...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Selamat Membaca...
...Semoga suka...
...💙💙💙...
Ini pertama kalinya Xakiel menginjakkan kaki di ruangan serba buku alias perpustakaan sekolah. Jika bukan karena tugas, Xakiel ogah menghabiskan waktunya di perpustakaan, terlebih ia tidak suka membaca buku, sukanya membaca pikiran seseorang. Buktinya saat ini ia dapat membaca pikiran seseorang yang sedang berdiri di sampingnya, yang tidak lain adalah Wafi, sahabatnya.
''Gue tahu nih isi di otak lo apa,'' ujar Xakiel mengganggu aktivitas Wafi.
Wafi menghela napas jengah, lelaki muda yang penuh akan karisma di sampingnya ini bukannya segera mencari buku malah sempat-sempatnya membaca pikirannya, layaknya seorang peramal yang sok tahu.
''Apa memangnya?'' tanya Wafi menantang lawan bicaranya.
Sejenak Xakiel berpikir, gayanya sudah seperti peramal profesional, tapi yang amatiran. Merasa waktunya menjadi terbuang percuma akhirnya Wafi melengos pergi menuju rak buku, tentunya meninggalkan Xakiel yang langsung mengomelinya seperti seorang istri yang galak sedang mengomeli suami yang polos tak bercorak.
''Woi, nggak sopan main ditinggal-''
''Husssss, jangan keras-keras Bambang!, ini perpustakan bukan pasar tradisional.'' Wafi bertindak cepat, ia takut kena amukan massa gara-gara si Babang tampan yang sedang bikin ulah.
Layaknya anak kecil yang sedang dimarahi oleh ibunya, akhirnya Xakiel berhenti mengoceh. Ia menutup mulutnya rapat-rapat, lalu mulai menghampiri Wafi dan tertarik untuk mengikuti gerak-geriknya.
Jari telunjuknya menyusuri buku-buku yang sedang berbaris rapi di rak. Ia mulai mencari keberadaan salah satu buku yang sedang dibutuhkannya untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh sang guru.
''Ini dia bukunya,'' ucapnya riang sambil mengambil buku itu dari raknya.
Saat buku itu sudah berada di tangannya, sorot mata Xakiel malah tertuju ke arah cela tempat buku yang baru saja ia ambil. Ia menangkap wajah manis seorang gadis berhijab yang berdiri tepat di hadapannya, mereka hanya terhalang rak buku.
''Zaina.''
Merasa namanya dipanggil lantas Zaina langsung mencari arah sumber suara itu. Kedua matanya pun menatap cela rak buku di depannya, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat wajah seorang laki-laki dengan jarak yang sangat dekat.
''Astaghfirullahal adziim,'' pekik Zaina langsung terkejut, layaknya baru saja bertatapan dengan makhluk halus yang menyeramkan.
Xakiel terkejut melihatnya, dan langsung bergegas menghampirinya. Sementara Zaina mengelus dadanya, karena jantungnya berpacu cepat akibat keterkejutannya.
''Zaina, kamu nggak apa-apa?'' tanya Xakiel panik.
''Ada apa Zai?'' tiba-tiba suara lain datang menghampiri mereka.
Zaina menoleh ke arahnya, ternyata Zeya yang datang menghampirinya dan ikut panik setelah mendengar teriakannya tadi.
''Ada apa ya?''
Belum sempat Zaina memberikan jawaban, datang lagi seseorang yang ikut menanyakan keadaannya. Dialah Wafi yang ikut terkejut setelah mendengar teriakan dari seorang perempuan yang tidak lain bersumber dari suara Zaina.
Zaina mengangkat wajahnya, tatapannya yang tajam membuat Xakiel merasa amat bersalah. Ini memang kesalahannya, telah membuat Zaina terkejut sampai akut.
''Zaina aku minta maaf, aku memang salah, tapi aku nggak bermaksud membuat kamu jadi kaget sampai teriak seperti tadi,'' ucap Xakiel menyesali perbuatannya.
Zaina menganggukkan kepalanya, pertanda ia sudah memaafkan kesalahan Xakiel dan tidak mau memperpanjang masalahnya.
''Zai ayo kita duduk dulu, kamu harus tenangin diri kamu,'' ajak Zeya yang langsung disetujui oleh Zaina.
