Bagian 12. Awas Jatuh Cinta

...Assalaamu 'alaikum Kanca...

...Selamat Membaca...

...Semoga suka...

...💙💙💙...

Hari ini semua siswa dan siswi SMA Pelita Jaya Jakarta sedang berkumpul memenuhi tempat duduk di bangku penonton lapangan basket, bukan hanya para siswa dan siswi para guru juga ikut bergabung memeriahkan acara pertandingan basket antar sekolah. Sebenarnya Zaina paling malas untuk menonton basket apalagi yang main salah satunya Xakiel, cuma karena disuruh oleh gurunya ia pun ikut mengisi bangku penonton. Sementara Zeya jangan ditanya lagi, ia senang bukan kepalang karena akan menonton aksi keren Xakiel, sang ketua basket yang pesonanya tak tertandingi.

Xakiel beserta timnya mulai memasuki lapangan dengan diiringi teriakan para siswi yang berada di bangku penonton, termasuk Zeya, kecuali Zaina. Xakiel mengalihkan pandangannya ia menjelajah seluruh orang yang berada di bangku penonton. Senyumannya mereka indah ketika kedua matanya menangkap wajah manis sang pujaan hati. Xakiel nampak memperbaiki rambutnya agar ia terlihat keren dan menawan di hadapan sang tawanan hati.

Tim basket dari sekolah SMA Negeri 98 Jakarta yang menjadi lawan main dari SMA Pelita Jaya mulai memasuki lapangan. Sebelum memulai pertandingan semuanya kompak melakukan pemanasan. Setelah dirasa cukup pertandingan pun dimulai dengan suara peluit dari sang wasit.

Xakiel bersama timnya sangat kompak dalam pertandingan ini, bahkan tak membutuhkan waktu lama mereka sudah unggul satu gol, Xakiel yang memasukkannya ke dalam ring dengan loncatannya yang tinggi. Semua penonton langsung bersorak senang terutama sang pendukung dari SMA Pelita Jaya, kecuali Zaina yang justru mereka terganggu karena ia sedang fokus membaca buku bukan fokus menonton pertandingan.

Xakiel menoleh ke arah Zaina, ia memasukkan bola basketnya untuk dipersembahkan kepada Zaina. Dan tak diduga Zaina mendongakkan kepalanya dan tatapannya langsung tertuju ke arah Xakiel yang sudah menampilkan senyuman manis untuknya. Zaina tersentak dan buru-buru memalingkan pandangannya. Xakiel pun terkekeh dan kembali fokus bermain basketnya.

48 menit kemudian...

Pertandingan telah selesai, dan pemenang dari pertandingan basket kali ini adalah tim basket dari SMA Pelita Jaya, yaitu tim basket yang diketuai oleh Xakiel. Semua siswa dan siswi yang menonton bersorak kegirangan, Xakiel juga senang karena timnya menang dan tentunya mengharumkan nama sekolah sekaligus mengharumkan namanya karena ia yang banyak membobol ring lawan. Dengan pertandingan ini fans Xakiel semakin bertebaran di mana-mana, tetapi Zaina sama sekali tidak tertarik untuk menjadi bagian dari fans Xakiel.

''Zey ayo balik ke kelas, pertandingannya sudah selesai kan,'' ajak Zaina kepada Zeya.

Zaina sudah tidak betah berada lama-lama di tempatnya saat ini, ia juga ingin menghindar dari pandangan mata Xakiel yang terus memperhatikannya.

Zeya menggeleng, ia tidak ingin buru-buru ke kelas karena Xakiel masih berada di lapangan, ia masih betapa memandangi wajah berkeringat Xakiel yang ketampannya semakin tingkat dewa.

''Bentar lagi Zai, teman-teman yang lain juga masih di sini kok.''

Zaina memutar bola matanya jengah, ''Ya sudah kalau kamu masih mau di sini aku ke kelas duluan ya.''

Zeya malah mengangguk senang dan tidak keberatan. Zaina yang melihatnya hanya bisa menghela napas jengah kemudian melangkah pergi meinggalkan lapangan yang ramainya mengalahkan pasar minggu.

Pintu kelas yang sedang terbuka lebar sudah terlihat di depan matanya, Zaina pun mempercepat langkahnya namun tiba-tiba terhenti, karena di hadapannya ada seseorang yang sedang menghalangi jalannya.

Senyuman manis Xakiel terukir di wajah tampannya, namun Zaina yang melihatnya malah melengos dan tidak berminat untuk memandanginya. Zaina justru memilih untuk memandangi objek lain di sekitarnya.

