.
.
.
Makin kesini Jea semakin tidak mengerti dengan sikap Andrew kepadanya. Jea sudah jengah jika terus bersabar. Tapi biarkanlah dulu, sampai sejauh mana Andrew memainkan perasaannya. Jea siap menunggunya. Dan kembali malam itu Jea menangis dalam tidurnya. Merindukan orang-orang yang ia sayangi. Termasuk Andriansya sang ayah tercinta.
***
"Tuan, kita sudah berhasil menembus ke bursa saham kepemelikan Parker!" seru seorang anak buah Axel.
"Berapa persen?" tanya Axel dingin dengan tatapan yang tajam.
"Masih 20% tuan."
"Terus kejar targetnya, buat perusahaan Parker merosot sekaligus. Dan bagaimana anak buahnya itu? Apa kau sudah menghabisinya?" tanya Axel memastikan.
"Sepertinya tidak perlu dihabisi Tuan, dia senjata satu-satunya yang akan membawa keberuntungan buat Tuan."
Axel terdiam. Ucapan anak buahnya ada benarnya juga.
"Kau sangat cerdas Thomas, gajimu akan naik bulan ini."
Seketika itu juga, bibir Thomas langsung menyunggingkan sebuah senyuman. Terkadang bosnya ini memang selalu gegabah. Melakukan hal tanpa berfikir dulu, pikir Thomas saat ini.
"Terus awasi perkembangannya. Aku tidak mau namaku di halaman ke 11."
"Baik."
Di situlah Axel akan memikirkan apa yang terjadi selanjutnya.
***
"Shit! Dimana Roy? Bisa-bisanya dia menghilang begitu saja," umpat Andrew karena emosi sampai sekarang Roy belum juga menampakkan batang hidungnya.
Dengan terpaksa Andrew mengumpulkan orang-orang kepercayaannya di ruang kerjanya termasuk Bimo yang ada di dalamnya.
"Cari keberadaan Roy sekarang. Kalian harus menemukannya, meskipun dia sudah tidak bernyawa," ucap Andrew dengan mata yang menyala-nyala. Mata abunya sudah menggelap gara-gara menahan emosinya yang melebihi dari tingkat maksimum.
'Aku tahu, ini ulahmu Axel, lihat pembalasanku. Aku juga bisa mempermainkanmu.'
"Cepat lacak keberadaan Roy sekarang!! Aku tidak mau buang-buang waktu hanya karena satu orang. Mengerti!!"
"Mengerti, kami akan melaksanakan perintah anda tuan," jawab salah satu anak buah Andrew sebelum akhirnya pergi satu persatu meninggalkan tuannya.
Andrew membuka laptopnya mengawasi pergerakan sahamnya.
"Sial! Hampir 30% sahamku dicuri."
"Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan Axel. Percayalah!!" gumam Andrew tersenyum devil.
Andrew menutup laptopnya dan berniat masuk ke dalam kamarnya. Tapi sebelumnya, ia menghampiri ruang makan. Dilihatnya Jea sudah tidak ada di ruang makan, sebab ini, sudah kelewat jam sarapan pagi. Dengan langkah santai Andrew melangkahkan kakinya ke tempat tujuannya.
Andrew melihat Jea sudah berdiri di dekat jendela.
"Tuan..." Jea menyapa Andrew yang kini tengah berdiri di sampingnya.
Andrew menatap Jea dengan tatapan yang sedingin es. Meskipun begitu, tatapan itu masih mampu meluluhkan hati Jea yang beberapa hari ini mengeras karena perlakuannya.
Andrew terus menatap Jea sambil merapatkan tubuhnya ke tubuh Jea. Jea yang tidak tahu apa maksudnya hanya memundurkan langkahnya satu persatu, mengikuti langkah Andrew yang maju. Andrew maju dan Jea mundur hingga Jea tersudut ke tembok. Perasaan cemas mulai melanda hatinya. 'Apa aku akan dibunuh??? Ah tidak! Andrew tidak membawa senjata apapun. Tapi bisa saja dicekik bukan?? Tidak! tidak!" Jea menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba menepis fikiran jeleknya itu.
Andrew menyeringai melihat tingkah Jea yang aneh. "Apa kau masih mencintaiku?" tanya Andrew yang sudah merapatkan tubuhnya ke tubuh Jea. Benar-benar rapat, sampai tak ada celah sedikitpun.
Jea berusaha menelan salivanya. Jea sendiri tidak yakin akan cintanya saat ini. Tapi tunggu? Kenapa Andrew menanyakan tentang cintanya? Apakah Andrew mulai jatuh cinta padanya? 4 bulan pernikahannya, apa Jea sudah berhasil merebut hati sang tuan?
Dengan meyakinkan seluruh hatinya. Akhirnya Jea menjawab pertanyaan itu. Siapa tahu dengan ini, Andrew membalas cintanya.