Akhirnya mereka memilih untuk duduk di kursi yang tidak jauh dari tempat tadi mereka berdiri. Tanpa ragu Xakiel menghampirinya dan main duduk di hadapannya, Wafi tidak ketinggalan untuk mengikuti jejaknya.
Zaina menyadari bahwa kini Xakiel sedang duduk di hadapannya. Ia menghela napas jengah, tidak lelah-lelahnya lelaki di hadapannya ini terus mendekatinya.
''Mau kamu apa sih?'' tanya Zaina sedikit ngegas.
''Aku mau minta maaf atas kejadian tadi.''
''Aku sudah maafin, sekarang kamu boleh pergi.''
''Aku nggak mau pergi.''
Kilatan mata Zaina yang tajam langsung tertuju ke arah Xakiel. Tetapi Xakiel yang melihatnya malah tidak ada takut-takutnya sama sekali, berbeda dengan Wafi yang bulu kuduknya langsung kompak berdiri.
''Ada apa lagi?''
Zaina menghela napas berat. Ia bersusah payah menahan amarahnya yang berhasil dipancing oleh setan. Ia beristighfar dalam hati agar kesabarannya terus terisi.
''Kamu mau nggak jadi temanku?''
Sepasang alis Zaina kompak menyatu, mengekspresikan rasa kebingungannya terhadap apa yang baru saja diucapkan oleh Xakiel.
''Kemarin kamu kan bilang kalau dalam Islam nggak ada yang namanya pacaran, tapi ada kan yang namanya berteman?''
Perlahan Zaina mengangguk, membenarkan kalimat terakhir dari Xakiel. Xakiel yang melihatnya langsung riang dan girang. Tidak masalah ia dan Zaina tidak pacaran, yang penting masih bisa berteman, dan yang paling penting lagi ia bisa dekat dengan Zaina, sang gadis pujaan hatinya.
''Kalau begitu kamu nggak keberatan kan kalau kita berteman?''
Zaina terdiam, lalu ia menoleh ke arah Zeya dengan ekspresi wajah yang sedang meminta bantuan. Setahun bersama nyatanya membuat Zeya peka akan isyarat yang ditunjukkan oleh Zaina kepadanya. Tanpa ragu Zeya pun menganggukkan kepalanya, Zaina langsung mengerti akan isyarat itu. Tetapi ia tidak langsung menjawab pertanyaan dari Xakiel, ia harus memikirkannya lebih lama lagi.
Xakiel sangat setia menunggu jawaban dari Zaina, padahal sudah lima menit berlalu, bahkan Wafi sampai terkantuk-kantuk menunggunya. Zaina bukan sengaja mengulur-ngulur waktu, hanya saja ia perlu menimbang-nimbang karena ini bukan perkara yang mudah dan ia tidak mau nanti malah salah ambil keputusan.
''Baik, kita berteman.''
Bak mendapatkan undian sabun colek berupa mobil mewah, Xakiel langsung bahagia tiada tara. Dalam hatinya langsung berbunga-bunga bahkan kupu-kupu ikut terbang dengan keindahan sayapnya. Xakiel benar-benar tidak menyangka akhirnya Zaina menerima tembakannya, meskipun tembakan untuk menjadi teman. Tidak masalah ini hanya soal status, di luar sana banyak yang berteman tetapi rasa pacaran, Xakiel berharap ia dan Zaina akan sama seperti itu, statusnya berteman tapi rasa sayangnya seperti berpacaran.
''Tapi ingat ya, meskipun kita berteman tapi tetap ada batasannya, dan kalau sampai melanggar, pertemanan ini bubar,'' ancam Zaina tak main-main.
Xakiel mengangguk dengan santainya, seakan aturan yang diberikan oleh Zaina mudah baginya. Yang terpenting ia berteman dulu dengan Zaina, masalah aturan itu nanti dipikir belakangan.
...*****...
Di tengah keramaian padatnya kendaraan yang sedang berlalu lalang, terlihat seorang gadis manis sedang mendorong motor maticnya yang sedang bernasib pahit. Saat tadi ia sedang asyik mengendarai motornya tiba-tiba mesinnya mati tanpa gejala, karena ia tidak ahli dalam masalah otomotif alhasil ia harus mencari rumah sakit perbengkelan untuk menyembuhkan motornya yang sedang sakit dan membutuhkan pertolongan sang Dokter otomotif.
