.
.
.
Beberapa menit kemudian Andrew keluar dari kamar mandi menggunakan handuk kimono. Dia melihat Jea yang masih betah berada di tempat tidur. Apa sesakit itu sampai Jea tidak bisa beranjak dari posisinya.
"Huuhhhh." Andrew membuang nafas dan menghampiri Jea.
"Jelly, bangunlah! Jangan malas-malasan. Bajumu ada di lemari."
"Iya Tuan." Jea meregangkan otot-ototnya. Dia hampir tak punya tenaga akibat ulah liar dari Andrew.
Jea membalut tubuh polosnya dengan selimut. Berjalan dengan sedikit kesusahan. Sakit dan perih masih ia rasakan. Bahkan di pipi dan beberapa bagian tubuhnya juga ikut perih. Andrew temperamen, main dengan kasar. Itu kesan pertama yang Jea tangkap dari Andrew saat berhubungan.
Jea mengguyur dirinya dengan shower. Hangatnya air shower membuatnya terasa nyaman.
Tak lama kemudian, Jea keluar dari kamar mandi. Ia melihat Andrew yang duduk di sofa, sudah siap dengan kemeja putih dan jas hitamnya.
"Tuan, apa anda memerlukan sesuatu?"
"Tidak, aku akan berangkat kerja."
"Apa anda tidak sarapan?" tanya Jea memastikan.
Selama Jea tinggal di mansion ini, dia belum pernah melihat Andrew sarapan. Yang Jea lihat hanya makan malam.
"Aku tidak biasa melakukannya," balas Andrew dingin sambil berdiri dari sofa, karena dia baru saja selesai,menggunakan sepatu fantopel import yang harganya sangat fantastis.
Jea pun terdiam. Dia tidak mau berdebat lebih jauh dengan sang suami. Entahlah, Jea sendiri bingung antara suami apa majikan? Sebab sampai sekarang Jea belum tahu alasan yang pasti, kenapa Andrew membelinya dan bahkan menikahinya?
"Ini minumlah!" Andrew mengambil sesuatu dari laci dan menyodorkan benda bulat kecil berwarna putih.
Jea menerima benda itu. Pil?
Jea menatap Andrew memastikan. Andrew balik menatap dan anggukan memastikan kalau Jea harus meminumnya.
Dengan berat hati Jea meminumnya dengan bantuan segelas air putih yang ada di nakas.
Seketika raut wajah Andrew terlihat lega. Entah pil apakah itu? yang jelas Jea hanya menurut.
"Aku kerja dulu, kau istirahatlah! Sarapan diatur bi Murti."
Jea mengangguk dan berkata, "Tuan, terimakasih."
Andrew menatapnya sekilas dan langsung meninggalkan kamar.
***
"Bimooo!" teriaknya pada asistennya.
"Ya Tuan."
"Awasi nona Jelly! Jangan biarkan dia keluar dari rumah. Bilang kepada seluruh penjaga untuk mengawasi gerak-geriknya!!!" perintah Andrew setelah mau masuk ke dalam mobil.
Dia tidak yakin dengan sikap Jea. Mungkin dibalik kelembutannya ada sesuatu hal jahat yang akan dilakukannya. Andrew serasa membandingkan Jea dengan dirinya sendiri.
"Siap tuan..."balas Bimo mengangguk hormat.
Di dalam mobilnya Andrew masih mengingat kejadian semalam. Dia merasa bersalah telah melakukan Jea dengan kasar. Apalagi Jea yang ternyata juga masih perawan. Ingin sekali Andrew bertanya, kenapa Jea sampai terjerumus ke tempat yang seperti itu?
Mungkin lain waktu saja akan ia tanyakan.
***
Jea melihat lemari pakaian. Baju-baju mewah terpajang di sana. Seumur-umur baru kali ini Jea mempunyai barang mewah. Bahkan menikah dengan orang kaya, Jea tak pernah membayangkan itu semua. 'Apa tuan Andrew yang menyiapkan ini semua?' Jea tersenyum dengan sendirinya. Jea mengambil salah satu pakaian di sana. Dress dusty lengan pendek, panjang baju dibawah lutut sedikit.
"Awh..." Jea merintih sakit. Dia menatapi dirinya di cermin. Ada beberapa bagian yang memar dan sampai luka. Jea tidak mau mengingat-ingat kejadian tadi malam. Jea hanya ingin sekarang, merasakan bahagianya sekarang ini.
Setelah selesai berbaju. Jea melihat di meja rias. Di sana ada make up yang semuanya baru. 'Apa aku boleh memakainya?' pikir Jea bertanya-tanya. Ah, mungkin Jea harus ijin dulu pada suaminya itu nanti. Biar saja sekarang ini dia hanya menyisir rambut.
Tok... tok... tok...
Jea membuka pintu kamarnya.
"Sayang, kamu cantik sekali pake baju ini." Marlina membawakan sebuah nampan yang berisi sepiring nasi lengkap lauk pauk dan jus buah.
