...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Selamat Membaca...
...Semoga suka...
...💙💙💙...
Swing... Swing...
Tangan lihai dan gemulai Zaina sedang mengaduk-aduk nasi goreng yang hampir masak. Dengan cekatan ia menambahkan beberapa tetes kecap ke nasi gorengnya untuk menambahkan cita rasa gurih yang menggoda.
Setelah nasi goreng telah masak dan tersaji di meja makan, lalu Zaina kembali menghadap kompor, tugasnya belum selesai. Tidak lengkap rasanya apabila nasi goreng dihidangkan tanpa pasangannya, yaitu si telur dadar. Zaina memiliki ciri khas tersendiri dalam memasak telur dadar. Setelah satu butir telur selesai dikocok, kemudian ia mengambil sebuah cetakan berbentuk hati lalu diletakkan di atas wajan yang mulai panas. Dan langkah terakhir ia menuangkan telur yang sudah dikocok itu di cetakannya.
Setelah beberapa detik kemudian ia mengambil cetakannya dan telur dadarnya sudah berbentuk hati, lalu ia membaliknya agar matangnya merata. Ia membuat telur dadar hati lebih dari dua karena sang Ayah suka sekali dengan telur dadar hati buatannya.
Akhirnya nasi goreng spesial dengan telur dadar berbentuk hati yang tak kalah spesialnya sudah terhidang di meja makan. Aromanya yang sedap memancing lidah Zaina untuk segera mencicipinya. Namun ia harus bersabar karena teman makannya, alias sang Ayah belum keluar memunculkan dirinya.
''Hmmm, aroma apa ini, sedap sekali.''
Akhirnya Luftan datang juga dan indera penciumannya langsung dipenuhi oleh aroma masakan sang putri yang sedap dan menggiurkan.
''Alhamdulillah akhirnya Ayah datang juga, kalau begitu ayo kita mulai sarapannya Yah,'' ajak Zaina seraya menduduki tempat duduknya.
Lutfan langsung menganggukan kepala serta ikut menduduki kursi duduknya. Lalu dengan sabar ia menunggu sang putri yang mengambilkan nasi goreng untuknya.
''Ayah, segini cukup?''
''Iya cukup, terima kasih.''
''Sama-sama Ayah.''
Setelah mengambilkan nasi goreng untuk sang Ayah, kini giliran Zaina yang mengambil nasi goreng untuknya sendiri, tak lupa ia juga memindahkan telur dadar hati ke piringnya.
Tok... Tok... Tok...
Suara ketokan pintu yang nyaring terdengar berhasil menghentikan aktivitas sepasang Ayah dan anak yang baru saja mau memulai sarapan paginya. Wajah Zaina langsung berubah cemberut, sementara sang Ayah malah menertawakannya.
''Siapa sih pagi-pagi bertamu, nggak tahu waktu, ganggu orang mau sarapan saja,'' omel Zaina layaknya burung yang sedang berkicau.
Lutfan terkekeh, ''Lho pagi-pagi putri Ayah kok malah mengomel, ayo tolong bukain pintunya ya,'' titahnya lembut kepada sang putri.
Zaina pun mengangguk serta beranjak dari tempat duduknya. Lalu ia menuju pintu utama dengan helaan napas yang gusar.
Kreg...
Zaina membuka pintunya, lalu kedua matanya tertuju ke arah seseorang yang sedang berdiri di hadapannya.
''Assalaamu 'alaikum Zaina,'' ucap salam seseorang itu dengan senyuman ramah yang terukir di wajahnya.
Seketika Zaina terkejut, kedua bola matanya langsung melotot. Ia seperti sedang melihat hantu, padahal seseorang yang sedang berdiri di hadapannya itu berparas tampan dan menawan, siapa lagi jika bukan Xakiel.
''Kamu?!''
''Kamu kok bisa tahu rumahku dari?,'' tanya Zaina langsung mengintrogasi.
Yang diintrogasi malah cengengesan dan belum kunjung memberikan jawaban. Padahal yang memberikan pertanyaan sudah sangat penasaran, dan ingin segera mengetahuinya.