Dari arah belakang terlihat sebuah motor ninja berlaju dengan kecepatan rata-rata, namun tiba-tiba sang pengendara menghentikan laju motornya tepat di samping si gadis itu. Ia pun membuka helm yang menutupi wajahnya.
''Zaina.''
Mendengar namanya dipanggil, gadis manis yang tak lain adalah Zaina pun menoleh ke arah lelaki muda tersebut yang kini sudah turun dari motornya. Dari banyaknya pengendara yang berlalu lalang di jalan raya ini, mengapa harus Xakiel yang berhenti dan mendatanginya. Jujur saja Zaina sama sekali tidak mengharapkan kehadirannya.
''Motor kamu kenapa?'' tanya Xakiel begitu perhatian.
''Mogok,'' jawab Zaina singkat.
''Aku bantu dorong ya.''
''Nggak usah, motor kamu bagaimana.''
''Nggak apa-apa motorku taruh di sini saja dulu, yang penting motor kamu harus segera dibawa ke bengkel.''
Zaina menghentikan pergerakan Xakiel yang hendak menggantikan posisinya. Ia menolak mentah-mentah bantuan dari Xakiel, karena ia tidak mau merepotkan orang lain, terlebih orang seperti Xakiel yang pasti ada maunya.
''Kalau motor kamu ditaruh di sini nanti hilang, aku juga yang repot.''
Xakiel menoleh ke arah motornya yang menjadi penghalang untuk membantu Zaina yang sedang tertimpa kemalangan. Otaknya langsung berpikir keras, mencari cara agar ia bisa membantu Zaina dan Zaina tidak bisa menolaknya lagi.
Tapi sayangnya Zaina sudah melenggang pergi sambil mendorong motornya. Xakiel hanya bisa menatap kepergiannya dengan rasa kesal tak tertahankan kepada dirinya sendiri.
Mendorong motor seorang diri dengan jarak yang cukup jauh memang bukanlah sesuatu yang mudah, justru melelahkan seperti kondisi Zaina saat ini yang sebenarnya sudah lemas tak bertenaga namun dipaksa tetap kuat karena keberadaan bengkel di sekitarnya belum ada tanda-tanda kemunculannya.
''Semangat Zaina!''
Disaat Zaina sedang berhenti sejenak, tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang yang sedang memberikan ucapan semangat kepadanya. Lantas Zaina pun menoleh ke belakang. Kedua matanya langsung terbelalak ketika melihat ada seseorang yang sedang melakukan hal yang sama seperti dirinya, yaitu mendorong motornya.
''Xakiel,'' pekiknya terheran-heran.
''Ayo semangat, aku temani kamu dari belakang ya,'' ucap Xakiel bersemangat.
Zaina masih tidak mengerti akan semuanya. Mengapa tiba-tiba Xakiel ikut mendorong motornya?, padahal motornya terlihat baik-baik saja.
''Kamu ngapain dorong motor kamu?, kan nggak mogok,'' tanya Zaina tak mengerti.
''Iya motor aku memang nggak mogok, tapi sebagai seorang teman yang baik, aku harus membantu temanku yang lagi kesusahan, berhubung aku nggak bisa bantu kamu, setidaknya aku juga ikut merasakan kesusahan kamu.''
Seketika Zaina terdiam, ada rasa salut, sedikit kepada Xakiel yang masih saja terus mencari cara agar bisa membantunya. Untuk yang kali ini Zaina tidak bisa menolaknya lagi karena ia melihat ada ketulusan dalam diri Xakiel untuk membantu dirinya.
''Ya sudah Zaina ayo jalan lagi, sepertinya di depan sudah ada bengkel kalau nggak salah, tapi masih cukup jauh sih, kamu semangat ya dorongnya.''
Zaina tak banyak bicara, ia memilih untuk kembali mendorong motornya dengan sesekali menoleh ke belakang, melihat Xakiel yang ikut mendorong motornya sendiri.
Dan benar yang dikatakan Xakiel, setelah berjalan cukup jauh akhirnya mereka menemukan sebuah bengkel di tepi jalan. Zaina pun memasukkan motornya ke dalam bengkel itu sementara Xakiel berhenti di depan bengkel.
''Motornya kenapa Mbak?,'' tanya salah satu Montir yang sudah berdiri di samping motor Zaina.