"Iya...saya masih mencintai Anda tuan."
Ck.
Seketika tubuh Andrew menjauh dari tubuh Jea tak ada kata rapat lagi. Melainkan benar-benar jauh hingga 2 langkah.
"Jangan berharap cintamu akan terbalaskan," balas Andrew begitu dingin tanpa senyuman atau apapun.
"Kenapa?" tanya Jea penasaran sekaligus kecewa. Jea sangat menyesal menjawab kalau dia masih mencintai Andrew Parker. Menyesal karena sudah berusaha meyakinkan hatinya tadi. Kalau Jea tahu jawabannya akan seperti ini. Jea pasti akan menjawab yang lain. Huft!
"Apa kau lupa Jelly? Apa kau melupakan statusmu yang hanya mainanku?? Dan apa kau lupa, aku lah yang membelimu dari tempat Dolly itu." Seringaian menghina kembali muncul di bibir Andrew.
"Dan kau juga tidak lupa bukan?? Bahwa kau adalah pemuasku."
Seperti terhantam batu besar. Hati Jea serasa diremas-remas. Air matanya bercucuran begitu saja. Lalu apa alasan dari pernikahannya ini? Jea tak tahan lagi.
PLAAKkkk
Satu tamparan keras berhasil Jea layangkan ke pipi mulus sang majikannya. Biar dia tahu, kalau Jea bukanlah wanita yang lemah seperti apa yang selama ini Andrew pikir saat berada di mansion ini.
Andrew mendongakkan kepalanya yang tadi sempat menoleh ke kanan akibat tamparan yang tiba-tiba. Andrew akui, tamparan Jea sempat membuat rahangnya sakit.
Ke dua mata itu akhirnya menatap wajah perempuan yang berani menamparnya. Dengan senyum licik, Andrew mencengkeram dagu Jea. Jea sudah meringis kesakitan. Tapi rasa sakit ini tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Dengan sekuat tenaga, Jea melawan, tapi tidak berhasil.
"Kau akan mendapatkan hukuman ini!" desis Andrew sambil merobek-robek baju yang telah dipakai Jea. Seperti kesetanan Andrew menampar-nampar bagian tubuh Jea sampai memerah termasuk bagian sensitifnya. Andrew benar-benar murka atas keberanian Jea yang telah menamparnya.
Jea sudah tak kuat lagi. Saat Andrew ingin menampar pipi Jea untuk yang kesekian kalinya , tiba-tiba Jea lunglai. Jea pingsan seketika dan dengan sigap Andrew merengkuhnya. Sungguh Andrew tidak ingin memperlakukan Jea seperti ini. Ini karena Jea yang telah memancing emosinya, disaat dia ada banyak masalah menimpa perusahaannya. Nama baiknya, bahkan orang kepercayaannya menghilang.
Dengan hati-hati Andrew membaringkan Jea dan menyuruh Murti untuk mengobati sekaligus merawat Jea hingga sadar. Dengan senang hati Murti melakukannya. Begitu masuk ke kamar Jea, Murti sangat prihatin dengan keadaan nonanya. Benar-benar mengerikan. Kalau orang normal, mungkin Jea sudah dibawa ke IGD. Dengan obat seadanya akhirnya Murti merawat Jea.
***
Andrew termenung di dalam ruang kerjanya. Dia benar-benar hilang kendali tadi.
"Aaaaaarghhh!!" Andrew memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia merasa ceroboh telah membuat Jea pingsan. Jea adalah aset satu-satunya untuk membuat Axel jatuh dari posisinya. Tapi kenapa tadi dia tidak memikirkan itu semua?
Tiba-tiba pintu kerjanya diketuk oleh seseorang.
"Masuk!"
Bimo muncul dibalik pintu dan menghadap ke tuannya. Dengan raut muka yang serius Bimo membuka mulutnya yang selalu tertutup rapat itu.
"Roy diculik tuan."
Andrew menatap Bimo dengan serius.
"Sudah kuduga pelakunya pasti Axel. Hanya dia musuh bebuyutanku," jawab Andrew datar tapi tidak menutupi kekhawatirannya.
"Di mana Axel menyembunyikan Roy?"
"D markasnya tuan," balas Bimo.
"Hmmm, bersiaplah kalian! Besok, kita akan menemuinya!" perintah Andrew pada Bimo dan termasuk orang-orang kepercayaan lainnya.
"Baik tuan." Bimo membungkuk hormat kemudian berlalu meninggalkan Andrew yang masih duduk di kursinya.
Perang akan di mulai.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
🍭🍭Intn.Yu🌼👑👑🌼
dihh, kasarnya g ketulung
2021-06-10
1
Nur Syahwani Mukjuu
lucu . jadi cewek bodoh x ..
2020-08-07
1
mia
dlga ngurus drewww perango Dewe, heran aq dicintai malah menyakiti geblekkkkk
2020-07-07
1