''Terima kasih.''

Zaina tak mengerti akan ucapan terima kasih Xakiel yang ditujukan kepadanya, terlebih ia tidak melakukan kebaikan apapun kepada Xakiel, tetapi mengapa Xakiel mengucapkan terima kasih kepadanya?.

''Terima kasih untuk apa?,'' tanya Zaina sedikit penasaran.

''Terima kasih karena sudah menonton pertandingan tadi, kehadiran kamu membuat aku jadi semangat dan akhirnya timku menang.''

Zaina menggeleng lirih ia juga tersenyum namun pahit, ''Aku menonton pertandingan tadi karena disuruh sama guru bukan karena kamu.''

''Oh aku pikir kamu menonton pertandingan tadi karena ingin memberikan aku semangat, sama seperti cewek-cewek yang lain,'' ucap Xakiel sengaja menggoda Zaina.

Zaina menghela napas jengah, ''Jangan samakan aku sama cewek-cewek lain yang suka sama kamu!''

''Memangnya kamu nggak suka sama aku?,'' tanya Xakiel penasaran berat.

Zaina menggeleng cepat, ia juga tersenyum tapi hambar. Xakiel sangat kecewa tetapi ia langsung mengubah ekspresi wajahnya, ceria seperti sedia kala.

''Mana mungkin kamu nggak suka sama aku, cewek-cewek di sekolah ini semuanya suka lho sama aku,'' ucap Xakiel sembari memperbaiki kerah kaos basketnya, menunjukkan kekerenannya.

''Jangan samakan aku sama cewek-cewek lain yang suka sama kamu!'' lagi-lagi Zaina berucap tegas agar Xakiel tidak menyamakan dirinya dengan cewek-cewek lain yang katanya semuanya tergila-gila padanya.

Tanpa menunggu respon dari Xakiel, Zaina memilih melanjutkan langkahnya untuk menuju kelas. Xakiel membiarkannya ia memilih membalikkan tubuhnya dan memandangi kepergian Zaina.

''Awas jatuh cinta.''

Suara teriakan Xakiel dapat terdengar jelas di telinga Zaina, tetapi ia mengabaikannya dan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.

Xakiel tidak mempermasalahkannya yang terpenting Zaina sudah mendengarkan apa yang ia teriakkan dan semoga saja ucapannya berbuah nyata. Kemudian Xakiel ikut pergi karena sang pujaan hati sudah tidak ada di hadapannya lagi.

Tanpa disadari ternyata sejak tadi Rifad mendengarkan obrolan singkat antara Xakiel dan Zaina bahkan ia juga mendengar jelas teriakan dari Xakiel tadi.

''Ternyata Xakiel suka sama Zaina,'' ucapnya kepada dirinya sendiri.

...*****...

Usai berganti baju seragam, Xakiel dan Wafi kompak mengisi perut mereka di kantin. Kebetulan juga sudah tiba jam istirahat. Teman-teman yang lain juga ikut memenuhi kantin termasuk Rifad yang kini sedang berdiri di hadapan Xakiel.

''Aku boleh gabung sama kalian?''

Xakiel mengangguk tanpa berpikir lama, ia tidak keberatan jika Rifad duduk bergabung satu meja dengannya, terlebih Rifad adalah teman kelas sekaligus rekan organisasinya.

Setelah mendapat anggukan kepala dari keduanya, Rifad pun menduduki kursi yang kosong, tepat di hadapan Xakiel yang sedang sibuk melahap bakso pesanannya.

''Xakiel, maaf ya tadi aku nggak sengaja dengar obrolan kamu sama Zaina.''

Xakiel menunda suapannya. Ia terdiam sejenak untuk mengingat kejadian tadi. Lalu dengan entengnya ia menganggukkan kepala seraya tersenyum ringan.

''Oh, iya nggak apa-apa.''

''Kamu suka sama Zaina ya?''

Xakiel kembali menoleh ke arah Rifad, begitupun juga Wafi yang langsung terheran-heran, apakah Xakiel sudah menyatakan cinta kepada Zaina?, tetapi Xakiel kok tidak memberitahu dirinya?.

Tanpa ragu Xakiel mengganggukkan kepalanya, ''Iya, gue suka sama Zaina, cinta malah,'' jawabnya terang-terangan.

Rifad menghela napas lirih, ternyata Xakiel bukan hanya menyukai Zaina tetapi sudah jatuh cinta. Rifad merasa harus memberitahu sesuatu hal kepada Xakiel, tentang Zaina.

