Tang Shu segera terbangun dari tidurnya saat ingatan lama itu muncul dalam mimpinya. Ingatan yang sudah lama ia lupakan kini muncul kembali, membuat perasaannya tidak nyaman. Jantungnya berdetak cepat mengingat sosok kakek yang sangat ia rindukan.
Tang Shu keluar dari kamarnya berusaha untuk menenangkan diri. Ia begitu heran kenapa ingatan itu muncul secara tiba-tiba, seakan suatu hal akan terjadi. Tang Shu memandang langit malam dari jendela rumahnya. Berbagai macam pikiran muncul di otaknya, namun tidak ada yang dapat menjelaskan situasi ini sama sekali.
"Apa yang sebenarnya terjadi…?" Tang Shu bergumam pelan.
Mata Tang Shu menelisik ke setiap atap rumah warga, cahaya remang-remang dari rembulan tidak menjadi penghalang bagi pengelihatannya. Namun, setelah cukup lama ia memperhatikan Desa, tidak ada hal yang mencurigakan baginya.
"Kurasa ini hanya perasaan ku saja…" Tang Shu menghela nafas sejenak sebelum pergi ke dapur, berniat membuat teh untuk menemani malamnya. Ia tidak bisa melanjutkan tidur atau sekedar melepaskan pengawasan Desa dari matanya.
***
"Perkembanganmu memang selalu di luar dugaan ayah Chen'er…" Tang Shu berjalan mendekati Fu Chen, ia begitu kagum dengan bakat anaknya. Dengan tulang Permata Dewa miliknya membuat pelatihan yang di berikan Tang Shu dapat Fu Chen lalui tanpa hambatan berarti.
Telah enam bulan Tang Shu berada di dalam hutan untuk melatih Fu Chen. Tang Shu sempat merasa jika pelatihan selama dua minggu sekali tidak efektif untuk Fu Chen, sehingga ia memberanikan diri untuk meninggalkan istrinya dalam waktu yang lama.
Pada minggu pertama, Sin Lou segera mendesak Tang Shu untuk mengantarnya pulang. Dirinya sudah tidak sanggup lagi mengikuti perogram latihan Tang Shu, saat ia menyadari latihan itu bagaikan neraka yang menyiksa tubuhnya.
Bagaimana tidak, setiap hari mereka harus berpanas-panasan di bawah terik matahari, tidak jarang mereka di kejar babi hutan atau binatang lainnya saat menaiki bukit dengan beban batu di punggung mereka. Malam Harinya, tubuh Sin Lou dan Fu Chen harus merasakan dinginnya air terjun selama berjam-jam.
Menurut Sin Lou, di tempat ayahnya dia masih bisa sedikit bersantai dan menikmati hidangan lezat lainnya. Tang Shu menuruti keinginan Sin Lou, karena Sin Zhou pernah berpesan sebelumnya untuk menyiksa anaknya agar anak itu jera dan kembali ke rumah.
Tang Shu juga kerap meninggalkan Fu Chen seorang diri saat dirinya mengambil persediaan makanan di Desa. Meski di dalam hutan memiliki banyak hewan yang dapat di buru namun tetap saja, tubuh Fu Chen memerlukan asupan nutrisi yang seimbang demi kesehatannya.
"Apakah ayah akan pulang hari ini?" Fu Chen bertanya pada ayahnya. Tang Shu biasanya pulang pada minggu ketiga di setiap bulan.
"Iya, ayah akan pulang. Apa kau ingin pulang juga?" Tanya Tang Shu sambil melirik anaknya.
"Ah, tidak… aku hanya ingin ayah membawakan beberapa pakaian untukku, yang kubawa dulu sudah robek dan berlubang." Fu Chen tersenyum lembut, ia masih ingin menikmati harinya di alam bebas. Terutama saat Tang Shu pulang, dirinya bisa lebih leluasa melakukan apapun yang ia inginkan.
"Katakan juga salamku pada Ibu dan Meimei…" sambungnya dengan senyuman yang sama.