"Ah ibu." Jea tersipu malu dan meraih nampan dari tangan Marlina.
"Sayang, kamu terlihat pucat. Apa kamu tidak ber make up??" tanya Marlina. Kini keduanya duduk di sofa saling berhadapan.
Jea hanya menggeleng. "Ampun nak Jea, semua make up mu ada di meja tata rias. Semua yang ada di sana milikmu."
Jea mendelik. 'Benarkah itu???'
"Ayo sekarang kamu sarapan dulu! Kelihatannya kamu enggak baik-baik aja," suruh Marlina sambil tersenyum.
Jea ikut tersenyum dan Marlina melihat sesuatu. "Jea,pipimu merah. Apa Andrew menamparmu?"
Jea gelagapan. Harus jujur apa bohong? Meskipun bohong, Marlina pasti tidak akan percaya. Mau tidak mau, akhirnya Jea mengangguk juga.
"Sabar ya sayang, ibu yakin kamu kuat." Marlina menghampiri Jea. Menepuk pundak dan memberikan pelukan hangat. Jea mengangguk dan menikmati pelukan hangat itu.
"Makasih ibu."
***
Setelah selesai sarapan. Jea memberanikan diri mendekati meja rias dan menyentuh benda-benda yang ada di atasnya. Jea tidak pernah memakai benda itu. Hanya lipstik atau bedak yang biasanya ia pakai. Bahkan yang ia pakai harganya murah. Tidak mewah dan tak semahal ini. Meskipun Jea dari kalangan bawah. Tapi Jea pernah bekerja di toko parfum. Jadi Jea tidak tabu dengan beberapa barang yang ada di depannya.
Jea mengambil foundation bb cream dan memoleskan ke wajahnya. Dalam sekejap luka memar yang ada di pipinya sudah tak terlihat. Jea terkagum-kagum dibuatnya. Benar-benar bedak mahal yang belum pernah ia miliki. Akhirnya dengan cekatan Jea memfondasi wajahnya dan kemudian dilapisi bedak di atasnya. Jea menatap dirinya kagum. Senyum sumringah mengembang di bibirnya. Tak lupa Jea memakai lipstik nude di sana. Jea merasa penampilannya seperti artis-artis yang ada TV yang pernah ia tonton beberapa waktu lalu.
Bak sihir. Semua nyeri di tubuhnya sepertinya sudah ia lupakan. Jea keluar dari kamarnya dan membawa nampan untuk ia kembalikan ke dapur.
"Nona biar saya saja." Seorang pelayan menghampirinya. Jea tidak terlalu akrab dengan pelayan itu meskipun beberapa kali ia melihatnya di mansion ini, waktu ia juga menjadi pelayan. Dengan berat hati Jea memberikannya. Jea tidak mau seperti ini. Jea bukanlah ratu. Tapi sekali lagi dia pasrah.
Jea menuruni anakan tangga satu persatu. Dia melihat Marlina duduk di ruang TV sambil membaca majalah.
"Ibu." Jea menghampiri Marlina.
"Iya sa---" Marlina menganga melihat penampilan Jea yang tidak seperti biasanya. "Jea kamu benar-benar seperti model. Kamu benar-benar cantik sayang. Tak salah Andrew menikahimu." Ucapan Marlina sukses membuat Jea melambung ke atas awan.
Padahal Jea hanya memoles tipis wajahnya. Tak setebal-tebal para artis, meskipun Jea akui penampilannya seperti artis juga. Ini semua berkat Andrew sang majikan sekaligus merangkap menjadi suaminya.
"Ibu sedang apa?" tanya Jea sambil duduk di samping Marlina. Sekilas Jea menangkap sebuah tulisan Pernikahan Mewah Calon Pengusaha Muda Terkaya nomor---
Jea belum selesai membacanya. Tapi Marlina sudah menutupnya. Jea sedikit kecewa. Mana ia belum melihat gambar yang ada di majalah itu.
"Jea, ikut ibu yuk? Ibu akan mengajakmu menyusuri tempat ini."
Dengan sumringah Jea mengangguk mengiyakan.
***
Di sisi lain.
'Bimo... apa yang dilakukan nona saat ini?'
Sebuah pesan Whatshapp telah di terima Bimo sang penjaga mansion.
Dengan hati-hati Bimo mempotret Jea dan Marlina. Tentunya tanpa diketahui keduanya.
Bimo segera menjauh dan mengirimkan foto yang diambilnya. Di situ terlihat Jea duduk tersenyum menghadap Marlina.
Andrew segera membuka file foto yang masuk di Handphone nya. Andrew menatap wajah Jea lekat-lekat. Bahkan berkali-kali dia zoom untuk memastikan bahwa itu adalah Jea. Andrew menyunggingkan senyum devil. 'Gadis pintar," gumamnya dalam hati.
to be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Tri Sulistyowati
penuh misteri
2021-07-28
0
Ayas Wati
bucin yuk bucin
2021-06-18
1
comel eka ira 🎯™
like like.. skip skip...yg dewasa😂😂😂..
semangat
2021-06-10
1