Terdengar bunyi brankar roda di depan Apotek Rawat Jalan. Langkah kaki seseorang terlihat begitu cepat, seketika langkah itu tak tak terdengar lagi. Alfano, ia berdiri menatap wanita yang selama ini ia cari.
"T-tuan" gumam Allesia. Tubuhnya gemetar, rasa takut kembali menghantuinya. Dia berusaha untuk berdiri dan berniat kabur dari rumah sakit.
"Berhenti...! Aku mohon, jangan dekati aku.. aku mohon..." teriak Allesia saat Alfano hendak menghampirinya. "Akhhh..." teriak Allesia saat perutnya semakin sakit.
"Jangan takut, aku tidak akan mengambilnya" ujar Alfano, mencoba menenangkan istrinya. Dia tahu apa yang ditakutkan Allesia.
"Hena... perutku sakit sekali Hena.." Allesia memegang kedua tangan Hena. Hena bisa merasakan bagaimana kondisi psikis Allesia.
Alfano melihat kondisi istrinya semakin memburuk. Dia memberanikan diri untuk mendekat dan menggendong istrinya. "Jika kamu ingin marah maka simpan tenagamu sampai kamu selesai melahirkan" ujar Alfano, membaringkan istrinya di brankar roda.
"Jangan ambil anakku" pintah Allesia saat Alfano membawa Allesia dalam ruang persalinan.
"Kamu jangan takut, aku tidak akan mengambilnya" kata Alfano sembari mengenggam erat tangan istrinya.
Allesia duduk ditepi ranjang menunggu sampai pembukaan 10. Ia memeluk pinggang suaminya, menenggelamkan kepalanya di sana. "Berjanjilah untuk baik-baik saja" ujar Alfano. Memeluk erat istrinya.
"Akhhhh..." pekik Allesia saat ia merasa perutnya semakin sakit. Keringat mulai bercucuran, bahkan tubuhnya pun gemetar hebat.
"Sampai kapan kalian akan menunggu!!" bentak Alfano saat Dokter belum juga menuntun Allesia untuk bersalin.
"Maaf Dokter, tapi ini belum pembukaan 10" jawab Dokter Via.
"Apa kamu akan menunggu sampai istriku mati terlebih dahulu!!" bentak Alfano, ia terlihat begitu murka.
"Apa kamu menganggapku bodoh... cepat siapkan semuanya!" titah Alfano.
Dokter Via menuruti apa yang dikatakan Alfano, beberapa bidan mulai masuk dalam ruang bersalin. Dokter Via memberi aba-aba pada Allesia, Allesia pun menuruti apa yang dikatakan Dokter Via.
"Sakiiiit..." teriak Allesia, ia mencengkram kuat baju Alfano. Alfano menunduk memeluk Allesia, "Kalian harus selamat, bertahanlah" bisik Alfano tepat ditelinga istrinya.
"Tarik nafas, hembuskan dengan pelan" ujar Dokter Via.
Allesia mengikuti aba-aba Dokter Via, kemudian mengejan dengan kuat. Huh... huh... Napas Allesia memburu, ia tak kuasa menahan rasa sakit saat bagian kewanitaannya terasa sobek.
"Sedikit lagi" ujar Dokter Via saat kepala si bayi mulai terlihat.
"Akkkhhhh..." Allesia kembali mengejan. Selang beberapa menit, terdengar suara tangisan bayi.
Oek... Oek... Oek... tangis bayi dari dalam ruang persalinan.
Alfano mencium kening istrinya. menatap istrinya yang lemas. "Jangan ambil anakku, Tuan" kalimat itu kembali ke luar dari mulut Allesia sesaat sebelum Allesia kehilangan kesadaran.
Allesia dipindahkan di ruang perawatan, terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Terlihat selang infus terpasang di tangannya. Alfano mendekat sembari menggendong bayinya, berjalan menghampiri Allesia yang belum bangun dari tidur panjangnya.
"Allesia, apa kamu akan tidur terus. Apa kamu tidak merindukan anak kita?" ujar Alfano. Kita, satu kata yang harusnya dari dulu didengar akrab. Namun, kata itu rasanya sudah terlambat.
Oek... Oek... Oek... putri Allesia terus menangis. Alfano membawa bayinya, membaringkannya di samping kanan istrinya. Tangisan bayi meredah saat tubuhnya bersentuhan dengan tubuh ibunya.
"Sebegitu dekat kamu dengan ibumu, tanpa digendong pun kamu bisa diam" gumam Alfano, mengamati istri dan anaknya.
Allesia menggerakan jarinya, perlahan membuka matanya dengan pelan. "Jangan ambil anakku, Tuan" lagi-lagi kalimat itu keluar dari mulut Allesia. Ia begitu takut kehilangan anaknya.