''Tiba-tiba mogok Pak, saya nggak tahu kenapa,'' jawab Zaina menjelaskannya.
''Kalau begitu saya cek dulu ya Mbak, oh iya itu motor Masnya mogok juga?'' sang motir menoleh ke arah motor Xakiel sekaligus menanyakannya.
Xakiel langsung menggelengkan kepalanya, ''Nggak Pak, motor saya baik-baik saja,'' jawabnya santai.
''Lho tapi tadi kok motornya didorong?'' tanya Montirnya lagi.
''Oh, iya tadi saya temenin dia Pak, biar nggak sendirian.''
''Baik banget ya Masnya sama pacarnya, Mbak beruntung banget lho punya pacar sebaik Masnya,'' ujar sang Bapak montir yang sok tahu.
''Oh nggak Pak, kami nggak pacaran, kami hanya berteman,'' tepis Zaina langsung mengklarifikasinya agar tidak terjadi kesalahpahaman yang lebih jauh lagi.
Sedangkan Xakiel malah senang sampai melayang, bahkan ucapan Bapak montir tadi langsung diaamiinkan dalam hatinya.
''Nggak usah malu-malu Mbak, kelihatan kok dari wajah Mbak dan Masnya, pacaran itu nggak apa-apa kok, justru membuat tambah semangat bersekolah, seperti saya dulu.''
Zaina memutar bola matanya jengah. Kok bisa-bisanya Bapak montirnya malah memaksanya untuk mengakui bahwa ia dan Xakiel pacaran, sampai sempat-sempatnya bernostalgia juga.
''Pak kami seriusan nggak pacaran, dari pada Bapak mengurusi urusan pribadi saya, sebaiknya Bapak urusi motor saya biar saya bisa cepat pulang.''
Zaina langsung bertindak tegas, ia tidak ingin Bapak montir yang tugasnya untuk memperbaiki motornya malah berganti profesi menjadi presenter acara gosip.
Setelah Bapak montir meminta maaf dan mulai memperbaiki motornya, Zaina pun menghampiri Xakiel yang sejak tadi hanya senyam-senyum sendiri seperti salah satu pasien yang menetap di rumah sakit jiwa.
''Terima kasih ya, sekarang kamu bisa pulang duluan.''
''Iya sama-sama, eh tapi aku nggak mau pulang duluan, aku mau menemani kamu di sini.''
''Nggak usah, aku nggak butuh ditemenin,'' tolak Zaina tegas.
''Tapi-''
Tatapan tajam Zaina berhasil menghentikan ucapan Xakiel. Akhirnya dengan terpaksa Xakiel mengalah dan ia akan pulang duluan.
''Ya sudah kalau begitu aku pulang duluan ya, kamu jaga diri baik-baik, kalau ada apa-apa langsung kabari aku, aku akan segera meluncur.''
Zaina mengangguk lirih. Ia tak banyak bicara lagi, dan tanpa menunggu kepergian Xakiel, ia melangkah kembali masuk ke dalam bengkel.
''Zaina tunggu.''
Langkah Zaina terhenti karena Xakiel memanggilnya. Mau tidak mau ia harus membalikkan tubuhnya menghadap Xakiel.
''Kenapa?''
''Aku boleh pinjam buku catatan sejarah kamu nggak?, soalnya aku sudah ketinggalan banyak.''
Tanpa menjawabnya Zaina langsung mengambil buku catatan sejarah miliknya dari dalam tasnya, lalu memberikannya kepada Xakiel. Dengan senang hati Xakiel menerimanya.
''Terima kasih Zaina, nanti kalau sudah selesai aku akan langsung mengembalikannya ke kamu.''
Zaina meresponnya hanya dengan gerakan kepalanya. Ia sengaja irit bicara agar lelaki di hadapannya ini cepat pergi. Istilahnya mengusirnya dengan cara halus. Dan benar saja tanpa banyak basa-basi lagi Xakiel langsung melajukan motornya, meninggalkan Zaina yang akhirnya dapat bernapas dengan sangat lega.
💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙
...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Alhamdulillah Bagian lima belas sudah launching...
...Jangan lupa like, komen dan vote ya...
...Ukhfira tunggu partisipasinya...
...Mator Sakalangkong...
...🤗🤗🤗...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments