Harris membawa pulang Davina ke apartemen setelah menemukannya di jalan yang hampir dilecehkan oleh preman.
Untungnya Harris datang tepat waktu dan bisa menyelamatkan istrinya sebelum Davina diapa-apakan oleh preman tersebut.
"Seharusnya kamu tidak keluar malam-malam begini. Kalo aku terlambat datang bagaimana?" ucap Harris ketika mereka sudah sampai di apartemen.
Davina tidak memperdulikan apa yang diucapkan suaminya itu. Harris benar-benar harus sabar menghadapi tingkah Davina.
"Diem deh! aku lagi capek dengerin ocehan mu." ucap Davina kesal dengan Harris.
Harris hanya menghela nafasnya, susah sekali menasehati Davina yang keras kepala itu. Harris bertekad tidak akan menyerah begitu saja. Karena ia yakin suatu hari nanti Davina akan berubah menjadi lebih baik lagi. Terlebih ini adalah tanggung jawabnya sebagai seorang suami yang akan membimbingnya menuju Jannah-Nya.
Davina yang melihat wajah Harris terluka akibat menolongnya berniat untuk mengobatinya. Ia mengambil kotak obat dan menghampiri Harris yang sedang duduk di sofa.
"Duduk Harris!" perintah Davina.
Harris mengernyit bingung, lalu ia melihat Davina membawa kotak obat.
"Tidak usah, ini hanya luka kecil. Nanti juga sembuh sendiri." ucap Harris.
"Tinggal duduk aja. Anggap saja balas budiku karena kamu sudah menolongku." balas Davina.
"Tapi aku ikhlas menolong mu tadi. Itu sudah kewajiban ku untuk melindungi mu." ucap Harris.
Davina tidak suka dibantah, karena itu ia meminta Harris untuk mendekatkan wajahnya supaya mudah untuk mengobatinya.
Davina mulai mengobati Harris dengan sangat hati-hati.
"Akh," Harris meringis kesakitan.
Mendengar Harris meringis, Davina semakin menekan lukanya, ia mengingat kejadian tadi siang. Davina melampiaskan hal tersebut sebagai bentuk kekesalannya karena Harris telah berpelukan dengan wanita lain.
"Cemen banget jadi orang, gitu aja sakit!" omel Davina.
Harris diam menahan menahan ringisannya sambil memperhatikan Davina yang sedang serius mengobatinya. Menurut Harris, Davina saat ini terlihat cantik jika dilihat dari dekat.
Davina yang sadar jika Harris terus memandanginya, ia balas menatap Harris.
Jantung Davina berdetak lebih cepat dari biasanya ketika mereka saling tatap menatap. Hampir saja Harris hilang kendali akan mendekatkan wajahnya kearah Davina. Sebelum deheman mengembalikan kesadaran mereka.
"Ekhemm,"
Sontak Harris dan Davina langsung menjauhkan wajahnya dan menatap ke asal suara. Ternyata Diandra adik Davina yang datang.
Davina lalu menggeser posisi duduknya menjauh dari Harris.
"Kamu kok nggak ngetuk pintu dulu." ucap Davina kepada adiknya.
"Salah sendiri pintu nggak dikunci. Kalo mau bermesraan, jangan lupa pintu dikunci biar nggak ada yang ganggu." balas Diandra meledek Davina.
"Siapa juga yang bermesraan!" balasnya ketus.
"Terserah deh." ucap Diandra.
Harris tidak mau ikut campur dengan perdebatan kakak beradik itu. Ia memilih membereskan kotak obat yang dipakainya tadi. Sebenarnya ia merasa malu dengan adik iparnya yang menuduh ia bermesraan dengan Davina.
"Ngapain juga kamu malam-malam kesini?" tanya Davina.
"Tadi kak Harris menghubungi rumah menanyakan kakak yang nggak ada di apartemen. Jadi Mamah nyuruh aku buat mastiin kakak pulang atau belum. Balas Diandra.
"Aku udah disini." balas Davina.
Diandra yang tau maksud kakaknya, lalu berpamitan pergi. Pasti kakaknya sedang tidak mau diganggu.
"Ya udah, aku pamit pulang dulu." ucap Diandra.
"Kamu kesini sendiri? Mau dianter?" tanya Harris kepada Diandra.
Diandra melihat kearah kakaknya Davina. Seolah-olah ia tidak mengijinkan jika Harris mengantarnya.