"Kau tenang saja, ayah akan menyampaikan semuanya." Tang Shu tertawa kecil mendengarnya. Ia kerap kali membawakan surat dari Fu Mei untuk Fu Chen. Disana Fu Mei selalu memamerkan tulisannya yang semakin rapi, setiap surat itu di terima Fu Chen.
"Baiklah… sampai jumpa." Fu Chen menepuk paha kuda yang di tunggangi Tang Shu, menyuruhnya untuk segera berangkat.
Selama Di dalam hutan, sikap Fu Chen menjadi lebih tenang dan tidak gegabah di setiap keputusan yang ia ambil. Ketenangan itu di dapatkannya saat bermain seruling dan jauh dari kehidupan di luar sana.
Melalui melodi seruling yang ia bawakan, membuat Fu Chen secara perlahan menyadari untuk menikmati hidup ini dengan kesederhanaan dan kedamaian.
Fu Chen kemudian segera memikirkan apa yang harus ia lakukan selama kepergian Tang Shu. Ia sempat berpikir untuk berkeliling ke bagian hutan yang belum pernah ia datangi, mungkin disana akan ada hal menarik yang ia temukan menurut Fu Chen.
"Baiklah… sudah aku putuskan, aku akan menjelajahi hutan ini selama beberapa hari!" merasa sudah menemukan tujuan yang tepat, Fu Chen lekas mengemas barang-barang yang menurutnya berguna untuk berlindung.
Keesokan harinya, Fu Chen menyiapkan beberapa persediaan air minum untuk dia bawa, serta barang yang sebelumnya sudah ia siapkan. Tidak banyak yang ia bawa, hanya sebuah belati beserta tali yang menurutnya akan sangat berguna.
"Ku harap ayah akan sedikit lebih lama di Desa." Fu Chen tersenyum kecut membayangkan ayahnya mungkin akan panik mencari dirinya nanti. Ia kemudian mulai memasuki hutan yang lebat itu dengan perasan gugup.
***
"Sial! Sial! Sial!"
Fu Chen berlari sekuat tenaga melewati pepohonan di hadapannya. Di belakangnya seekor harimau dengan sedikit luka goresan di kakinya sedang mengejarnya penuh nafsu. Tidak Fu Chen duga, jika di hari kedua dirinya menjelajah hutan akan menemukan seekor harimau betina lapar seperti ini.
"Sial! Sampai kapan harimau ini akan mengejarku?!"
Fu Chen mengumpat keras, sudah hampir setengah jam dirinya berlari menghindari sang harimau. Namun seolah dapat mencium mangsa lezat di hadapannya, harimau itu tidak membiarkan Fu Chen lolos begitu saja.
Sebelumnya Fu Chen telah berhasil melukai harimau itu dengan belati yang ia lemparkan. Hanya saja, luka yang di hasilkan hanya berupa goresan, dan hal itu membuat harimau yang ia temui mengamuk dan mengejarnya.
Fu Chen berlari ke sembarang arah untuk menghalau pergerakan harimau yang mengejarnya. Hingga pada akhirnya dirinya menemui jalan buntu karena di hadang tebing besar yang cukup terjal. Di bawah tebing itu ada sebuah goa yang sangat besar.
Fu Chen berhenti berlari saat berada di depan mulut goa, dirinya sedikit ragu untuk masuk karena bisa saja mengundang binatang lain yang mungkin ada di dalamnya.
Saat Fu Chen Berhenti, harimau yang tadi mengejarnya juga memalankan langkahnya. Tatapannya tertuju pada Fu Chen yang juga mengamati dirinya.
Fu Chen mengamati keadaan sekitarnya, berharap ada sesuatu yang dapat ia gunakan sebagai senjata. Ia kemudian menemukan sebuah dahan kayu patah seukuran kepalan tangannya, tepat di tengah-tengah antara dirinya dan sang harimau.
Fu Chen memperhatikan harimau di hadapannya sejenak, mengira-ngira apakah harimau itu dapat menjangkaunya sebelum ia mengambil dahan kayu yang letaknya di antara mereka berdua.
