Cukup lama Fu Chen terbaring tidak sadarkan diri di dalam goa. Ia baru terbangun ketika hari mulai beranjak petang. Kepalanya terasa pusing, secara perlahan Fu Chen mengumpulkan kesadarannya dan membuka mata.
Tubuhnya sedikit nyeri, tapi terasa lebih baik dari sebelumnya. Fu Chen mengrenyitkan dahi saat menyadari luka pada tangannya hanya berupa goresan kecil.
Fu Chen kemudian mengamati luka itu yang menutup secara perlahan. Ia lalu membuka kain yang mengikat lengan kirinya. Matanya membulat melihat lukanya telah menutup.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
Fu Chen memperhatikan sekitarnya, ia baru menyadari goa itu di penuhi kristal berwarna ungu yang seukuran ibu jari. Kristal itu juga memancarkan cahaya redup. Namun anehnya, pernafasan Fu Chen masih lancar meski goa itu di penuhi asap tipis.
Fu Chen tidak merasakan sakit saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya. Tidak ingin ambil pusing, Fu Chen mencoba untuk melihat kedalam goa. Ia berniat beristirahat disini karena diluar sudah cukup gelap.
Goa itu ternyata cukup dalam, Fu Chen tidak berani melanjutkan langkahnya setelah menemukan aliran air yang mengarah pada sebuah kolam. Kolam itu mengeluarkan asap tipis dan dan sedikit cahaya. Fu Chen mengira cahaya itu berasal dari pantulan kristal yang memang cukup banyak.
"Kurasa aku harus membersihkan diri dulu." Fu Chen melepaskan pakaiannya dan memasuki kolam secara perlahan. Benar dugaannya, kolam itu tidak dalam karena dasarnya sudah terlihat.
Tubuhnya terasa lebih bertenaga, kolam yang di pikirnya dingin itu ternyata cukup hangat. Fu Chen meminum air kolam itu sedikit karena merasa air itu bersih. Cukup lama ia berendam dan menbersihkan diri, sesekali ia memandangi luka yang ia dapatkan yang terus menutup hingga tak berbekas.
Tubuh Fu Chen terasa panas saat setelah beranjak dari kolam, ia mencoba masuk kembali ke dalam kolam, namun rasa panas itu tetap ada.
Fu Chen tidak sengaja teringat proses pembentukan beberapa bulan yang lalu, peroses itu memiliki sensasi yang sama seperti saat ini. Fu Chen mencoba menenangkan diri dan mulai memfokuskan pikirannya.
Energi panas yang di rasakan Fu Chen masuk melalui pori-pori kulitnya. Ia melakukan hal sama seperti pembentukan dantian yang ia ingat. Fu Chen mengarahkan energi panas itu pada dantiannya dan seketika langsung terserap begitu saja.
Proses itu terus berlanjut sepanjang malam. Tanpa Fu Chen sadari, dirinya saat ini telah memasuki tahap awal untuk menjadi seorang pendekar kelas tiga.
Fu Chen membuka matanya merasa tidak ada lagi energi yang memasuki tubuhnya. Air kolam itu sedikit keruh, bau keringatnya juga lebih menyengat dari biasanya. Namun di antara ke anehan yang ia lihat, Fu Chen merasa tubuhnya lebih segar bahkan sebelum dirinya bertarung dengan harimau kemarin.
Ia memperhatikan kristal berwarna ungu yang bertebaran di dalam goa untuk sekali lagi. Ia berniat membawa sebagian besar kristal itu, namun kantong kecilnya tidak memiliki banyak ruang.
Fu Chen menghela nafasnya, ia berpikir harus menandai jalan untuk menuju ke tempat ini, agar nanti dapat mengunjunginya bersama Tang Shu dan menjelajah ke bagian yang lebih dalam di goa itu.
Waktu berlalu begitu saja, empat hari Fu Chen habiskan untuk mencari jalan keluar menuju tempat biasa ia berlatih. Saat sampai disana, ternyata Tang Shu masih belum juga datang.
