Selamat membaca,
Semilir angin sore menerpa wajah, membawa pesan rindu tak terbalaskan, mendayu-dayu di relung hati, entahlah! Pemuda itu duduk dengan lemasnya di balkon rumah, kompleks perumahan mewah Damansara. Mencoba berdamai dengan hati, namun belum juga menemukan secuil ketenangan di sana..
Tatapannya menerawang sejauh mata memandang. Taman belakang Perumahan elit Damansara, sayup terdengar suara remaja bercengkrama ria, dan anak-anak saling kejar mengejar di tengah keramaian bersama para orangtua, dan tak jarang pula ada yang ditemani baby sitter lantaran orangtua mereka tergolong pekerja super sibuk. Tidak ketinggalan sepasang anak muda saling memadu kasih di pelataran taman belakang menambah kesan nelangsa di hati sang pemuda yang tidak lain adalah Danang.
"Apalah daya, karena pada akhirnya sahabat kecil mengalahkan segalanya," gumamnya sebak.
Karin, gadis cantik nan polos yang diincarnya selama beberapa tahun belakangan telahpun menolak perasaannya dengan santun. Baru saja cinta itu bersemi, kini terpaksa harus ia kubur dalam-dalam agar tidak bermekar jadi kuntum yang justeru menjadi bumerang di dalam hidupnya. Danang baru saja mengetahui kalau sahabat kecil yang selama ini dinanti oleh Karin adalah Diego, bosnya yang baru saja menjadi sahabatnya itu.
"Sejak Diego pulang, senyum Karin jadi semakin tulus. Semoga Diego tidak pergi jauh lagi." begitu ucapan refleks sang kakak Adhytama, manakala mendapati sang adik yang begitu ceria seakan baru lepas dari belenggu tak kasat mata yang mengikat selama berabad-abad.
"Oh, ya? Jadi Diego sahabat kecilnya itu, kak? Yang pernah kau ceritakan?" tanya Danang sengaja memperjelas demi menuntaskan rasa penasaran.
"Ya, itu benar, jika memang mereka berjodoh, semoga dia tidak menyakiti adik kita." jawab Tama lagi-lagi tanpa sadar. Maka kesimpulan sementara adalah, Tama jelas mendukung jika Karin memang berjodoh dengan Diego. Begitu juga dengan kata 'adik kita' dalam kalimat Tama baru saja, itu berarti Tama lebih menganggap dirinya sebagai adik dan perhatian Tama kepadanya selama ini selayaknya seorang kakak menyayangi adik kandungnya ketimbang sebagai calon adik ipar. Karena ketika ia bertemu Diego, Tama tampak lebih antusias menyinggung tentang perasaan sang adik kepada generasi ke dua TF. Electro Group tersebut.
"Kau tahu, dulu dia bahkan sempat mogok sekolah hanya gara-gara kau meninggalkannya." jelasnya kepada Diego sembari :tergelak mengenang masa itu, sementara mendengarnya tampak menggeleng haru.
"Jika mau, kau boleh menaga hatinya, asal jangan pernah kau sakiti dia." tambah Tama di luar dugaannya. Apa mungkin karena Diego sudah lebih akrab dengannya sejak kecil, ataukah memang sebuah pertanda yang meminta kepada Danang segera berbenah agar tidak terlalu sakit ketika cintanya berbuah penolakan.
Puncaknya kemarin malam, saat dirinya menjenguk Karin yang terbujur lemas di kamarnya lantaran sakit. Rupanya sakit lambung gadis kumat lagi. Saat ia bersiap memasuki kamarnya, tiba-tiba tampak sebuah pemandangan yang cukup menyentil lubuk hatinya yang terdalam, "Makanlah, aku suap, ya." gema suara yang tidak lain adalah milik Diego.
"Terima kasih." Karin yang tampak berbinar dari sorot matanya jelas memberi kesan tak terbantahkan di pandangan Danang. Fix gadis itu sangat mengharapkan pemuda yang duduk di hadapannya itu, mekipun dalam batas yang sempit, si gadis masih tampak marah kepadanya. Ya, mungkin lantaran ditinggal begitu lama. Namun kemarahan yang ditangkap Danang saat itu bukanlah kemarahan seorang musuh melainkan kemarahan seorang gadis akibat perasaan cinta yang terselubung cukup dalam dan memendam begitu lama hingga nyaris lupa caranya untuk meluahkan.