''Sebelum aku jawab, aku mau minta maaf dulu sama kamu.''
''Maaf?''
Xakiel mengangguk lirih, ''Iya maaf, jadi begini sebenarnya kemarin itu aku belum pulang, aku nunggu kamu dari jauh, setelah motor kamu selesai aku mengikuti kamu sampai rumah, makanya aku tahu rumah kamu.''
Ekspresi wajah Zaina sudah tidak bisa terbaca lagi. Antara kesal, sebal dan marah kini telah tercampur aduk memenuhi isi hatinya. Zaina hanya bisa menghela napas untuk melampiaskan kekesalannya.
''Terus ada apa pagi-pagi begini kamu ke sini?''
''Aku, aku mau mengambalikan buku catatan kamu, ini.''
Xakiel menyerahkan buku milik Zaina yang sejak tadi ia pegang sekaligus menjadi tujuan utamanya bertamu ke rumah Zaina pagi-pagi di hari weekend ini.
Dengan malas Zaina mengambilnya, ''Sudah kan?!, sekarang kamu bisa pergi dari sini,'' titah Zaina tanpa segan mengusir Xakiel detik ini juga.
Xakiel terperanjat di tempat. Tanpa basa basi Zaina langsung mengusirnya, padahal niatnya ia bukan hanya ingin memulangkan buku Zaina melainkan ia ingin bertamu ke rumah si gadis manis dan jika diperbolehkan ia ingin berkenalan dengan keluarganya. Namun keinginanya musnah seketika karena sang pemilik rumah tak memperkenankannya untuk masuk.
''Zaina, siapa tamunya?''
Disaat Xakiel hendak membalikkan tubuhnya, tiba-tiba datang seorang lelaki paruh baya yang menghentikan pergerakannya.
Lutfan pun menoleh ke arah anak muda yang kini sedang berdiri di depan rumahnya. Wajahnya sangat asing, dan ia tidak mengenalinya.
''Zaina, ini siapa?''
''Om perkenalkan saya Xakiel,'' ucap Xakiel buru-buru bersalaman dengan Lutfan.
Lutfan meresponnya dengan senyuman yang ramah, ''Oh iya, perkenalkan juga saya Ayahnya Zaina, maaf kalau boleh tahu nak Xakiel ini siapanya Zaina ya?''
''Saya teman sekolahnya Zaina, Om, saya ke sini mau mengembalikan bukunya Zaina,'' jawab Xakiel begitu sopan, karena ia sadar diri bahwa saat ini ia sedang berbicara dengan orang tua, khususnya orang tua dari perempuan yang dicintainya.
''Oh teman sekolah, ya sudah ayo masuk,'' ajak Lutfan kepada Xakiel.
Jangan ditanya bagaimana perasaan Xakiel saat ini. Dalam hati ia bersorak riang. Akhirnya ia diterima juga untuk bertamu meskipun bukan Zaina yang menerimanya, tetapi ia justru lebih senang karena yang mempersilakannya masuk adalah sang calon mertua.
Berbeda hal dengan Zaina, ia justru semakin kesal karena Ayahnya main mengajak Xakiel masuk, padahal ia sendiri tadi sudah mengusirnya.
''Nak Xakiel sudah sarapan?'' tanya Lutfan ketika mereka sudah masuk ke dalam rumah.
Dengan malu-malu Xakiel menggelengkan kepalanya, ''Belum Om, saya belum sarapan,'' jawabnya jujur.
''Kalau begitu ayo kita sarapan bareng, tadinya Om sama Zaina sudah mau sarapan, tapi keduluan kamu ketok pintu,'' ujar Lutfan sambil bercanda.
Xakiel menjadi tidak enak karena sudah mengganggu waktu sarapan Lutfan dan Zaina. Tetapi ini kesempatan emas yang tidak boleh ditolak begitu saja. Hitung-hitung ini awal pendekatan yang baik untuk mengambil hati calon Ayah mertuanya.
