.
.
.
"Apa kau masih perawan?" tanyanya sekali lagi.
"Saya.... saya perawan nyonya," jawab Jea lirih hampir tak terdengar.
"Bagussss!" Sang madam antusias.
"Jangan panggil Nyonya, panggil saya madam," tegasnya dengan senyum lebar tapi mematikan bagi Jea.
"Lalu bagaimana uangku?" tanya Sherly yang sudah tidak sabar.
'keterlaluan kau mami, tega-teganya berkata seperti itu? Di mana akal sehatmu?' batin Jea sedih.
Dia benar-benar di tempat terkutuk ini. Apa salah dan dosanya hingga dikirim ke tempat ini? Oh Tuhan. Tak terasa air matanya pun menetes.
"Baiklah, 35 juta untukmu," balas sang Madam sambil memberikan sebuah uang di amplop coklat.
Sherly tertawa lebar. "Makasih Madam."
"Mulai sekarang kamu milik Madam, ikuti dan turuti semua kemauannya. Jangan membangkang!" perintah Sherly kepada Jea. Matanya yang melotot itu sampai-sampai mau keluar dari tempatnya. Benar-benar menyeramkan.
"Tapi Mi," Jea berusaha melawan meskipun itu hanya berakhir sia-sia.
"Jangan mem-ban-tah!" tegas Sherly yang kemudian pamit meninggalkan tempat para dolly itu.
'Ck, kau tega menjualku hanya dengan tiga puluh lima juta, kau akan menyesal.' batin Jea yang tiba-tiba jiwa pendendamnya keluar.
"Bersiaplah, malam ini kau harus melayani tamuku. jangan kecewakan dia. Dia sudah bayar mahal untuk menyewa gadis perawan."
BAAMMM
Jantung Jea seakan dihantam sebuah benda tumpul yang begitu keras. Sakit. Sesak. Ingin berteriak bahkan tak mampu.
Apa tadi? Melayani tamu? menyewa gadis perawan?
Semua kata-kata itu terus terngiang-ngiang di telinganya. Jadi sekarang dia menjadi wanita murahan. OMG? Hanya beberapa menit yang lalu. Dengan uang 35 juta dia berubah jadi gadis murahan.
***
Setelah diantarkan Merry, sang asisten madam. Dengan terpaksa Jea mendandani tubuhnya dengan pakaian yang sengaja sudah dipersiapkan oleh sang madam. Jea sangat risih. Dress yg di atas paha. Dada yang menonjol. 'Benar-benar kurang bahan,' batin Jea kesal tapi pasrah. Toh dia sudah dibeli kan? Bahkan melawan saja sudah tidak sanggup. Ia teringat akan almarhumah ibunya, ibunya yang cantik keturunan Amerika. Dia telah pergi meninggalkannya. Andai ibunya masih hidup, semuanya tak akan serumit ini.
***
"Wau, kau sangat cantik dan manis. Tak sia-sia om mengeluarkan uang banyak untukmu," ucap seorang pria paruh baya diprediksi berumur 50 tahunan.
Laki-laki itu langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Jea terkejut bukan main. Ini pertama kalinya dia berduaan di kamar dengan laki-laki yang bukan muhrimnya.
"Si.. siapa anda?" tanya Jean gelagapan sambil berjalan mundur menjauhi lelaki tua hidung belang yang mulai mendekat ke arahnya.
"Ciiiihh! Kau tak usah jual mahal gadis murahan! Tugasmu hanya melayaniku. Memuaskanku," ucap lelaki itu sambil menyeringai.
Jea benar-benar ketakutan. Pilihan terakhirnya hanya menabrak kasur panas itu. Sang tersangka yang melihatnya tersenyum licik.
"Bagus manis, ya seperti itu melayaniku," ucapnya yang langsung menindih tubuh Jea.
Jea berusaha tegar. Dia masih punya otak untuk berpikir. Saat lelaki tua itu ingin menyium bibirnya. Jea tersenyum sambil berkata, "Tuan... ijinkan saya ke kamar mandi. saya gugup. karena ini yang pertama."