"Tidak biasanya ayah seperti ini." Fu Chen menghela nafas kasar, beruntung dugaannya meleset saat awal keberangkatannya. "Kurasa akan lebih baik jika aku istirahat beberapa hari ini …."
Di tempat lain, saat ini Tang Shu sedang berkabung atas kematian Bibi Fei. Tang Shu tidak menduga, jika kepergian Bibi Fei menuju kota akan menjadi akhir riwayat hidupnya. Tidak hanya Bibi Fei yang meninggal, namun beberapa warga Desa yang ikut pergi juga demikian.
Mayat Bibi Fei beserta warga lainnya di temukan setelah satu hari dari kejadian perampokan. Anehnya, mayat putri Bibi Fei tidak ditemukan di lokasi itu. Tang Shu beranggapan, perampok sengaja menyisakan anak Bibi Fei untuk di jadikan budak.
Warga Desa jelas sedih kehilangan sosok Bibi Fei. Mereka mengenal Bibi Fei sebagai orang yang mandiri dan baik hati. Sering kali ia memberikan buah jualannya untuk anak-anak.
Dari semua warga yang hadir, Fu Mei memeluk makam Bibi Fei sambil terisak tangis. Xin Xue dan Sin Lou yang berada di sampingnya mencoba untuk menenangkan.
Satu minggu berlalu begitu saja, Fu Chen sebelumnya berniat meninggalkan hutan dan menyusul ayahnya, mengira ada hal buruk yang terjadi. Namun ia mengurungkan niatnya tersebut menyadari kekuatan Tang Shu yang setidaknya telah menyamai tetua Sekte Pedang Suci.
Tang Shu baru tiba saat malam hari. Ia meminta maaf pada Fu Chen karena terlalu lama meninggalkannya.
"Tidak apa ayah. Apa yang sebenarnya terjadi di desa? Kenapa ayah kembali begitu lama?" Fu Chen ingin memastikan jika keadasn di Desa baik-baik saja.
Fu Chen mengerutkan kening melihat raut wajah Tang Shu berubah gusar. Jantungnya berdetak kencang saat Tang Shu membuka mulut.
"Itu…" Tang Shu menarik nafas sejenak. "Kau tahu, Bibi Fei telah tiada…" Ucap Tang Shu lemah.
"Apa maksudmu ayah? Katakan dengan jelas!" mata Fu Chen melotot, menolak kenyataan yang ada dalam pikirannya.
"Bibi Fei… dia telah meninggal…" Tang Shu menghela nafas setelahnya.
"Tidak, tidak mungkin… ini tidak mungkin… ayah, katakan padaku jika itu tidak benar kan…?" Mata Fu Chen mulai berair, namun ia masih berusaha menahannya.
Tang Shu tersenyum kecut dan menggelengkan kepalanya. Emosinya bergejolak melihat tatapan anaknya yang begitu sedih. "Tenanglah Chen'er, Bibi Fei sudah tenang disana…" Kata Tang Shu sambil mengelus kepala Fu Chen, senyumnya sedikit di paksakan kala itu.
Fu Chen tidak mampu lagi membendung air matanya. Suara lirih isakan tangis terdengar oleh Tang Shu. Ia Berniat menenangkan anaknya namun ia sendiri merasakan kesedihan yang sama.
Sudah kesekian kalinya bagi Tang Shu kehilangan orang-orang terdekat. Air matanya tidak mampu keluar mewakili kesedihan yang ia rasakan. Hanya senyuman lembut yang dapat ia tunjukkan pada Fu Chen saat ini.
"Apa kau ingin pulang melayat makam Bibi Fei?" tanya Tang Shu berusaha menenangkan anaknya.
Fu Chen menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak ayah, aku ingin menjadi kuat secepat mungkin, agar dapat melindungi Desa." Fu Chen mengangkat kepalanya setelah mengatakan itu. "Lalu bagaimana keadaan Xuan Rong, ayah?" Fu Chen baru teringat akan anak Bibi Fei itu.
