Pendekar itu kemudian menyodorkan pedangnya kepada Sin Lou. Sin Lou seketika terjatuh ke lantai saat pendekar itu melepas pegangannya.
"huop... ugh! Apa-apaan pedang ini? Golok ayahku yang ukurannya lebih besar saja masih bisa ku angkat!" gerutu Sin Lou yang masih berusaha mengangkat pedang itu.
Mata Fu Chen terbuka lebar melihatnya tak menyangka Sin Lou akan kesulitan mengangkat pedang itu, padahal terlihat jelas oleh matanya bagaimana pendekar itu dengan leluasa memainkan pedangnya.
"Bagaimana, apa pedang itu terlihat rapuh?" Pendekar itu tertawa kecil melihat Sin Lou yang mulai menyerah.
"Cih… aku suka pedang yang lebih besar agar terlihat gagah di mata para gadis dari pada pedang seperti ini." Sin Lou melepaskan pedang itu begitu saja, beruntung Fu Chen dengan sigap menahannya sebelum jatuh ke lantai.
Matanya melebar saat sendinya terasa sedikit bergeser ketika ia menangkap pedang itu.
"Hei! Jaga sikapmu!" Fu Chen merasa perlu memperingatkan Sin Lou, ia khawatir pendekar itu akan tersinggung dengan sikap anak ini.
"Hahaha… tak apa, itu biasa terjadi." Pendekar itu lalu mengambil pedang yang masih di tangan oleh Fu Chen. Tak lama kemudian Bibi Fei datang untuk memberikan uang kembalian milik sang pendekar.
Pemdekar itu menolak kembalian tersebut dan meminta Bibi Fei untuk membaginya pada Fu Chen dan Sin Lou. Dia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berniat pergi namun Fu Chen segera menahannya.
"em… maaf tuan, bisakah anda menyebutkan namamu?" Tanya Fu Chen malu-malu.
"Hahaha… benar juga, aku terlalu menikmati obrolan tadi sehingga lupa memperkenalkan diri," Pendekar itu tertawa canggung sebelum mengenalkan dirinya. "Panggil saja aku Xing Fu, aku pendekar pengelana tanpa sekte."
"Xing Fu?" Fu Chen bergumam pelan.
"Baiklah kalau begitu, sampai jumpa." pendekar bernama Xing Fu itu melambaikan tangannya dan berjalan keluar kedai. Sin Lou membalasnya, Sedangkan Fu Chen berusaha untuk mencatat nama pedekar itu dalam ingatannya.
Setelah pendekar itu tidak lagi terlihat, Sin Lou mengarahkan pandanganya pada sekantung kain yang berisi tumpukan perak di dalamnya, ia kemudian menyikut pelan perut Fu Chen untuk membuatnya tersadar.
"Hei, kita beruntung sekali hari ini! Hahaha…"Sin Lou menimang-nimang uang yang baru saja mereka dapatkan, belum selesai ia menikmati kebahagiaannya kantong itu segera direnggut oleh Bibi Fei.
"Apa kau tidak dengar? Uang ini akan di bagi rata, termasuk juga Fu Mei jadi kau jangan berpikir yang tidak-tidak," ucap Bibi Fei sambil tersenyum penuh makna.
Sin Lou tidak bereaksi namun wajahnya telah mewakili ungkapan frustasi dan kecewa secara bersamaan.
"Kalian berdua cepat bantu Mei'er mencuci piring di belakang! Ia sangat kelelahan karena menunggu kalian sejak tadi." Bibi Fei mengubah senyumnya menjadi tatapan dingin yang mengintimidasi mereka berdua, aura seorang iby-ibu rumah tangga pun keluar dari sekujur tubuhnya.
Fu Chen dan Sin Lou bergidik ngeri melihatnya, bulu kuduk mereka pun bereaksi demikian. Dengan cepat mereka berdua berlari menuju kearah belakang kedai Bibi Fei sambil mendorong satu sama lain.
"Dasar anak-anak itu." Bibi Fei menghela napas pelan dan kembali melayani pelanggan yang lain.
Di kejauhan, nampak pendekar yang tadi berbincang dengan Fu Chen sedang tersenyum tipis, ia menyadari pedangnya sedikit bereaksi ketika di sentuh oleh Fu Chen.
"Pemuda yang menarik …" Tidak berselang lama setelahnya, pendekar itu langsung melompat tinggi ke atap-atap rumah warga dan menghilang dalam lebatnya hutan.