"Cinta, ke mana saja dirimu selama ini? Hingga hati ini begitu rapuh, bahkan sampai lupa caranya untuk meluahkan rasa yang baranya nyaris menghanguskan jiwa." kira-kira begitu makna yang tersirat di balik tatapan sendu gadis cantik ini.
Hingga di penghujung waktu menjelang istirahat, Danang barulah mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan Karin. Tentunya setelah Diego pamit pulang ke rumahnya. Sementara Danang memang kerap menginap di rumah Oma Hasnah dan Opa Jery, jadi tidak terlalu berlebihan kalau malam itu Danang memilih menginap di sana. Usai membersihkan diri, Danang mendatangi kamar sang gadis yang baru saja ingin istirahat.
"Danang, kau di sini?" tanyanya penuh sukacita. Senyum manis mengembang begitu indah di bibir Cherry miliknya yang ranum.
"Ya, seperti yang kau lihat, tuan Puteri." balas Danang merentangkan kedua tangannya. Sudah bisa dipastikan bahwa bukan Danang penyebab senyum indahnya malam itu, melainkan disebabkan oleh sahabat kecilnya yang sempat berkunjung tadi.
Danang sigap mendekatinya lalu mendaratkan sebuah pelukan yang cukup lama demi memastikan perasaannya sendiri, "Aku mencemaskanmu," desahnya lirih.
"Aku baik-baik saja, Danang." balas Karin mengeratkan pelukan balasnya.
"Sedikit saja, aku ingin kau tahu bahwa_..." ucapannya tertahan lantaran tidak sanggup diutarakan olehnya.
"Bahwa apa, Danang?" tanya Karin penasaran.
"Bahwa kau sangat ceria malam ini, ada apa?" terangnya jelas meleset dari kebenaran. Danang sebenarnya ingin menyatakan perasaannya kepada gadis itu, namun urung lantaran melihat adegan yang tadi bersama Diego.
"Itu karena kau masih mau menjengukku se malam ini." balas Karin semringah.
"Oh, ya? Kalau begitu aku yang paling beruntung dong?" desisnya menyembunyikan resah.
"Kau tahu? Justeru aku yang merasa paling beruntung memiliki sahabat seperti dirimu." balas Karin dengan senyum yang kian melebar, berupaya melepas dari pelukan erat Danang, namun pemuda itu lebih sigap menahan pergerakan Karin.
"Jangan dilepas," pintanya lirih. Namun sejenak kemudian benda berbentuk pipih milik Karin berdering dan semakin gencar memekakkan telinga. Awalnya Danang cuek dan berupaya membuat Karina mengabaikan bunyi tersebut. Namun lama sang gawai seakan protes keras, menuntut segera diangkat.
Danang melirik singkat, ia tahu jelas bahwa Diego yang menghubungi gadis pujaannya itu.
"Hallo, pak"
"Karin, aku cuma ingin memastikan kau sudah istirahat atau belum."
"Ini juga mau istirahat, tapi karena bunyi ponselku mengganggu kenyamanan tidurku."
"Ok, lanjut istirahatnya, besok pagi aku jemput, kita ke dokter."
Karin memutuskan sambungan setelah mengiyakan ucapan Diego dari seberang, "Huft! PR besok pagi." desisnya melengos.
"Jadi dia sahabat kecilmu itu?" Danang memberanikan diri bertanya.
Sejenak tampak Karin mematung, gadis itu tak kuasa menyembunyikan rasa sebak di dadanya. Matanya tampak berkaca.
Hening.....
"Jadi cuma dia yang ada di hatimu selama ini?" serang Danang lebih gencar lagi, "Dan dia juga yang paling istimewa di hatimu?" kali ini semakin menggila, "Iya?"