Tang Shu menggelengkan kepalanya lagi, "Entahlah Chen'er, Xuan Rong tidak ditemukan di sekitar kejadian saat itu."
"Bukankah itu berarti dia masih hidup?" Tanya Fu Chen sedikit bersemangat.
"Ayah juga berharap dia masih hidup… namun ada dua kemungkinan yang membuatnya tidak ada dilokasi kejadian…"
"Apa itu ayah? Katakan padaku?" sergap Fu Chen kembali.
"… kemungkinan pertama adalah Xuan Rong berhasil melarikan diri dari perampok yang menyerang mereka, dan kemungkinan kedua, Xuan Rong di tangkap oleh perampok itu."
Tang Shu tidak ingin mengatakan jika Xuan Rong saat ini mungkin sudah menjadi budak si perampok, karena itu bisa saja menambah depresi dalam diri Fu Chen.
Fu Chen menggigit bibirnya geram, tidak ada hal baik dari dua kemungkinan itu. Jika memang Xuan Rong melarikan diri, maka ia akan kesulitan bertahan hidup diluar sana. Dan jika Xuan Rong di tangkap, maka itu akan lebih buruk lagi.
"Tidak perlu kau ambil pusing, kita tidak bisa berbuat apa-apa saat ini selain berharap Xuan Rong baik-baik saja."
Fu Chen berdiri dari posisi duduknya, lalu memandangi rembulan dan bintang malam itu sambil berkata. "Seluas apa sebenarnya dunia persilatan ini ayah?"
Tang Shu terheran mendengar pertanyaan anaknya, namun rasa herannya berubah senyuman lembut mengetahui maksud pertanyaan itu. "Siapa pun tidak akan mengetahui batasan dunia persilatan ini Chen'er, setiap kau melangkahkan kakimu di suatu tempat, maka hal baru akan mendatangimu. Begitu juga dengan hati, setiap ia mendapatkan duka maka perasaan sadar akan ia dapatkan…."
Fu Chen diam memandangi langit, ia membenarkan perkataan Tang Shu dalam benaknya. Jika manusia saja saling membunuh demi kehidupan yang mereka inginkan, maka orang baik pun dapat berubah jika menginginkan sesuatu.
"Apakah tidak ada, puncak dimana setiap orang dapat saling mengerti?" Fu Chen berkata lirih.
Tang Shu menggelengkan kepalanya mendengar itu. "Tidak ada yang benar-benar damai di dunia ini, kejahatan adalah pendamping setia kedamaian. Jika memang kejahatan sudah lenyap… maka kedamaian akan melahirkannya kembali."
Tang Shu tersenyum kecut mengatakannya, hal-hal seperti ini telah di ajarkan oleh klannya sejak kecil, keyakinan Tang Shu untuk mempercayainya kemudian semakin tinggi, setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri, orang yang menyerang klannya adalah teman baik kakeknya.
Fu Chen mengerutkan dahinya tidak mengerti, namun ia tidak ingin menanyakan lebih lanjut pada Tang Shu. Ia ingin mendapatkan jawaban dari pernyataan itu dengan anggapannya sendiri.
Fu Chen berjalan menuju salah satu batu besar yang membendung aliran air terjun. Ia duduk disana memandangi air terjun dari atas sampai bawah. Mencoba untuk mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
Tang Shu tidak menyalahkan tingkah anaknya, ia merasa kagum dengan ketenangan Fu Chen yang terus berkembang. "Entah apa yang di pikirkan anak itu sampai menanyakan hal demikian," Batin Tang Shu sambil tersenyum lembut, melihat anaknya duduk bersila merenungi ucapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Arwin Atune
duduk bersila
2024-08-19
0
Dzikir Ari
walau byk tugas... tetap semangat Tor 🙏👍
2023-07-08
0
Harman LokeST
crazy up crazy up crazy up crazy up crazy up
2022-06-09
0