Kali ini Zaina tidak banyak bicara. Mau bagaimana lagi jika sang Ayah yang mengajak Xakiel untuk sarapan bersama. Sebagai anak yang patuh ia harus menghargai keputusan sang Ayah, meskipun sebenarnya, ah sudahlah, Zaina tidak mau memperpanjangnya lagi, anggap saja ini sebagai bentuk terima kasihnya kepada Xakiel karena kemarin sudah mau menemaninya saat mendorong motornya yang mogok.
''Wah nasi gorengnya kelihatannya enak banget nih Om, dan telur dadarnya kok bentuknya lucu ya, bentuk cinta,'' puji Xakiel saat kedua matanya mengabsen menu sarapan di meja makan.
''Iya, ini Zaina yang masak, dan telur dadar berbentuk hati itu hasil kreasinya,'' ujar Lutfan menjelaskannya.
Xakiel langsung mengalihkan pusat perhatiannya kepada Zaina. Ia dibuat salut dan kagum kepada sosok yang tepat ia cintai. Sudah manis, baik, pintar masak lagi. Fiks idaman hati, TITIK.
''Zaina,'' panggil Xakiel sembari memberikan fingers of love kepada Zaina.
Zaina langsung tersentak melihatnya sampai kedua matanya melotot, dan meminta penjelasan dari maksud dan tujuan Xakiel memberikan fingers of love kepadanya.
Xakiel tampak salah tingkah, buru-buru ia mengambil tindakan agar Zaina tidak sampai memarahinya dan Lutfan yang juga melihatnya tidak sampai berpikir yang aneh-aneh padanya.
''Maksudnya telur dadarnya lucu, bentuknya begini,'' ucap Xakiel memperjelaskannya.
''Ya sudah ayo kita makan, nanti keburu dingin nasi gorengnya,'' ajak Lutfan yang perutnya sudah tidak bisa diajak berkompromi.
Xakiel langsung menghela napas sangat lega, karena Lutfan tidak memperpanjang ulah konyolnya tadi. Meskipun ia sempat mendapatkan tatapan tajam dari Zaina.
''Wah nasi gorengnya enak banget, gurihnya sampai ke hati-hati,'' puji Xakiel setelah menyantap nasi gorengnya.
''Lebay,'' celetuk Zaina lirih.
Lutfan meresponnya dengan senyuman ramahnya. Masakan putrinya memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Cita rasanya juga hampir sama dengan masakan Ibunya, maklum Zaina memang belajar masak dari Unaisa, sehingga sudah dipastikan akan memiliki cita rasa yang mendekati sama.
''Ngomong-ngomong Tante ke mana Om, kok nggak sarapan bersama?''
Dengan kompak Lutfan dan Zaina menghentikan sarapannya, sejenak. Keduanya sempat berpandangan singkat. Kemudian Lutfan tersenyum ke arah Xakiel yang tampak menikmati sarapannya.
''Ibunya Zaina sudah nggak tinggal bersama kami, kami sudah berpisah lama, tepatnya tujuh tahun yang lalu,'' kata Lutfan dengan sesekali tersenyum, penuh ketegaran.
Suasana menjadi canggung akibat pertanyaan Xakiel yang seharusnya tidak perlu ditanyakan. Namun wajar karena Xakiel adalah orang baru yang belum mengetahui biografi tentang keluarga Zaina.
Perasaan Xakiel menjadi tidak enak dan selera makannya ikut terganggu, baru saja mereka bertemu Xakiel sudah membuat suasana menjadi kaku dan ia hanya bisa diam membisu.
''Maaf ya Om saya nggak tahu kalau Om dan Tante sudah berpisah,'' ucap Xakiel meminta maaf yang sedalam-dalamnya.
Lutfan menganggukkan kepalanya, ia memaklumi akan ketidaktahuan Xakiel. Lagi pula ia dan mantan istrinya sudah move on dan mengubur masa lalu mereka. Hubungan mereka juga sampai saat ini baik-baik saja meskipun rumah tangga mereka sudah hancur tak bersisa.
''Iya nggak apa-apa, Om dan Tante sudah move on kok, ayo dilanjutkan lagi makannya.''
