat semuanya baik-baik saja, justru pertengkaran kedua orang tuanya akan semakin sengit karena saling menyalahkan satu sama lain, Xakiel tidak mau itu terjadi, ia harus bangkit dan tetap kuat, ia yakin suatu saat nanti akan ada titik terang dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua orang tuanya.

💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙

...Assalaamu 'alaikum Kanca...

...Alhamdulillah Bagian keempat sudah launching...

...Jangan lupa like, komen dan vote ya...

...Ukhfira tunggu partisipasinya...

...Mator Sakalangkong...

...🤗🤗🤗...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!