''Xakiel, sebaiknya kamu jangan mencintai Zaina.''

''Lho kenapa?'' tanya Xakiel langsung tak terima.

''Percuma, kamu nggak akan pernah bisa mendapatkan cintanya,'' sambung Rifad dengan santainya.

Xakiel menghempaskan garpu dan sendok dari tangannya. Ia menatap tajam ke arah Rifad yang seenaknya saja bicara, sok tahu.

Xakiel tersenyum menyeringai, ia tidak mempercayai akan ucapan Rifad, ''Sok tahu banget lo, memang lo siapa?!'' tanya Xakiel meremehkan lawan bicaranya.

''Aku adalah satu dari cowok yang ditolak cintanya oleh Zaina.''

Xakiel menahan tawanya yang hampir saja meledak. Secara terang-terangan ia meledek Rifad yang ternyata pernah ditolak cintanya oleh Zaina.

''Oh jadi lo pernah suka sama Zaina?, tapi cinta lo ditolak?''

Rifad mengangguk, iya sama sekali tidak mempermasalahkan kedua laki-laki di hadapannya yang sedang menertawaikan dirinya, menertawakan kegagalannya mendapatkan cintanya Zaina.

''Kasihan, sabar ya Bro, berarti Zaina bukan milik lo.''

''Bukan juga milik siapapun,'' timpal Rifad spontan.

Xakiel terdiam, ia mencerna kembali ucapan spontan dari Rifad yang tidak diduga sebelumnya.

''Maksud lo apa ngomong begitu?'' tanya Xakiel minta penjelasan.

''Itu fakta, Zaina nggak akan pernah bisa dimiliki oleh siapapun, karena Zaina anti pacaran''

''Bukan cuma aku yang ditolak sama Zaina, tapi sudah banyak cowok-cowok yang juga ditolak sama dia, dan sepertinya kamu akan menjadi cowok berikutnya.''

Xakiel terkekeh tak percaya, mana mungkin ia akan bernasib sama dengan cowok-cowok yang kurang beruntung itu. Ia percaya sekali bahwa cintanya tidak akan pernah bisa ditolak oleh cewek mananpun, termasuk Zaina.

''Terima kasih ya Bro atas informasinya, tapi gue nggak butuh itu, karena gue yakin Zaina akan menerima cinta gue, dan dia akan menjadi pacar gue, bukan begitu Wafi?''

Wafi langsung mengangguk setuju, ''Iya benar banget, gue yakin Zaina akan klepek-klepek sama Xakiel.''

''Kenapa kamu percaya diri seperti itu?''

''Siapa sih yang nggak suka sama Xakiel?, cowok tampan dan keren di sekolah ini, nggak akan ada cewek yang bisa menolak Xakiel, justru cewek-cewek pada rebutan untuk jadi pacarnya Xakiel, bukan begitu Bos?''

Xakiel membenarkan ucapan Wafi yang memuji dirinya habis-habisan, memang itu faktanya. Selama ini setiap Xakiel menembak cewek tidak ada satupun yang menolaknya, jadi Xakiel cukup percaya diri bahwa Zaina juga akan menerima cintanya, sama seperti cewek-cewek yang lainnya.

''Tapi Zaina berbeda, dia nggak sama seperti cewek-cewek yang lain,'' ujar Rifad yang masih teguh dengan pendiriannya. Zaina memang tidak bisa disamakan dengan cewek-cewek yang lain.

''Baik, gue akan buktikan sama lo, kalau gue bisa mendapatkan Zaina, karena gue bukan cowok payah seperti lo!''

Xakiel menyeringai, ia akan membuktikan bahwa ia bisa mendapatkan apa yang ia mau, termasuk mendapatkan Zaina.

Rifad diam tak berkutik, bukan berarti ia kalah, tetapi ia mengalah karena ia tidak ingin perdebatannya menjadi semakin panjang dan akhirnya hubungan mereka akan bermasalah.

Yang terpenting Rifad sudah memberitahu Xakiel, mau Xakiel menerima atau tidak itu urusannya. Sebenarnya ia bermaksud baik memberitahu hal itu, tetapi bukannya mendapatkan ucapan terima kasih justru ia malah diremehkan dan ucapannya ditolak mentah-mentah.

💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙

...Assalaamu 'alaikum Kanca...

...Alhamdulillah Bagian dua belas sudah launching...

...Jangan lupa like, komen dan vote ya...

...Ukhfira tunggu partisipasinya...

...Mator Sakalangkong...

...🤗🤗🤗...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!