Dengan berharap sebuah keberuntungan, Fu Chen berlari secepat yang ia bisa ke arah dahan kayu di hadapannya. Harimau yang mengamatinya juga cepat dalam menanggapi pergerakan Fu Chen.
Harimau itu meraung keras ketika melompat berniat untuk menerkam Fu Chen. Namun Fu Chen yang lebih dulu menggapai dahan kayu itu langsung memukul keras kepala sang harimau, yang mengakibatkan harimau itu terhuyung. Tidak ingin membuang kesempatan, Fu Chen menendang harimau itu kembali dengan kaki kanannya.
"Groaarrr!!"
Haimau itu kembali melompat, karena jarak mereka yang dekat membuat harimau itu lebih mudah menjangkau Fu Chen. Fu Chen berniat menahan serangan harimau itu dengan dahan kayunya, tapi karena terlalu lemah, dahan kayu itu akhirnya patah dan membuat tangan Fu Chen terkena cakaran harimau itu.
"Arrghh!" Fu Chen mengerang kesakitan, dirinya melompat mundur untuk melihat kindisi tangannya.
"Sial! kau akan membayarnya untuk hal ini!"
Fu Chen kembali melesat ke arah harimau, kali gerakannya lebih lincah dari sebelumnya. Ia tidak menghiraukan luka pada tangannya.
Karena posisi Fu Chen yang terlalu dekat membuat sang harimau kesulitan untuk mengayunkan cakarnya pada Fu Chen. Beberapa kali ia juga berniat menerkam Fu Chen dengan mulutnya, namun selalu gagal karena Fu Chen sudah lebih dulu berpindah tempat.
Gerakan Fu Chen yang menghajarnya dari segala sisi membuat harimau itu seolah sedang di kepung oleh banyak orang. Mata dan insting harimau itu juga tidak dapat mengimbangi kecepatan Fu Chen.
Merasa di atas angin, Fu Chen terus menyerang harimau itu hingga tidak menyadari sebuah serangan balasan menghantam lengannya dan mebuatnya terpental. Tiga garis luka goresan bersarang di lengan kirinya, luka dari cakaran harimau itu cukup dalam untuknya.
Fu Chen hampir terjatuh, untung dia masih memegang dahan kayu sebelumnya sebagai topangan. Kondisi harimau di hadapannya juga tidak lebih baik, meski memiliki fisik yang kuat, tetapi setelah menerima belasan serangan dari Fu Chen membuat tubuh harimau itu babak belur.
Fu Chen yang melihat harimau itu masih belum berniat melepaskannya hanya bisa mengumpat dalam hati. Fu Chen segera memasang sikap siaga saat harimau itu mulai mendekat.
Harimau itu melompat ke arahnya, Fu Chen segera menunduk dan menusukkan dahan kayu di tangannya tepat di leher harimau itu.
Ternyata harimau itu masih bisa melakukan sedikit perlawanan, padahal lehernya sudah tertusuk dahan kayu yang cukup besar. Beberapa saat kemudian barulah nyawanya meregang karena darahnya terus mengalir.
Fu Chen menarik napas panjang sebelum dirinya terjatuh. Napasnya terputus-putus, tenaganya telah terkuras habis untuk melawan seekor harimau saja.
Fu Chen meringis kesakitan menyadari lukanya masih mengeluarkan darah, ia berjalan tertatih-tatih ke arah goa untuk beristirahat dan mengehentikan pendarahannya.
Fu Chen segera merobek pakaiannya dan mengikatkan pada luka yang ia dapatkan. Pandangannya sedikit buram sebelum akhirnya jatuh pingsan. Tanpa di sadari oleh Fu Chen, goa itu terdapat banyak kristal yang memancarkan cahaya ungu serta asap tipus yang membuat luka pada tubuhnya menutup secara perlahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Arwin Atune
melawan seekor harimau
2024-08-19
0
Dzikir Ari
Mantaaaaap
2023-07-08
0
Harman LokeST
berhasil mengalahkan harimau 🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐅🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐯🐅
2022-06-09
0