"Nggak usah kak, lagian aku bawa supir." balas Diandra hendak pergi. Ya perempuan itu tidak bisa menyetir mobil.
"Ya sudah, kamu hati-hati dijalan." ucap Harris.
"Jangan lupa bikinin aku keponakan ya kak. Assalamualaikum." ucap Diandra seraya berlari keluar.
"Waalaikumussalam." kata Harris.
Davina melototkan matanya mendengar perkataan adiknya. Bisa-bisanya ia mengatakan seperti itu, tidak tau malu menurutnya. Kemudian Davina melangkah ke kamar.
***
Kini Davina dan Harris sedang berada dalam satu kamar. Namun, mereka fokus dengan kegiatan masing-masing.
Davina fokus memainkan ponselnya di atas ranjang , ia sedang membicarakan tentang Shafira yang mengalahkan Davina di kampus.
Davina menatap Harris yang sedang duduk di sofa,terlihat ia sedang mengetik di laptopnya. Mungkin laki-laki itu sedang mengerjakan tugas kuliahnya, Davina nampak tak peduli akan hal itu. Davina menatap Harris, seakan ada hal yang mengganjal dalam benaknya.
Davina terus memikirkan masalah Shafira dan juga wanita yang berpelukan dengan Harris di cafe. Hal tersebut sangat mengganggunya.
Hingga tak terasa Harris sudah menyelesaikan tugas kuliahnya. Ia membereskan laptop dan yang lain karena ia akan segera tidur di sofa. Davina terus memperhatikan Harris sambil melamun.
"Kenapa?" tanya Harris saat Davina terus saja memperhatikannya.
Sebenarnya Harris sadar jika dari tadi Davina terus memperhatikannya, namun ia memilih diam karena sedang fokus mengerjakan tugas kuliahnya.
"Enggak," balas Davina kemudian mengalihkan pandangannya.
Suasana nampak hening. Keduanya nampak diam. Harris sudah mulai memejamkan matanya, namun Davina memanggilnya.
"Harris," panggil Davina.
Harris membuka matanya, "Iya ada apa?" tanya Harris.
"Hmm.." bibir Davina terasa kelu saat akan mengatakan sesuatu.
Harris hanya mengernyit bingung.
"Hmm,, kamu ada hubungan apa dengan Shafira?" sebuah kalimat tiba-tiba meluncur dari bibir Davina.
"Kami hanya teman saja tidak lebih," balas Harris jujur.
Memang mereka tidak mempunyai hubungan apapun, hanya sebatas teman kuliah. Yang ia heran kan, kenapa Davina menanyakan hal itu? Harris mengira jika Davina sedang cemburu dengannya. Tapi apa mungkin? Tidak ada hal yang mustahil bagi Allah SWT.
"Yakin cuma temen?" tanya Davina lagi, ia tampak ragu dengan jawaban Harris. Harris lalu menganggukkan kepalanya tanda jika itu memang benar.
Harris kembali memejamkan matanya, tapi baru beberapa menit Davina kembali memanggilnya.
"Harris," panggil Davina.
Harris langsung mendudukkan dirinya supaya Davina enak mengobrol dengannya. Sebenarnya Harris sudah sangat mengantuk, tetapi apa boleh buat.
"Apa kamu punya pacar?" Davina merutuki bibirnya. Harris mengernyitkan sebelah alisnya bingung dengan ucapan Davina.
"Maksudku apa kamu punya pacar sebelum menikah denganku?" Davina menunggu jawaban Harris.
Harris nampak berfikir. Kenapa Davina menanyakan hal itu? Apa ia sudah tau kalo aku punya mantan pacar dulu? Atau jangan-jangan Davina tau aku menemuinya.
Harris hendak menjawab pertanyaan Davina, namun..
"Kalo kamu nggak mau jawab juga nggak papa kok. Anggap aja tadi angin lalu." ucap Davina lalu menarik selimut menutupi tubuhnya dan membelakangi sofa yang di tempati Harris.
Sebenarnya Harris mau menceritakan soal Bella kepadanya. Namun waktunya yang belum tepat. Harris tak mau menggangu tidur Davina lalu ia segera menyusul Davina ke alam mimpi.
***
Dukung terus novel ini dengan cara: vote yang banyak, like, komen, ⭐5.
Yang mau ngasih tip boleh banget.
Terimakasih🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Jenna
semangat kak 💚💚
2020-10-24
5