***
Malam harinya ketika kelurga Fu Chen sedang makan malam, Fu Chen menanyakan tentang Dunia persilatan dan beberapa hal yang ia ketahui dari Xing Fu, pendekar yang tadi siang ia temui.
"Chen'er, dari mana kau bisa tahu pedang Katana?" Tang Shu sedikit terkejut saat Fu Chen menanyakan tentang pedang Katana.
Katana sendiri sangat jarang di temukan di benua Timur, pedang seperti Katana hanya dapat di temui di sekitaran benua Tengah dan benua Utara.
Wajah Tang Shu kemudian sedikit memucat saat Fu Chen menjelaskan pertemuannya dengan seorang pendekar bernama Xing Fu, tidak hanya Tang Shu saja, Xin Xue pun memperlihatkan raut wajah yang sama.
Alasan kenapa mereka meyembunyikan marga Tang dari orang asing bukan tanpa alasan. Semua itu karena Tang Shu merupakan cucu dari salah satu Kepala Klan ternama di Benua Tengah, yaitu Klan Tang.
Namun karena keserakahan orang-orang di benua Tengah, klan Tang terpaksa harus menguburkan namanya usai mendapat serangan dari berbagai klan yang membentuk aliansi.
Kekuatan klan Tang sendiri sebenarnya sudah menyamai sebuah sekte besar dan bahkan sebuah kerajaan sekalipun. Namun karena yang mereka lawan adalah gabungan antar beberapa Klan dan pendekar-pendekar hebat, membuat Klan Tang mendapati kekalahan telak.
Tang Shu dan beberapa orang lainnya yang masih selamat memutuskan untuk meninggalkan benua Tengah dan berpencar ke beberapa benua yang berbeda.
Setelah menjelajah beberapa tahun tanpa tujuan, akhirnya Tang Shu bertemu dengan Xin Xue yang merupakan seorang gadis cantik di Desa Bintang Jatuh saat itu, usia mereka juga tidak terpaut jauh.
Tang Shu yang saat itu masih berusia 20 tahun kemudian memutuskan untuk menetap di Desa Bintang Jatuh hingga akhirnya menikahi Xin Xue saat umurnya menginjak 30 tahun. Hingga sekarang telag mereka memiliki dua orang anak dan tetap mempertahankan rumah tangganya sampai detik ini.
Tang Shu sengaja memberi nama *Fu* di belakang marga kedua anaknya. Tang Shu ingin agar klannya tidak punah, serta ia juga tak ingin kedua anaknya mendapat masalah karena memiliki marga Tang.
Xin Xue juga telah mengetahui latar belakang suaminya dan ia sama sekali tak mempermasalahkan hal tersebut. Xin Xue mengatakan kepada Tang Shu bahwa mereka hidup untuk hari ini dan hari esok, jadi tidak perlu memikirkan masa lalu yang di deritanya.
Namun Tang Shu masih menyembunyikan satu fakta dari istrinya, fakta bahwa dirinya lah yang membawa pusaka peninggalan klan Tang yang ia simpan di suatu tempat sampai saat ini.
***
Tang Shu mecoba untuk menenangkan diri. Tang Shu sebenarnya tidak ingin Fu Chen memasuki dunia persilatan karena ia sendiri telah merasakan bagaimana pahitnya hidup sebagai pendekar. Namun Tang Shu sadar, ia tidak dapat memaksa pilihan anaknya atau itu akan membuatnya menyesal suatu hari.
Tang Shu sedikit menghela napas sebelum kembali melanjutkan penjelasan.
Tang Shu menerangkan bahwa Dunia Persilatan tidaklah sedamai yang Fu Chen kira, dunia persilatan di penuhi dengan pertempuran dan darah. Dunia persilatan adalah dunia yang penuh dengan tipu muslihat dan tempat bagi orang-orang serakah serta licik berkumpul.
"Dunia persilatan memiliki aturannya sendiri, siapa yang kuat maka mereka akan di sanjung. Namun kau harus tau satu hal, kekuatan bukanlah segalanya. Di Dunia persilatan juga memerlukan relasi agar posisimu tetap bertahan atau mungkin dapat naik menjadi lebih tinggi lagi."
Fu Chen mengangguk pelan atas penjelasan ayahnya. "Tapi ayah… apa maksudnya dengan Aliran Putih? Aku mendengar jika Sekte Pedang Suci berasal dari aliran Putih, apa maksudnya itu?"
"Aku hampir lupa akan hal itu, haha…" Tang Shu tertawa canggung, hampir saja dirinya lupa menjelaskan hal yang paling penting dalam dunia persilatan.
