Malam harinya Tang Shu mulai mengolah salah satu dari tiga ginseng merah yang ia bawa. Sedangkan Fu Chen masih duduk bersemedi dibawah air terjun. Tujuan dari latihan Fu Chen dibawah air terjun adalah untuk menjaga ketenangannya dalam keadaan yang tertekan serta berisik. Fu Chen harus bisa menahan hawa dingin pada malam hari dan merasakan setiap aliran air yang mengenai tubuhnya.
Latihan ini memang cukup sulit, bahkan dalam satu minggu terakhir dirinya hanya bisa menahan sedikit hawa dingin dari air terjun itu.
Hal pertama yang Tang Shu lakukan untuk mengolah ginseng merah adalah menghaluskannya sebelum mulai direbus. Pendekar pada umumnya akan mengkonsumsi ginseng itu secara langsung karena khasiat dari ginseng merah akan menurun setelah direbus. Tapi itu perlu dilakukan untuk menyesuaikan pada tubuh Fu Chen yang bahkan belum pernah mengkonsumsi sumber daya.
Sembari menunggu air rebusan ginseng merah mendidih, Tang Shu memainkan seruling yang ia bawa sebelumnya. Selama kepergiannya meninggalkan Benua Tengah, bermain seruling adalah salah satu kebiasaanya saat beristirahat.
Ketika Tang Shu mulai meniupkan serulingnya, alunan nada yang di hasilkan dari permainannya sangat merdu dan menenangkan. Fu Chen membuka matanya sedikit terkejut saat mendengar sebuah nada yang tiba-tiba masuk ke telinganya.
Ketika ia menyadari suara itu berasal dari ayahnya, Fu Chen kembali memejamkan mata. Nada itu membantunya dalam mendapatkan ketenangan, sedikit rasa kekaguman terukir di hati Fu Chen mendengarnya.
Cukup lama nada itu bertahan sebelum akhirnya berhenti, Fu Chen juga ikut menghentikan semedinya sebelum mengeringkan diri.
Tang Shu sudah selesai merebus ginseng merah yang ia siapkan. Air rebusan ginseng itu terlihat sedikit keemasan dan kental, aroma khas herbal jahe menyengat hidung mereka berdua.
Fu Chen tidak mengerti apa yang membedakan jahe dan ginseng yang dikatakan ayahnya, bahkan dari aroma dan cara memasaknya saja sama.
Tak ingin berpikir lebih jauh, Fu Chen segera menghampiri ayahnya yang berada didekat perapian.
"Apakah ayah membuat wedang jahe ini untukku?" Fu Chen mengambil secangkir gelas berisi air rebusan ginseng merah. Dahinya sedikit mengkerut ketika melihat air yang dikiranya wedang jahe itu tidak seperti biasanya. "Ayah, kenapa warnanya seperti ini? Apa jahe tadi sudah busuk?" Fu Chen sempat mengira ginseng sebenarnya adalah jahe yang sudah sangat tua karena aroma yang dihasilkan lebih pekat dan sedikit kental.
"Sudahlah, tidak perlu banyak bertanya… segera minum dan duduklah didepan ayah, ayah akan membantu mu mencernanya," Kata Tang Shu merasa malas untuk berdebat dengan anaknya.
Fu Chen sedikit kebingungan namun ia tetap melakukan perintah ayahnya. Aroma dari ginseng itu terlalu menyengat sehingga Fu Chen harus menutup hidungnya sebelum mulai meminum rebusan ginseng tersebut.
"Minumlah dengan cepat agar tidak terasa pahit!" Tang Shu memperingatkan saat Fu Chen mulai meminum rebusan ginseng.
Fu Chen merasakan tubuhnya lebih segar dan bertenaga saat setelah meminumnya. Tang Shu kemudian mulai mengalirkan qi pada tubuh Fu Chen untuk menyalurkan khasiat ginseng merah menuju tulang dan sum-sum anaknya. Akan sangat disayangkan jika hanya digunakan untuk membersihkan darah.