"Kau gadis luar biasa, aku ijinkanmu karna kau masih perawan," balas laki tua itu sambil menjatuhkan tubuhnya di samping Jea sambil mencium sekilas pipi Jea. Laki-laki hidung belang hanya menginginkan mahkotanya. Menjijikkan.
Beruntung taktik itu berhasil. Jea segera berlari ke kamar mandi yang kebetulan masih seruangan.
Jea terisak. Ia membasuh jijik pipi yang dicium oleh lelaki bejat itu. Jea melihat pisau cukur di sana. Tanpa babibu lagi Jea mengiris denyut nadinya.
Si lelaki tua gelisah. Dia sudah dilanda gairah sedari awal. Ini malah sang penyalur hasratnya lama di kamar mandi. Jangan-jangan...
BRAKkkkkk...
Pintu kamar mandi terbuka. Terlihatlah Jea yang bersimbah darah. Jea pingsan.
***
"Kurang ajar gadis itu," umpat sang madam penuh emosi.
"Setelah dia siuman, bawa dia ke pelelangan. Aku tak mau rugi lagi gara-gara gadis sialan itu," lanjut madam yang diangguki oleh sang asisten.
Untung saja darah yang keluar tidak terlalu banyak.
Selang beberapa jam. Jea akhirnya tersadar.
'Kenapa aku masih hidup?' gumam Jea lirih.
Hidup ini begitu menderita baginya. Bahkan saat mengakhiri hidupnya. Tuhan masih menyelamatkannya. Setidaknya itu adalah pertanda bahwa Sang Kuasa masih menyayanginya.
"Hai manissss, kau sudah siuman ya. Bagus lah. Aku tidak perlu repot-repot ngejagain kamu yang begitu kurang ajar pada tamu madam."
Merry berkata dengan logat kemayunya. Ya Merry seorang laki-laki. Tapi kenapa dia bisa seperti itu? Entahlah, hanya Tuhan dan Merry yang tahu.
Jea hanya mengerjap-ngerjapkan matanya. Tanda merespon semua ucapan Merry.
"Nah makan ini. Setelah makan, bersiap-siaplah!"
"Apa aku harus melayani tamu dengan kondisi seperti ini?" bela Jea.
"Heeeeiiii... kau benar-benar gadis kurang ajar ya. Apa kau tidak tahu dengan statusmu saat ini? Kau itu sudah dijual oleh mamimu itu. Jadi kau seutuhnya milik madam ya." tegas Merry marah tapi masih kemayu.
"Ya... baiklah. Aku akan melakukan apapun." Jea menyerah. Sekeras apapun mencoba hasilnya tetap nol (0).
Setelah menghabiskan makanannya. Jea menyiapkan dirinya dengan baju yang sudah disiapkan oleh Merry. Kali ini bajunya tertutup. Tidak terbuka sana-sini. Hanya menonjolkan lekuk tubuhnya yang kelihatan begitu seksi layaknya model. Jea baru menyadari kalau dirinya mempunyai tubuh yang indah. 'Ah, percuma indah kalau di dalam sini menderita,' ucap Jea lirih sambil menunjuk dadanya yang seolah-olah sakit parah. Setidaknya seperti itu lah gambaran hidupnya.
***
Jea mengikuti langkah Merry. Ternyata di dalam komplek dolly ada sebuah diskotik yang begitu besar. Ya diskotik itu disediakan untuk para pengunjung yang berduit. Para pejabat, pengusaha, dan masih banyak lagi. Mereka semua menyenangkan dirinya di tempat ini. Jea baru tahu tentang ini. Tentang tempat yang sangat tidak diinginkan.
Pengunjung sangat banyak sekali menurut Jea. Tanpa Jea sadari. Ternyata ada sepasang mata melihatnya. Dan sang empunya mengikuti langkah Jea pergi. Hingga Jea pun berada di atas panggung kecil bersama 6 wanita lainnya. Jea yang masih tidak mengerti hanya menundukkan wajahnya.