Karin tertunduk, Danang ikut tertunduk. Cukup lama mereka saling tenggelam dalam pikiran masing-masing, hingga akhirnya Danang kembali bergumam pelan, "Apa dia memang tak tergantikan?" lebih tepatnya berbicara kepada dirinya sendiri.
"Apa kau mencintainya, Karin?" Danang tidak saba ingin mendapatkan kepastian.
"Aku tidak yakin dengan perasaanku sendiri." balas Karin sekenanya.
"Lalu apa kali bukan cinta, sedangkan kau saja begitu susah move on dari kenangangmu bersama dirinya." tambahnya gusar.
"M-maaf Danang, bukan maksudku menyakitimu."menunduk tajam, Tapi, aku..., aku hanya_" ucapan Karin tertahan manakala Danang lebih sigap menangkup kedua lengan gadis itu. Karin lantas mendongak, dan Danang menggelengkan kepalanya pelan, "Jangan memberi penjelasan lagi, aku sudah paham semuanya," menatap dalam mata gadis itu, "Kau berhak mendapatkannya kembali." bisiknya lirih dan terdengar begitu haru, membuat Karin tidak sanggup lagi membendung air matanya yang mengalir mengajak sungai. Karin menangis terisak di dada bidang Danang setelah berhasil membawa tangkupan lengan gadis itu ke dalam dekapan hangatnya, "Tenanglah," desahnya lirih.
Karin balas mendesah dengan kegusaran yang mendalam, "T_tapi, aku juga tidak yakin apa dia punya perasaan yang sama denganku."
"Jika ditakdirkan bersatu, kalian pasti akan segera dipertemukan oleh takdir." hiburnya di balik kesenduan yang sengaja disamarkan.
"K_kau t_tidak apa-apa, Danang? M-ma_maksudku_" lagi-lagi Danang memotong ucapan gagap gadis itu.
"Psstt! Tidak usah pikirkan, aku baik-baik saja." Danang menyembunyikan dan menyimpan kerapuhannya sendiri, "Aku kuat, kok! Hey! Apa kau lupa kalau aku punya banyak teman wanita? Aku ini pecinta wanita, Karin." lanjutnya terkekeh.
Karin ikut terbawa dalam gelak tawa palsu yang diciptakan Danang, "Maka berapa banyak hati wanita yang kau sakiti, wahai insinyur Danang?"
"Tidak akan ada yang tersakiti," mengurao pelukan mereka, "akan kupastikan semuanya baik-baik saja,"lanjutnya menangkup gemas dagu runcing milik sang gadis.
Danang mendengus kesal menyudahi lamunan laranya.
"Rasa ini harus segera lenyap!" rutuknya sebal.
"Ehm..., boleh bergabung?" sapa suara khas seorang gadis menyapa di ujung balkon, lantas membuat Danang menoleh. Sejenak ia hanya membuang pandangan ke sisi yang berbeda seraya mendengus tajam, namun tetap bungkam. Pikiran masa lalunya yang kelam tiba-tiba bergelayut ria membuat hatinya semakin tidak karuan.
"Kenapa nasibku selalu apes?!" batinnya geram. Entah kenapa ia merasa masa lalu masih saja membuntutinya.
"Butuh teman bicara?" tanya gadis itu lagi membuat sang pemuda sontak memandangnya sinis, " Vania, pergilah! Aku tidak butuh siapa-siapa."lanjutnya datar.
"Kurasa kau butuh ini untuk menenangkan pikiranmu." kilah gadis yang bernama Vania tersebut sembari menunjukkan sebotol kemasan air mineral digenggamannya. Ya, Vania calon isteri Dimas, sepupu Danang. Dia adalah wanita masa lalu yang pernah digilai Danang. Menjadi teman masa kecil, teman satu sekolah, apalagi teman satu kelas. Belum lagi si dia dinobatkan menjadi primadona sekolah, bukankah sebuah pencapaian yang bagus bagi seorang pemimpi remaja seperti dirinya? Danang merasa dunia seakan berpihak kepadanya manakala cinta pertamanya yang berkali-kali ditolak, pada akhirnya diterima oleh gadis cantik bernama Vania tersebut.
Pikirannya kini bergelayut ke masa lalu. Jatuh bangun ia mulai memperjuangkan cintanya demi seorang Vania, di mana ia harus bersaing dengan Jefry sepupunya yang lain, sebelum akhirnya Dimaslah yang menjadi pemenangnya. Tak bisa dipungkiri bahwa Vanialah yang telah membuat dirinya menjadi pembangkang, Gadis yang ia renggut kesuciannya itu juga membuat dirinya harus mengenal dunia hitam. Kini hidupnya benar-benar bagai kertas putih yang disemprot tinta secara serampangan, berlepotan dan kotor! Hingga akhirnya ia merasa sangat bersalah dan berjanji untuk bertanggungjawab pada si gadis.
Namun kenyataan berbicara lain. Danang yang sudah ikhlas menerima takdirnya, harus patah arah demi melihat adik sepupunya bahagia. Meski sudah ada kesepakatan di antara ia dengan Vania, bahwa dirinya akan segera melamar gadis itu di awal semester dua bangku kuliah, namun Vania memilih menerima perjodohan dirinya dengan Dimas yang notabene satu tahun lebih muda darinya.
"Aku hanya menjalani keinginan mama dan papa," ucap Vania datar di kesempatan adu mulut mereka kala itu.
"Kau tega, Vania. Di saat aku sudah ikhlas menerima kepergianmu bersama Jefry, kau malah kembali dan meminta maaf padaku, lalu sekarang, demi Dimas kau rela melakukan kesalahan yang sama kepadaku? Aku tidak setuju kau menikah dengan Dimas!" cetus Danang tidak terima, namun Vania hanya tersenyum sinis.
"Apa yang membuatmu begitu yakin, sampai bersikeras mempertahankan diriku menjadi isterimu? Kau yang merenggut masa depanku hingga membuatku pasrah pada keadaan. Rasa sakit ini belum sembuh, Danang!" Vania yang mulai tersulut amarah, mendadak menyerangnya, "Kau tahu? Menerimamu bukanlah satu-satunya jalan penyelesaian yang harus ditempuh. Jadi biarkan aku menjalani hubungan bersama Dimas demi membalas kebaikan orangtuaku." tutupnya tak ingin dibantah.
Byurrr! Bagai diguyur bongkahan es samudera Artik. Dingin, beku dan menyakitkan! Atau Ibarat memantik api di tengah hujan, yang apinya tidak akan pernah menyala, sia-sia dan jelas mematikan api jiwa yang tengah menyala.
Tanpa banyak perlawanan, Vania berhasil membuat Danang tunduk pada keputusan yang ia buat. Pemuda itu bagai orang linglung yang terpaksa harus pasrah pada alur cintanya yang terombang-ambing bagai biduk tanpa awak. Merasa dikhianati, akhir Danang memilih untuk menjauh dan ikhlas menjalani takdirnya tanpa protes, membiarkan Vania menikah dengan Dimas putera tuan Amran, adik kandung ayahnya sendiri.
Pemuda itu terjebak dalam lamunan singkat masa lalunya. Mendadak buyar manakala Vania meletakkan sebotol kemasan air mineral tepat di depannya. Menyadari itu, jemarinya tiba-tiba mengepal tajam. Buku jarinya tampak mnutih. Tubuhnya mendadak gemetar menahan amarah yang tiba-tiba saja tersulut.
"Sudah kubilang pergilah sebelum ada yang melihatmu di sini, karena itu hanya akan menimbulkan fitnah." sergah Danang tak ingin dibantah.
"Tenanglah, aku tidak akan macam-macam." dalih Vania tak mau kalah, "Aku hanya akan pergi setelah kau mendengarkanku." tekannya tak mau kalah.
Danang membuang kasar pandangannya, "Aku tak perlu mendengar apapun darimu."
"Sangat perlu, Danang! Baiklah, kalau begitu, aku akan menceritakan perihal hubungan kita kepada Dimas," celetuknya galak, "Aku akan membongkar semua perbuatanmu di masa lalu terhadap diriku." tambahnya mengancam.