Xakiel dapat bernapas sedikit lega, setidaknya rasa bersalahnya sedikit berkurang. Namun selera makannya sudah menghilang dan tidak kembali lagi. Dalam hati Xakiel merasa iba dengan nasib Zaina yang kurang beruntung, yaitu hidup dengan status broken home, setidaknya dari kisah hidup Zaina ia menjadi lebih bersyukur karena kedua orang tuanya masih hidup bersama meskipun hobinya selalu berdrama.
...*****...
Setelah sarapan paginya selesai, awalnya Xakiel meminta izin untuk pamit pulang ke rumahnya karena secara tidak sadar ia melihat Zaina menunjukkan sikap ketidaksukaan akan kehadirannya di rumahnya Zaina. Tetapi Lutfan tidak mengizinkannya karena ia masih ingin berbincang-bincang bersama teman baru sang putri.
Dan kini kedua lelaki beda generasi itu sedang duduk di ruang tengah sambil berbincang-bincang. Sementara Zaina mengerjakan tugasnya yaitu mencuci piring-piring kotor di dapur.
''Xakiel, kalau boleh Om tahu sejak kamu sama Zaina berteman?, soalnya selama ini Zaina nggak pernah cerita kalau dia punya teman cowok, Om tahunya anak Om itu cuma punya teman cewek, yaitu Zeya.''
Lutfan mengawali pembicaraan mereka dengan melemparkan sebuah pertanyaan kepada Xakiel. Pertanyaannya bukan hanya sekadar basa-basi tetapi ia betul-betul penasaran karena baru kali ini putrinya itu mempunyai teman lelaki bahkan sampai berani datang bertamu ke rumah.
''Jadi begini Om, menurut saya Zaina adalah orang yang baik, dan dalam kehidupan saya, saya membutuhkan teman yang baik seperti Zaina agar saya bisa menjadi baik juga, apalagi teman itu sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, benar begitu kan Om?''
Lutfan mengangguk-anggukan kepalanya, ia setuju dengan perkataan Xakiel yang memang berdasarkan fakta dan realita. Sejujurnya Lutfan keberatan sang putri memiliki teman lelaki terlebih di zaman yang sekarang ini, yaitu zaman kebebasan merajalela, namun setelah ia menilai diri Xakiel melalui ucapannya tadi, akhirnyad Lutfan dapat bernapas lengan ega, karena lelaki yang menjadi teman putrinya adalah lelaki yang baik.
''Iya benar sekali, Om setuju dengan ucapan kamu, tapi Om ingin berpesan, tolong bertemannya yang sewajarnya saja ya, harus jaga batasan, karena antara laki-laki dan perempuan ada batasannya, nggak boleh bercampur baur dengan bebas.''
Xakiel langsung menganggukkan kepalanya. Ia akan selalu mengingat pesan dari calon Ayah mertuanya yang kata-katanya sama persis dengan Zaina, iyalah mereka sepasang Ayah dan anak pasti ada kesamaan antara satu sama lain. Seperti pepatah yang mengatakan buah jatuh tidak akan jatuh di halaman rumah tetangga melainkan akan jatuh di dekat pohonnya sendiri.
''Oh iya, hari ini ada pertandingan basket yang disiarkan di televisi, Om harus nonton ini.''
Seketika Lutfan teringat akan sebuah pertandingan basket yang hari ini sedang disiarkan di televisi. Dengan cepat ia menyalakan televisi dan mencari channel yang sedang menyiarkan pertandingan basket itu secara live. Dan benar saja pertandingannya sudah dimulai, ia telat satu menit.
''Lho Om suka basket juga?'' tanya Xakiel penasaran.
Di sela-sela asyik menonton televisi, Lutfan sempat menoleh ke arah Xakiel yang sedang bertanya sesuatu kepadanya.
''Iya Om suka banget sama basket.''
''Sama dong Om, saya juga suka basket, bahkan saya ketua tim basket di sekolah.''
''Oh iya?''
