Fu Chen saat ini sedang membawa buah-buahan yang di angkut oleh seekor kuda dari kebun ayahnya, ia berniat untuk menjualnya pada sebuah kedai.
Ia di temani oleh adiknya serta Sin Lou, mereka bertiga berniat untuk menjual buah-buahan itu di kedai Bibi Fei yang memang sudah mereka kenal.
Kedai Bibi Fei bisa terbilang cukup luas, meski hanya memiliki satu lantai tetapi kedai Bibi Fei selalu ramai di datangi para pengunjung. Disana tidak hanya menjual buah-buahan namun juga makanan lainnya serta minuman seperti arak.
Ketika Fu Chen yang bersama Fu Mei dan Sin lou sampai disana, ia mendapati bahwa kedai Bibi Fei lebih ramai dari biasanya.
"Siapa orang-orang ini? aku tidak pernah melihat muka mereka di Desa ini sebelumnya" Sin Lou berkata heran, apalagi sebagian besar orang-orang yang mendatangi kedai miliki Bibi Fei kali ini memiliki pedang ataupun golok yang terselip di pinggang mereka.
"Kurasa mereka adalah pendekar yang sedang beristirahat saja, atau mungkin pendekar-pendekar ini hanya penasaran dengan Desa kita yang di beri kesempatan untuk ikut seleksi Sekte Pedang Suci."
Fu Chen merasa ini adalah hal yang wajar, karena Desa yang sebelumnya tidak pernah terdengar justru mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi Sekte Pedang Suci akan membuat orang lain penasaran seperti Desa tersebut.
"Chen'er benar, mereka adalah para pendekar yang ingin tahu kondisi Desa kita..." Bibi Fei membenarkan pernyataan Fu Chen, lalu menyuruh keduanya untuk menurunkan buah-buahan yang masih berada dalam gerobak.
Fu Mei sendiri pergi ke belakang kedai untuk membantu mencuci piring disana, ini merupakan salah satu kegiatan rutin mereka setiap akhir pekan.
Setelah selesai menimbang buah yang mereka bawa, Fu Chen dan Sin Lou pergi ke meja karsir untuk mengambil upah. Saat sedang menunggu Bibi Fei menghitung uang upah, Fu Chen memperhatikan setiap orang yang ada di kedai tersebut.
"Ah… bukankah dia pencuri itu? Kenapa dia ada di sini?" Fu Chen bertanya pada Bibi Fei sambil menunjuk seseorang yang tengah membersihkan meja.
"Aku yang memintanya bekerja di sini, setidaknya sekarang dia tidak akan mencuri lagi untuk mendapat makanan."
Fu Chen mengangguk beberapa kali sebelum mengalihkan pandangan ke tempat lain.
Pandangan Fu Chen kemudian terkunci pada seorang pendekar tampan yang sedang menikmati makanannya. Jika di perhatikan, pendekar itu terlihat berusia 35 tahun dengan rambut panjang serta poni tipis yang terbelah dua, panjangnya yang sampai ke bawah telinga menambah ketampanan pendekar itu.
Namun perhatian Fu Chen tidak tertuju pada paras pendekar tersebut. Fu Chen justru memperhatikan pedangnya yang nampak lebih kecil dari pedang-pedang pendekar lainnya yang ada di kedai itu. Bentuknya pun sedikit melengkung, panjang pedang itu kurang lebih sekitar satu setengah meter jika di perhatikan.
Fu Chen juga memperhatikan setiap detail yang ada pada pedang tersebut, ia harus menajamkan pandangannya agar dapat memperhatikan pedang itu lebih jelas.
Pada sarung pedang itu terdapat beberapa ukiran yang seperti di lapisi emas, ukiran itu berbentuk seekor burung dengan api yang berkobar melalui sayap serta ekornya, disana juga terdapat simbol serta tulisan-tulisan yang tidak dapat di mengerti oleh Fu Chen.
Pendekar itu sebenarnya menyadari tatapan Fu Chen yang sedang memperhatikan pedangnya, akan tetapi ia ingin menghabiskan makanan yang telah ia pesan terlebih dahulu.
Pendekar itu bangkit dan berjalan ke arah karsir untuk membayar makanan yang telah ia habiskan, disana juga masih ada Fu Chen dan Sin Lou.
Fu Chen baru tersadar jika pendekar yang tadi ia perhatikan berjalan menuju ke arahnya. Ia pun bergegas membalikkan tubuhnya, keringat dingin mulai muncul di kening Fu Chen, jantungnya juga ikut bereaksi dengan berdetak lebih cepat.
Ketakutan menghantui pikirannya saat itu juga. Ia sadar apa yang tadi ia lakukan dapat menyinggung pendekar tersebut. Langkah kaki yang terdengar semakin jelas di telinganya membuat jantung Fu Chen berdetak lebih kencang lagi.
Namun ketika sebuah tangan menyentuh pundak Fu Chen, perasaannya justru terasa lebih baik, pikirannya kembali tenang secara perlahan dan jantungnya pun kembali normal. Fu Chen merasa ada energi hangat yang masuk ke dalam tubuhnya dan itu membuatnya merasa nyaman.
Pendekar itu tersenyum lembut melihat Fu Chen yang meliriknya, pandangan pendekar itu kemudian beralih ke Bibi Fei.
"Berapa total semua pesananku tadi Bibi…?"
"Eh… tunggu sebentar, aku akan menghitungnya…" Sembari menunggu Bibi Fei menghitung, pendekar itu kembali mengalihkan pandanganya ke arah Fu Chen.