Sepasang mata itu yang tak lain adalah Andrew Parker terus mengawasi Jea dari depan. Ya, dia mengincar Jea sejak kali pertama bertemu. Wajah Jea mirip dengan wajah tunangan dari musuhnya.
Andrew masih menampangkan senyum sinisnya. Diam dan dingin. Itulah yang ia lakukan sekarang.
Suara MC membuka acara yang disoraki dengan riuh. Jea baru sadar. Ternyata dirinya dilelang. Cobaan apa lagi ini?
Kini sang MC menyebutkan namanya.
"JEALITA Andriansya. 20 tahun. Virgin. Dibuka 100 juta," ucap sang MC.
Jea terbelalak. 100 juta? Bukankah maminya menjual dengan harga rendahan itu? Ck, sakit sekali bila mengingatnya.
"200 juta."
"250 juta."
"350 juta."
"500 juta," tawar lelaki tua yang gagal meniduri Jea.
Jea gelisah. 500 juta bukan uang yang kecil. Jea takut berususan dengan aki-aki itu. Oh God, help me.
"1Milyar," kali ini Andrew membuka suaranya.
Semua orang terbelalak. Selama ini di tempat lelang itu penawaran paling tinggi hanya 500 juta. Tidak pernah lebih. Tentu saja semua orang menyerah. Otomatis Jea tidak akan di serahkan pada sang aki-aki tua itu. Jea sangat bersyukur. Tapi suara itu... Jea melihat dimana keberadaan orang yang menawarnya dengan harga fantastis itu. Matanya menyipit dan menemukan sosoknya. "Orang itu..."ucap Jea lirih dengan tampang tak percaya.
"Baiklah nona, sekarang inilah tuan anda. Bersikaplah yang baik padanya," ucap MC itu sebagai kata perpisahan.
Dengan terpaksa Jea mengikuti langkah kaki seorang pria dewasa yang ada di depannya.
Otaknya dipenuhi pertanyaan. Ingin rasanya Jea bertanya dan mengucapkan terima kasih pada laki-laki ini karena telah membebaskannya dari sang aki-aki.
Jea yang belum sepenuhnya pulih dari tragedi semalam. Akhirnya berjalan dengan sempoyongan. Wajahnya memucat. Andrew yang menyadari sesuatu, akhirnya menoleh ke belakang. Reflek Andrew memegang lengan Jea. Jea memegangi kepalanya yang sedikit berkunang-kunang.
***
Jea membuka matanya perlahan-lahan. Ia kini berada di dalam mobil. Jea menatap takut-takut sang sopir yang tak lain adalah tuan nya saat ini.
"Maaf Tuan, kenapa anda membeliku?" tanya Jea lirih.
Andrew tak sedikitpun menatapnya. Wajahnya yang putih itu begitu dingin tanpa ekspresi.
"Ada yang menawarkan barang, dan aku tertarik pada barang itu. Lalu aku membelinya. Apakah salah?" jawab Andrew sedikit menoleh pada ucapan kata yang terakhir dan kembali fokus menyetir.
'Astaga... apa ini akan masuk ke kandang singa?'
Jea memucat. lebih tepatnya makin pucat dengan keadaan ini.
"Kau mainanku sekarang. Dari ujung kaki sampai ujung rambutmu. Itu adalah milikku. Karena aku telah membelimu. Mengerti?? Jadi, kau jangan coba-coba kabur dariku!!!"ancam Andrew sambil melihat luka bekas sayatan di tangan Jea.
Jea hanya mengangguk pasrah.
To be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Abdul malik Mohamed daud
Mudah mudahan happy ending
2021-11-20
1
tursina anriasi
lnjut dlu,😁
2021-06-08
1
dylasizura
jea nya kok pasrah aja ya driawal kok gk brontak2,coba kbur g2
2021-03-13
1