Pernyataan Xakiel berhasil membuat Lutfan yang tadinya fokus ke layar televisi kini beralih menatapnya, tentunya dengan perasaan senang karena tak disangka mereka mempunyai kesenangan yang sama, yaitu basket.
''Jadi kita punya kesukaan yang sama ya Xakiel, wah berjodoh dong artinya,'' canda Lutfan sambil terkekeh.
Xakiel ikut senang karena ternyata di luar dugaannya mereka mempunyai satu kesamaan, dan ini bisa menjadi peluang emas baginya untuk bisa dekat dengan Ayah dari perempuan yang dicintainya itu.
''Iya Om, nggak nyangka ya, saya senang ternyata Om juga suka sama basket.''
''Sebenarnya dulu Om juga sama seperti kamu, dulu waktu SMA Om juga ketua basket, ganteng dan kerennya sama seperti kamu ini, Om jadi nostalgia deh, terima kasih ya sudah mengingatkan Om dengan masa muda Om dulu.''
Wah peluang emas berlapis ini namanya, Xakiel tidak boleh menyia-nyiakannya karena antara ia dan Lutfan jaringannya terhubung sangat baik sekali. Membuat Xakiel bertambah semangat untuk meluluhkan hati dari Ayah si gadis manis seperti kue lapis.
''Kalau begitu kapan-kapan bisa dong Om kita main bareng, Om masih kuat kan?''
''Ayo siapa takut, in syaa Allah Om masih kuat, Om kan menolak tua.''
Xakiel terkekeh geli mendengar kalimat terakhir dari Lutfan yang cukup membuatnya tergelitik hingga tak kuasa menahan tawa.
''Oh iya nanti Om sekalian ajak adiknya Zaina, sekalian nanti kalian bisa kenalan, kamu belum kenal kan sama anak Om yang kedua?, atau sudah dikasih tahu Zaina?''
Xakiel menggeleng cepat, ia baru mengetahuinya sekarangs bahwa Zaina memiliki seorang adik. Ia pikir Zaina anak tunggal sama seperti dirinya.
''Belum Om, justru saya baru tahu sekarang dari Om.''
''Oh berarti Zaina belum memberitahu kamu ya, jadi adiknya Zaina itu, anak Om yang bungsu ini cowok, umurnya masih sembilan tahun, namanya Lais, dia juga suka sama basket, bahkan dia memiliki tubuh yang tinggi mungkin karena keseringan main basket ya, kan loncat-loncat.''
''Bisa jadi Om, tapi sepertinya turunan dari Om deh, Om kan juga tinggi, wah saya jadi penasaran sama Lais, pasti dia juga mewarisi kegantengan Om deh, bahkan bisa jadi dia sudah menjadi idola sekolah,'' ujar Xakiel memuji Lais sekaligus membawa-bawa nama Lutfan.
''Kamu bisa saja membuat Om malu,'' timpal Lutfan sambil menutupi wajahnya, layaknya seorang gadis yang baru saja dipuji oleh pujaannya.
Xakiel terkekeh lepas, ia tidak bisa menahan gejolak tawanya akibat ulah sang Om yang ada-ada saja tingkahnya. Baru kali ini Xakiel bisa selepas itu bercanda dengan orang lain bahkan baru dikenal juga. Ia jadi teringat akan hubungannya dengan sang Papa yang kaku dan canggung, layaknya orang asing yang menetap satu rumah.
Sementara tanpa sepengetahuan mereka, sejak tadi Zaina memperhatikan keduanya. Ia merasa aneh melihat kedekatan mereka, padahal baru saja bertemu tapi sudah bisa ketawa-ketiwi.
''Mereka lagi bahas apa sih, kok sampai tertawa nggak jelas, Xakiel juga sok akrab banget sama Ayah, padahal mereka kan baru bertemu,'' oceh Zaina dengan dahi yang mengerut serta alis yang mengernyit.
💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙
...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Alhamdulillah Bagian enam belas sudah launching...
...Jangan lupa like, komen dan vote ya...
...Ukhfira tunggu partisipasinya...
...Mator Sakalangkong...
...🤗🤗🤗...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments