Selamat membaca 🙏😍
Pagi yang cerah, di hari pertama kerja usai mengambil cuti wisuda sarjananya, seperti biasa sebelum berangkat kerja, Karin berdiri mematutkan diri di depan cermin berukuran 100x100 cm. Mengenakan jaket kostum beige berlambang TF. Electro Group dengan padanan celana panjang warna senada.
Rambut panjang menutupi bahu, tergerai indah dengan poni tipis menggantung menambah kesan feminin pada diri si pemilik nama lengkap Karin Dhiyana Haikal Jolly. Wajah oval putih menggebu nan lawa dengan air muka ceria beralaskan pelembab tipis dan polesan bedak natural.
Bibir tipis polos tampak merekah alami dengan polesan lipstik samar, mengiringi senyum manis nan kian melebar. Puas dengan tatapan mata bening sebening hatinya yang tulus dalam menjalani takdir hidup. 'Cantik', seperti biasa kata pamungkas itu terucap di bibir manisnya sebagai motivasi terbesar dalam menjalani hari-hari yang ia jalani.
Karin memilih bekerja di tempat ini sejak ia mulaibersahabat dengan Hany setahun silam, atas permintaan sahabatnya itu.
Sebenarnya jika Karin menghendaki, ia tidak perlu bersusah payah mencari pekerjaan sendiri karena ayah dan jua kakek neneknya bis menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi dirinya. Atau bahkan jika mau, ia tidak perlu bekerja sama sekali untuk membiayai kuliahnya karena pada dasarnya ia terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan.
Namun gadis cantik ini lebih memilih untuk tetap bekerja karena ia ingin hidup mandiri, atau lebih kepada mengukur kemampuannya sendiri. Apalagi keputusan yang diambilnya itu tidak membuat Papa, Mama, Opa, Oma dan juga kakaknya berkeberatan atas pilihannya tersebut.
"Selama pilihan itu tidak menyimpang dari kebenaran dan tidak menggangu hidup orang banyak, maka semuanya akan baik-baik saja." begitulah prinsip sang papa Haikal dan juga Oma tercintanya, Oma Hasnah Setiawan.
Ditambah pula Danang, sahabat setia sekaligus motivator bagi Karin, telah lebih dulu bekerja di sana, maka dengan sendirinya 'gayungpun bersambut'.
••
Pukul 07.00 pagi area ganti sepatu perusahaan elektronik TF. Electro Group masih terlihat lengang. Deretan lemari loker laksana bingkai laci bertingkat kian membisu seakan turut meredam suasana. Dua barisan kursi panjang berjejer ikut memberi kesan sepi.
Aroma khas cairan anti bakterial pembersih kaca yang berasal dari semprotan tangan sang cleaning servis menyeruak menambah kesan 'terapi' tersendiri bagi indera penciuman. Tangan lincah cleaning servis menarik wiper kaca membuat kaca mengkilap seketika.
"Selamat pagi, nona Karin." sapa salah seorang petugas cleaning servis shift malam yang kebetulan sedang lewat.
"Selamat pagi juga, pak.' balas Karin ramah dan sopan.
Tampak beberapa karyawan di sana membentuk kelompok sendiri, seakan larut dalam cerita masing-masing. Hanya sesekali terdengar tawa cekikikan keluar dari mulut mereka, begitu samar. Sementara Karin sibuk memasukkan sesuatu ke dalam lemari loker miliknya.
"Selamat bertemu kembali, Karin Sayang!" pekik Sheila rekan satu tim Karin dari kejauhan. Senyum semringah menghiasi wajah orientalnya.
"Selamat pagi, senang bertemu denganmu, Sheila!" balas Karin riang menyambut seruan Sheila.
"Kau tahu Karin, kita kedatangan tamu istimewa yang sangat tampan!"serunya seraya berjingkrak girang mendekati Karin.
"Oh, ya? Setampan apa dia? Lalu temanku Sheila ini jatuh hati, begitu?" ledek Karin menanggapi gelagat konyol sahabat satu tim nya.
"Aduh! Karin sayang, cuma orang buta yang tidak respect pada pria tampan di pandang pertama. Dia sangat sempurna, seperti tokoh-tokoh novel yang terkenal itu, Rin." celetuk Sheila tak mau kalah.
"Oh,ya? Lalu Sheila buang-buang waktu buat memuja karakter transparan itu, kan?" ledeknya lagi seraya memutar kedua bola matanya.
"Yee..! Mentang-mentang sudah ada Mas Danang, masa bodoh sama pengerah tampan manapun ya? rutuk Sheila mencebik.
Karin tertawa renyah.
Sementara itu dari kejauhan, ada sepasang mata yang memperhatikan aktivitas dan gerak-gerik Karin beserta guyonan renyah bersama sahabatnya itu dengan begitu saksama. Sedangkan Karin yang baru usai mempersiapkan segala kelengkapan kerja termasuk topi dan wrist-strap antistatic untuk keperluan keselamatan, Karin mendekati Sheila yang duduk di kursi berjejeran.
"Cari makan, yuk!" ajak Karin kepadanya.
"Kau saja, Rin. Aku sudah tadi. Sekarang aku mau menunggu pangeranku lewat, biar bisa cuci mata, hehe." tolak Sheila memiringkan bibirnya, masih dengan tingkahnya yang menerawang, super konyol.
"Dasar kau pemimpi akut!" serang Karin gemas.
"Biarlah, yang penting kebutuhan hatiku terpenuhi." balas Sheila seenaknya, membuat sang gadis geleng-geleng lalu menjauh.
"Baiklah, selamat berhalu ria!" serunya seraya menepuk pundak rekannya itu.
Karin bergegas menaiki anak tangga menuju kantin sekedar untuk mencari suguhan pagi hari. Di tengah derap langkahnya yang masih membawa sorot mata misterius tersebut tetap setia menyoroti.
"Hai tuan Puteri, kau awal hari ini."
Kesibukan Karin di meja makan tertahan sejenak, lantas menoleh ke arah datangnya suara yang menyapa dari arah berlawanan. Sesaat ia meraih sebungkus roti bakar selai strawberry siap dimasukkan ke dalam mulutnya ditemani secangkir teh hangat.
"Ehm..., Danang, semalam pak Fahri meminta laporan selama dua minggu kutinggalkan." ucapnya di tengah kunyahan, "Yuk! Sarapan bersamaku." lanjutnya mengajak pemuda bernama Danang itu.
Sejenak Danang mengangguk kecil sebelum akhirnya ia berlalu menuju dispenser lalu kembali lagi dengan secangkir kopi pahit di tangannya, mengambil posisi duduk di sebelah Karin.
"Lalu kabar apa yang membuatmu sebahagia ini, Rin?" usik Danang sembari menyentil ujung hidung Karin yang lancip, membuat sang gadis tertawa riang.
"Tidak apa-apa, aku hanya sedang berbahagia dengan kabar Hany." sambil menyesap teh hangat di cangkir miliknya, "Sahabatku itu, akan. menikah bulan depan." lanjutnya menerawang.
"Hany anak direktur Tun Fahmi itu?" tanya Danang memastikan.
Karin mengangguk senang, "Dan kau tahu, ballroom hotel kita menjadi tempat digelarnya acara pernikahan termewah sepanjang abad itu." tambahnya menelengkan kepala bergosip riang.
"Oh, kalau itu aku sudah tahu," ucap Danang tenang.
"What? Kapan dan dari siapa?" Karin terlonjak, "Aku saja, baru mendengar ini di tengah sarapan barengnya papa dan mama." lanjutnya tidak percaya.
Danang menaik turunkan alisnya nakal, "Ada deh! Dari sumbernya langsung. Berarti kau tidak sengaja menguping pembicaraan om dan tante, begitu?" tebak Danang membuat Karin mengangguk malu, dan lagi-lagi Danang tertawa renyah penuh kemenangan.
"Gitu aja bangga, nih! Aku lho dengar berita ini langsung dari pak Fahri sendiri di sela turun minum lembur kami kemarin." jelas Danang mengacak gemas rambut Karin.
"Oh, kukira kau mendengarnya langsung dari direktur Tun." Karin balas meledek, menambah cebikan nakal di bibir ranumnya membuat Danang tidak lepas terpana pada sumber yang sukses membuat jakunnya naik turun, "Bibirmu usil, dia menggodaku," desisnya nakal.
"Eh, kau! Awas ya, macam-macam." sergah Karin tidak terima. Rona merah kian menyembul di wajah oval miliknya.
Danang terkekeh.
"Apa kau juga sudah mengenal baik Hany?"
Pemuda itu menggeleng pelan, "Belum, cuma pak Fahri sering menceritakan perihal calon isterinya itu kepadaku. Dan dia juga mengajakku untuk ikut mengambil bagian dalam persiapan acara pernikahannya itu." jelas Danang panjang lebar sembari menyeruput kopi miliknya.
Karin tersenyum riang, "Aku sudah tidak sabar ingin melihat Hany memakai gaun pengantin." celotehnya menerawang.
Danang melirik gemas ke mata gadis itu, "Jangan cuma melihat Hany saja yang mengenakan gaun pengantinnya, Rin." sela Danang tenang, membuat Karin gagal mencerna ucapan pemuda di sampingnya itu. Tampak otaknya mengawasi arah pembicaraan Danang seraya memicingkan mata, "Maksudmu?" tanyanya bingung.
"Kau juga harus secepatnya mengenakan gaun pengantin itu," jelasnya lagi-lagi mencuit hidung sang gadis.
Alhasil, kalimat pemuda ini sukses membuat sang gadis tersedak ria. Tenggorokannya serasa digaruk-garu. Beberapa kali ia berdehem. Lantas jemarinya sigap meraih cangkir lalu meneguk cepat tehnya. Wajahnya tampak memerah ak buah tomat segar.