"Siapa namamu Anak Muda?" Pendekar itu merasa tertarik dengan Fu Chen karena selama ini hanya segelintir anak-anak yang tertarik dengan pedangnya.
"F-Fu Chen tuan… dan ini temanku, Sin Lou…" Fu Chen menjawab dengan kepala yang masih tertunduk, tangannya ia letakkan di atas lutut yang saling bertemu. Ia sengaja menyebutkan nama Sin Lou agar pemuda itu ikut terlibat dalam masalahnya.
Sin Lou baru sadar ada seorang pendekar yang duduk di samping Fu Chen ketika namanya di sebutkan. Ia sedari tadi masih sibuk memperhatikan pendekar-pendekar yang membawa pedang besar di punggung serta pinggang mereka.
Jika ia berhasil menjadi pendekar kelak, Sin Lou berniat memilih senjata yang berukuran cukup besar agar terlihat gagah.
"Apa kau tertarik dengan pedang ini Anak Muda?"
Fu Chen tersedak napasnya sendiri ketika pendekar itu meletakkan pedangnya di atas meja, ia tak berani untuk sekedar menjawab pertanyaan itu.
"A-aku…" Fu Chen tidak bisa menyudahi kalimatnya karena Bibi Fei telah menghampiri pendekar itu kembali.
"Totalnya 2 keping perak pendekar…" ucap Bibi Fei setelah menghitung tagihan makanan pendekar tersebut. Pendekar itu lalu mengeluarkan satu keping emas dan meletakkan nya di atas meja.
Nafas Bibi Fei sedikit tertahan melihatnya.
"I-ini…"
"Ada apa Bi…? Apakah kedai ini tidak menerima koin emas?" Pendekar itu berkata santai, sengaja memberikan koin emas agar ia lebih leluasa berbicara dengan Fu Chen.
"Bu-bukan begitu pendekar…tapi mungkin akan membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk kembaliannya…"
"Tak apa Bibi… aku akan menunggumu."
Bibi Fei nampak ragu, namun pendekar itu kembali meyakinkan sehingga pendekar itu mendapatkan kesempatannya untuk berbicara dengan Fu Chen.
"Nah…anak muda. Ah, maksudku… Chen'er, apa kau tertarik dengan pedang seperti ini?" pendekar itu mengubah suaranya menjadi lebih lembut dan menunjuk pedangnya yang ada di atas meja.
"I-iya pendekar," jawab Fu Chen terbata-bata.
Pendekar itu tersenyum mendengarnya. "Apa kau tahu pedang apa yang yang ku bawa ini?"
Fu Chen menggelengkan kepalanya, ia sendiri tidak mengetahui ada berapa banyak jenis pedang di Dunia ini.
Pedang itu dikenal sebagai Katana, di benua Timur sendiri tidak banyak yang menggunakannya karena orang-orang lebih memilih pedang bermata dua yang ukurannya sedikit lebih besar dan tebal jika di bandingkan dengan Katana.
Pendekar itu mengatakan pedang Katana tidak di minati banyak orang di benua timur karena bentuknya yang terlihat rapuh. Selain itu, pedang Katana sedikit lebih sulit di gunakan ketimbang pedang bermata dua pada umumnya.
"Tuan sendiri mengapa memilih pedang ini jika memang di katakan rapuh?" Fu Chen memberanikan diri untuk bertanya.
"Haha… jika kau sudah sangat mencintai satu hal, apakah kau akan berpaling pada hal lainya?" Pendekar itu tersenyum tipis, "Jika memang iya, maka kau tak akan bisa mengerti arti dari hal yang kau cintai itu."
"Pada dasarnya kita lah yang menajamkan sebuah pedang, bukan pedang yang menajamkan diri kita. Kuat atau rapuhnya sebuah pedang tergantung bagaimana cara kita menggunakannya."
Fu Chen mengerutkan dahi saat mendengarnya, ia tak dapat mengartikan ucapan pendekar itu lebih jauh.
"Tak perlu kau ambil pusing, jalanmu masih panjang untuk dapat memahami hal tersebut, kau juga masih sangat muda… berapa umurmu saat ini?"
"Emh… tujuh tahun, kurasa dua bulan lagi akan genap delapan tahun." Jawab Fu Chen dengan sedikit berpikir.
"Aku delapan tahun!" Sahut Sin Lou yang sedari tadi hanya menyaksikan.
Pendekar itu tersenyum tipis mendengarnya, usia Fu Chen yang masih sangat muda namun ia memiliki kualitas tulang yang tidak dapat di ukur oleh pendekar itu. Dia penasaran akan jadi seperti apa anak ini kelak.
Memang benar, pendekar itu sempat mengecek kualitas tulang Fu Chen ketika ia menyentuh pundak anak tersebut.
"Kalian ingin memegang pedang ini?" pendekar itu menyodorkan pedangnya.
"Benarkah!?" Sin Lou menyahut dengan penuh semangat.
Sin Lou merasa tertarik untuk menggenggam pedang sungguhan, meskipun pedang itu bukan tipe idamannya. Sarung pedang itu sangat indah dengan warna emas serta merah di setiap ukirannya, membuat mata Sin Lou sedikit berbinar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Arwin Atune
pedang katana
2024-08-16
0
Dzikir Ari
Lanjutkan
2023-07-08
0
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐
Semangat Thor 💪💪
2022-11-14
1