"Kamu sudah sadar" Alfano tersenyum melihat istrinya sadar. "Apa ingin menggendongnya?" tanya Alfano.
Allesia mengangguk. Alfano menggendong putrinya dan membawanya dalam gendongan istrnya. Ia meninggikan tempat tidur bagian kepala agar posisi Alesia sedikit terlihat duduk.
"Aku harus mencari cara agar bisa kabur dari sini. Hanya putriku yang ku punya, aku tidak mau Alfano memisahkan aku dengan anakku" batin Allesia. Setetes air mata Allesia menetes mengenai pipi bayinya. Allesia mendekatkan wajanya lalu mencium bayinya. Bayinya tersenyum menggeliat saat hidungnya bersentuhan dengan hidung ibunya.
"Apa kamu sudah punya nama untuknya?" tanya Alfano, mengambil tempat disamping ranjang.
"Belum," balas Allesia dengan singkat.
"Lusia Priza Alfano, itu nama dariku. Aku tidak punya nama belakang, maka namakulah yang kuberikan padanya" ujar Alfano.
Baby Lusia tersenyum saat mendengar nama barunya. Allesia yang menyadari hal itu terkekeh dibuatnya. "Apa kamu menyukainya?" Allesia mengajak anaknya berbicara.
"Bisa ambilkan ponselku, Tuan" pinta Allesia.
Alfano mengambil tas Allesia. Membuka dan mengambil ponsel istrinya. Saat hendak menutupnya kembali, rahang Alfano tiba-tiba mengeras saat melihat foto Ansel dan Allesia berada di dalam tas.
"Apa kamu masih mencintainya?" tanya Alfano sembari menyerahkan ponsel istrinya.
"Maksud, Tuan?" Allesia kembali bertanya.
"Ansel, aku melihat foto kalian berdua di dalam tas" balas Alfano. "Allesia, menjauhlah dari pria itu sebelum aku membunuhnya. Kamu hanya milikku dan tidak akan pernah menjadi milik orang lain. Menjauh darinya jika kamu ingin melihatnya hidup" ujar Alfano. Terlihat Alfano mengepal tangannya, berjalan keluar dari ruang rawat istrinya. Meninggalkan istri dan putrinya di dalam.
"Akkhhhhh... sebaik apa pria itu! Kenapa dia menyimpan foto mereka!!" gerutu Alfano sembari menendang dinding rumah sakit. "Biarkan saja, aku tidak akan membiarkan Allesia kembali pada pada pria itu" gumamnya tersenyum manis. Ya, Alfano tersenyum karena ada seorang perawat yang kebetulan lewat.
"Dokter..." panggil Dokter Via.
"Ya Dokter Via. Maafkan aku Dokter, aku terlalu panik dan takut hingga bersikap kasar" ujar Alfano.
"Itu wajar. Kenapa Dokter tidak bilang pada kami jika Lesia adalah istri Dokter?" tanya Dokter Via.
Alfano terkekeh "Sudah 5 bulan aku bekerja di sini dan baru hari ini aku bertemu dengannya" balas Alfano.
"Apa...!" Dokter Via membulatkan matanya.
"Jadi karena itu dia selalu datang bersama pria lain" gumam Dokter Via pelan.
"Pria lain?" Alfano membulatkan matanya, tangannya kembali terkepal.
Dokter Via terkekeh. "Tidak, dia selalu datang bersama dua wanita parubaya" balas Dokter Via.
"Jaga istrimu baik-baik. Aku kembali bekerja dulu," ujar Dokter Via, berlalu pergi meninggalkan Alfano.
Alfano membalikan badan menuju kamar rawat istrinya. Senyum manis tak luput dari bibirnya. "Bagus, jadi selama ini dia tidak menemui pria itu" gumamnya.
Ceklek... suara pintu dibuka. Alfano berjalan sedikit berlari untuk memastikan apa yang la lihat bukanlah kenyataan. "Allesia...!" teriak Alfano, dirinya tersungkur dilantai. Senyum yang tadinya tercipta kini hilang berganti dengan tangis.
"Allesia... Kamu dimana Allesia..." Alfano terlihat histeris. Berlari keluar mencari istrinya. Berteriak memanggil nama sang istri. Ia tidak perduli dengan orang-orang yang menatapnya.
Like, share, komen dan vote ya. 😊
Salam manis dari Author Asni J Kasim
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
emak ririn
kau tua balasan sikapmu...kabuuuir🏃♀️
2021-06-21
1
Mita
kapok lu kan alfano, maka ny jadi lakik jangan kejam
2021-06-15
1
Iie Bae
etaaannnnn
2021-05-02
1