Aliran Putih adalah aliran yang menjunjung tinggi kemanusiaan, aliran putih juga sering terlibat perkelahian dengan aliran lain karena sebuah konflik kecil atau pun karena melindungi para warga.
Aliran Hitam biasanya berisi orang-orang serakah yang meninggikan kekuasaan serta kekuatan, aliran inilah yang sering kali membuat masalah di berbagai tampat.
Aliran Sesat sedikit berbeda dari aliran Hitam, orang-orang di aliran sesat biasanya tidak mengakui jika mereka berasal dari sana, aliran ini juga merupakan aliran terkecil dari ke-empat aliran yang ada.
Sedangkan Aliran Netral merupakan aliran yang realistis, mereka tidak akan ikut campur dalam setiap urusan orang lain jika memang tidak bersangkutan dengan mereka.
"Apa kau mengerti Chen'er?" Tang Shu tersenyum lembut melihat anaknya yang begitu serius mendengarkan penjelasannya. sedangkan Fu Mei sudah tertidur pulas bersama ibunya di kamar.
Tang Shu memeberikan nasihat kepada Fu Chen szekali lagi dan meminta anaknya untuk menjadi irang yang netral. Hati manusia tidak di ukur dari aliran mana dia berasal, jika hati manusia telah kotor maka aliran bukanlah suatu hal yang dapat mempengaruhinya.
Fu Chen mengangguk paham, ia begitu kagum melihat ayahnya yang dapat menjelaskan tentang dunia persilatan dengan begitu rinci, padahal pekerjaannya sendiri adalah seorang petani.
"Dari mana ayah mengetahui semua itu? Setahuku ayah selalu berkebun dan hampir tidak pernah meninggalkan Desa," tanya Fu Chen sedikit heran.
"Eh, haha… ayah mengetahuinya dari para pedagang Chen'er, mereka selalu berpindah-pindah tempat dalam berjualan, tentu mereka memiliki banyak informasi," kata Tang Shu sambil tersenyum canggung.
"Nah Chen'er, apa kau tertarik untuk ikut seleksi sekte Pedang Suci tahun depan?" tanya Tang Shu untuk mencairkan suasana.
Fu Chen bersemangat ketika ayahnya menanyakan hal itu, dengan cepat dirinya menganggukkan kepalanya.
"iya ayah!"
Tang Shu tersenyum lembut lalu mengusap kepala Fu Chen. "Kalau begitu persiapkan dirimu, satu bulan lagi akan di adakan pembangkitan dantian yang ada di tubuhmu."
"Dantian?" Fu Chen begitu bingung, bahkan dirinya belum memasuki dunia persilatan namun banyak hal baru telah mengisi kepalanya.
Dantian adalah tempat menampung energi qi, kualitas dantian seseorang juga menentukan bakat orang tersebut. semakin tinggi kualitasnya maka semakin tinggi pula kesempatan orang itu menjadi pendekar ternama.
Sedangkan energi qi adalah energi alam yang berhasil di serap oleh tubuh manusia, qi itu akan di simpan dalam dantian dan membentuk titik-titik kecil sebagai perwujudannya.
"Untuk kualitas Dantian, kau dapat mengetahuinya dua minggu lagi, saat itu akan ada perwakilan sekte Pedang Suci yang akan menjelaskan dan membagikan selembaran tentang kualitas Dantian." Tang Shu hendak berdiri dari kursinya namun Fu Chen kembali bertanya.
"Apa yang harus aku persiapkan untuk pembangkitan dantian nanti, ayah?"
"Lakukan hal seperti yang biasa kau lakukan Chen'er, itu cukup untuk melatih fisikmu." Tang Shu tersenyum lembut.
Selagi Fu Chen memikirkan hal itu, Tang Shu sudah lebih dulu meninggalkan Fu Chen dan menyusul istrinya yang telah tertidur pulas.
"Jika aku masih melakukan hal seperti biasa… bukankah itu sama saja tidak ada persiapan? Bagaimana jika nanti akan kalah dari Sin Lou si penggila otot itu." Fu Chen membatin, dia masih tidak bisa memikirkan persiapan macam apa yang harus ia lakukan.
"Huft, mungkin besok aku akan memikirkannya kembali, hari ini sudah cukup banyak informasi yang aku dapatkan, kuarasa otakku juga perlu istirahat."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Arwin Atune
pelajaran dari ayah
2024-08-16
0
Dzikir Ari
Alurnya bagus dan mudah dipahami
2023-07-08
0
wak-Kat
👍
2023-02-20
0