Mata Tang Shu terbuka lebar menyadari kualitas tulang anaknya sangat tinggi diusiananya yang masih muda. Dirinya sudah menebak jika anaknya memiliki kualitas tulang yang bagus, setidaknya berada dalam satu tingakatan dengannya. Namun apa yang dilihatnya adalah sesuatu yang tidak terduga.
"Tulang Permata Dewa?" Batin Tang Shu seolah ingin menjerit keras. Apa yang ia lihat sungguh membuatnya terkejut, namun dirinya segera berusaha mengendalikan ekspresi agar tidak menimbulkan pertanyaan bagi Fu Chen.
Kualitas tulang anaknya hanya perlu satu tingkatan lagi menuju tulang Dewa. Tulang Dewa adalah puncak kualitas tertinggi dari tingkatan yang ada. Sepengetahuan Tang Shu, hanya ada segelintir orang saja pernah mencapai tingkatan itu dalam sejarah. Mereka semua adalah orang-orang hebat yang membawa takdir surga di tangannya.
Tang Shu tersenyum kecut menyadari ginseng merah tidak akan banyak membantu dalam meningkatkan kualitas tulang anaknya lagi. Namun setidaknya ginseng itu masih memiliki khasiat yang kuat untuk memperkuat sum-sum anaknya demi menyesuaikan kualitas tulangnya.
Disamping keterkejutan Tang Shu, Fu Chen teringat akan seruling yang dimainkan oleh ayahnya saat dia sedang berlatih. Ia merasa tertarik untuk mempelajarinya.
"Apakah seruling ayah ini juga pusaka?" Tanya Fu Chen saat memperhatikan seruling ditangannya. Menurutnya, apa yang dimiliki ayahnya pada masa dahulu adalah benda pusaka karena ayahnya berasal dari Klan yang kaya raya.
"Itu hanya seruling bambu biasa, ayah bisa membuatkan untukmu jika kau mau," jawab Tang Shu tersenyum lembut, ia berpikir bisa mewarisi bakatnya dalam bermain seruling disela-sela istirahat Fu Chen. Hal itu juga dapat melatih Fu Chen dalam mengatur pernapasan agar lebih stabil.
Mendengar jawaban dari Tang Shu membuat Fu Chen antusias, meski dirinya sadar waktu istirahatnya akan semakin berkurang demi belajar seruling. Namun itu bukan masalah selagi ia mendapatkan hasil memuaskan dari bermain seruling untuk melepas letih.
***
Ditempat lain saat ini Sin Lou sedang menempa sebuah lempengan besi dengan segenap tenaga yang ia miliki. Keringat mengucur deras dari punggung dan dahinya membuat pemuda itu terlihat basah kuyup.
Tidak jauh darinya juga sudah ada Sin Zhou dan melakukan hal yang sama. Palu yang digunakan Sin Lou dan ayahnya memiliki ukuran yang berbanding cukup jauh.
Sin Zhou sengaja memberikan palu yang cukup kecil terlebih dahulu kepada Sin Lou sebelum benar-benar bisa menggunakan palu ditangannya.
Sudah satu bulan Sin Lou selalu berlatih menempa bersama ayahnya. Disana dirinya juga harus melatih kesabaran karena setiap kali memasukan lempengan besi kedalam air, maka besi itu akan melengkung dan itu sungguh menjengkelkan baginya.
Selama satu bulan berlatih setidaknya Sin Lou telah berhasil membuat sebuah pisau kecil meski dengan bentuk yang melengkung di ujungnya. Otot-otot pemuda itu juga semakin membesar seiring waktu, dirinya bahkan terlihat berusia belasan tahun meski umurnya baru delapan tahun.
Saat sedang fokus menempa tiba-tiba ayahnya memperingati Sin Lou untuk menghentikan pukulannya pada lempengan besi didepannya.
"Jepit lempengan itu dan masukkan kedalam air secara perlahan…" Sin Zhou memperlihatkan caranya membentuk sebuah pisau dengan memasukkan lempengan besi yang telah ditempa kedalam air secara perlahan.
Sin Lou mengikuti arahan ayahnya, dia memasukkan lempengan besi itu kedalam air secara perlahan. Saat lempengan besi itu mulai masuk secara perlahan terdengar sesuatu layaknya air mendidih.