Danang terdiam, menjadi pesalah memang tidak mudah. Apalagi kalau sampai posisinya terancam hanya karena kesalahan tersebut. Membeberkan tentang masa lalu bersama Vania kepada Dimas sama saja merusak hubungan asmara adik sepupunya sendiri. Sungguh itu bukanlah perbuatan terpuji. Baginya,biarlah ia yang merasakan sakit itu, dengan menyembunyikan hubungan terakhirnya dengan Vania sebelum dijodohkan dengan Dimas, ketimbang harus membawa adiknya itu untuk ikut merasakan betapa sakitnya sebuah pengorbanan yang terpaksa.
"Jangan pernah datang di kehidupanku lagi." tekan Danang tegas.
"Secepat itukah kau melupakan masa lalu kita?" kilah Vania menggunakan alasan masa lalunya sebagai perisai untuk mendekatinya.
"Maaf, mungkin kau sudah melupakan adegan masa lalu kita," desisnya menatap nakal ke mata pemuda yang semakin tampak kilat amarah di matanya, "Tapi aku tidak!" lanjutnya menyeringai iblis.
Danang hanya khawatir dengan hubungan kerabat sang ayah dengan ayah Dimas. Jika terjadi apa-apa di antara ia dan Dimas, maka sudah pasti orangtuanya juga ikut terlibat dalam menyelesaikan masalah mereka. Dimas yang juga termasuk pencemburu akut, belakang ini tampak tidak tanggung-tanggung menyulut perang di antara mereka.
Dia bahkan tidak peduli kalau Danang itu sepupu kandungnya. Sikapnya begitu posesif terhadap Vania, lantaran gadis itu memang sengaja mendekati Danang.
"Sangat tidak sopan jika seseorang menggoda calon isteri orang lain."
"Kau salah paham," Danang berupaya mengoreksi. Namun Dimas terlanjur gelap mata.
"Lalu apa namanya kalau bukan penggoda, hah?" bentaknya keras, "Hampir setiap kali kau mencuri waktu bermesraan dengannya," cecar Dimas menggebu-gebu. Padahal Vania yang pernah mendatangi Danang di kamarnya dan sengaja memeluk pemuda itu. Ketika itu, Danang hanya mengenakan baju dalaman lalu Dimas yang kebetulan lewat langsung tersulut kemarahannya.
"Hanya pecundang yang kerjanya merusak hubungan orang lain, jadi kuharap kau jaga batasanmu," tekannya penuh geledek amarah.
Lantaran cinta butanya itu, membuat sang adik menuding kalau dirinya sedang berupaya menjalin hubungan terlarang dengan calon isterinya. Sedangkan kebenarannya, Vanialah yang tidak tahan melihat aura terbaru Danang. Wanita itu bahkan selalu saja mencuri kesempatan untuk mengganggu dirinya. Ya, mungkin saja efek masa lalu mereka yang sudah pernah saling berbagi dan menikmati aroma tubuh masing-masing.
"Hey! Mau ke mana kau?!"
Danang sengaja menutup pendengarannya. Pemuda itu sigap mengambil langkah lebar demi menjaga jarak dengan gadis liar tersebut. Di hatinya sangat menyesalkan pernah berhubungan dengannya.
"How dare you, slap my life!"
Hanya karena hubungan rumit di masa lalunya itulah yang membuat Danang sulit mengambil keputusan di saat ini. Antara mempertahankan perasaannya lalu menebar pesona sesempurna mungkin demi mengejar cintanya pada Karin, ataukah harus rela mengikhlaskan gadis itu memilih orang lain di masa lampau.
"Damn!" gebraknya kesal.
••••
Bersambung...
🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Fitrah Fitrah
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭🙉🙉🙉🙉🙉🙉
2022-02-19
0
Haryani Yuliwulansih
maaf ya thor, kata2 kiasannya sebaiknya dikurangin kesannya lebay dan berulang2, membingungkan...
2022-01-19
0
Whiteyellow
Mohon maaf atas tidak nyaman dari pembaca.kesalahan waktu berniat mau rubah alur cerita.giliran up ulang jadinya ancur.untuk karya pertama ini author akan hapus setelah di up kembali.Sekarang dalam proses edit ulang dan akan di up kembali.terima kasih🤗
2021-06-15
1