Crsss…!
"Ayah, lihatlah!" Sin Lou memperlihatkan pisau di penjepitnya dengan tersenyum lebar dan nafas tersenggal. Ini lebih baik dari pisau yang terakhir kali ia buat, meski pisau itu belum di pertajam dan sedikit kasar. Namun itu adalah pencapaian baru baginya.
Sin Zhou tersenyum tipis menanggapinya "Itu lumayan, tapi masih kurang. Berikan itu pada pekerja yang lain, dan buatlah yang baru."
Alasan mengapa Sin Zhou tidak mengizinkan Sin Lou ikut dengan Tang Shu karena dirinya telah melihat Sin Lou sudah mulai memahami sedikit trik dalam menempa minggu sebelumnya. Dia tentu tidak ingin kesempatan itu hilang karena Sin Lou pergi meninggalkan latihannya dan pergi bersama Tang Shu, perkiraanya itu terbukti saat ini.
Sin Lou tidak mengeluh sama sekali, dirinya melakukan segalanya dengan giat belakangan ini. Semua itu ia lakukan agar dapat berlatih bersama Fu Chen secepatnya.
Di kediaman Kepala Desa sendiri saat ini Kyoto sedang berlatih bersama dengan seorang pendekar tingkat dua tahap menengah. Sebenarnya untuk menyewa seorang pendekar tidaklah murah, apalagi seorang pendekar tingkat dua tahap menengah seperti itu.
Yoshi kishimoto harus mengeluarkan banyak uang demi melatih anaknya. Dirinya sempat bingung sebelumnya karena kebanyakan pendekar menolak tawaran yang ia ajukan. Bayaran yang di janjikan Yoshi Kishimoto sebenarnya sudah sangat besar bagi orang sepertinya, namun 10 keping emas tidak akan di pandang seorang pendekar untuk sebuah bayaran setiap bulan.
Untungnya ada seorang pendekar pengelana yang memang kekurangan uang serta tempat untuk dia tinggali, sehingga dirinya bersedia membantu Yoshi Kishimoto melatih anaknya.
Pendekar itu sadar Kyoto adalah anak dengan tenaga fisik yang lemah, sehingga dirinya hanya fokus meningkatkan kekuatan fisik anak tersebut selama satu bulan itu. Kyoto juga menyadari akan kekurangannya, sehingga dirinya tidak banyak mengeluh saat latihan.
Hal yang memotivasinya hanyalah mengalahkan anak si pandai besi di Desanya. Menurutnya Sin Lou adalah orang yang akan menjadi pesaing terberatnya nanti.
Pendekar yang bernama Ni Gang itu juga tidak banyak menuntut akan bayarannya. Selama dirinya diberikan tempat tinggal dan makanan maka itu sudah cukup baginya. Kegiatan Ni Gang selama menjadi seorang pendekar tanpa sekte juga kurang berarti.
Ni Gang hanya dapat mengambil misi yang diumumkan disetiap kota yang ia kunjungi. Tentunya tidak mudah baginya untuk mendapatkan misi itu karena banyak pendekar lain yang lebih hebat darinya juga akan ikut bersaing.
Disaat segala kekurangan yang ia alami, seorang Kepala Desa menyelamatkannya dengan menawari pekerjaan untuk melatih anak Kepala Desa itu. Dengan senang hati dirinya menerima tawaran Kepala Desa tersebut demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Meski hanya dibayar 10 keping emas setiap bulan, namun itu lebih baik baginya dari pada tidak sama sekali. satu keping emas umumnya setara dengan 100 keping perak dan satu keping emas juga setara dengan 1000 keping perunggu.
Sedangkan satu keping perak setara dengan 100 keping perunggu, perbandingan ini merupakan ketentuan yang sudah disahkan oleh setiap kekaisaran di setiap benua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Arwin Atune
perbandingan
2024-08-19
0
Dzikir Ari
maaf jika bacanya loncat²
2023-07-08
0
M.Yunus
wah baru jelas arah latihannya
2023-04-16
0