"Santailah tuan Puteri, kau kelewat sensitif untuk hal ini." usil Danang seraya menyodorkan tisu milik Karin yang tergeletak di atas meja kepada gadis itu.
Karin menyambutnya, "Kau juga yang suka mengusik," desis Karin tidak terima, "Dasar nakal!" lanjutnya mencebik kesal.
Lagi-lagi Danang menipiskan bibir menahan tawa, " Aku tidak sedang mengusik, tapi aku bicara seadanya." merasa tak muat melihat wajah gadis itu ditekuk dalam, "Kau saja yang responnya berlebihan." tambahnya gemas.
"Kau saja yang aneh, bagaimana aku bisa menikah secepat itu, kalau pacar saja tidak punya, dan kau tahu itu." sanggah Karin cepat, jemarinya refleks mencubit pipi pemuda itu, gemas.
"Maka itu, sayang. Kurasa sudah saatnya kau cari pacar." serangan balik Danang, tepat menggelitik pinggang Karin. Keduanya baku balas serang menyerang dalam canda dan tawa riang.
"Apa bedanya kita, kau juga tidak punya pacar, bukan? Sampai cintamu bergantung pada perjodohan orang tua, hehehehe."
"Kau yang jomblo sejati, gadis tua bernama Karin Dhiyana, hahah!"
"Kau, Danang si perjaka tua! xixixixi!"
"Cepatlah lupakan sahabat kecilmu itu, ayolah pacaran denganku." ucap Danang sigap meraih jemarinya dan menggenggamnya erat. Kini tubuhnya diposisikan menghadap Karin, "Aku serius."
Karin tercekat, menatap sendu ke arah Danang dan pemuda itu membalasnya dengan tatapan dalam penuh arti.
Hening...
Kelopak bening nan sendu itu kian berkaca.
"Dari mana kau tahu soal dia?" tanya Karin datar membelah hening.
Danang menatap dalam kelopak bening milik Karin, sejenak ia membuangnya ke sembarang arah.
Tarikan napasnya berat seolah menahan sesuatu, "Kak Tama, " jawabnya datar lalu membuang kembali napasnya pelan sembari melirik ke mata Karin yang tiba-tiba dialihkan ke lain arah, seakan tidak sanggup menantang sorot elang miliknya.
Entah kenapa ia merasa sorot mata Danang tidak seperti biasanya. Soot mata selama ini yang berani ia tatap, berani ia tantang itu kini terasa asing di penglihatannya. Perlahan mata itu seakan tidak memiliki keberanian untuk membalas tatapan pemuda tampan yang berada di hadapannya itu. Ada perasaan kalut yang entah kenapa tiba-tiba saja bergelayut mesra di benaknya. Baru kali ini ada seorang pria hebat yang berani berbicara demikian kepadanya.
"Hei! Kenapa kau diam saja, apa kau marah padaku?" Danang berlagak mencairkan suasana manakala mendapati Karin yang bertambah kikuk.
"Ti_tidak, aku hanya belum siap memikirkannya." dalihnya gagap, "Ba_bagaimana bisa menerimamu sekarang?" keluhnya memelas.
Danang meraih jemari Karin yang dingin. Senyuman terbit di bibirnya mendapati kepolosan gadis itu. Binar matanya membenarkan ucapan sang gadis, "Kau tenanglah, aku tidak akan memaksamu untuk menerimaku secepat itu." kilahnya cepat namun tetap tenang.
"M_maafkan aku, Danang." pinta Karin pelan. Sorot matanya kian sendu.
"Kau berhak menentukan pilihanmu sendiri." menarik tubuh gadis itu e dalam rangkulan eratnya, "Aku tidak ingin merusak hubungan persahabatan yang sudah terjalin lama di antara kita hanya karena ambisiku yang sesaat." lanjutnya kemudian bergeming.
Entah kenapa, ucapan Danang baru saja, membuat hati gadis itu seakan mendapatkan ketenangan. Ada perasaan lega di wajah gadis cantik itu hingga sontak menerbitkan senyum terindahnya. Tanpa disadari tingkah kedua insan beda rasa itu berada dalam pengawasan sepasang mata misterius yang kian saksama.
••
Meja Kerja Karin...
"Selamat pagi,"
"Selamat pagi, pak."
"Karin, tolong siapkan laporan perkembangan terbaru
hasil audit internal untuk semua divisi," gema suara merdu milik pak Fahri sang wakil direktur TF. Electro Group. Begitu tenang dipendengarannya.
"Baik, Pak. Akan saya kirimkan lewat email Bapak." jawab Karin menunduk santun.
"Baik, jangan lupa lampirkan auditor real check list nya, dan segera antarkan ke ruangan saya." tambah sang super power menutup pembicaraan.
"Baik, Pak. Akan saya antarkan secepatnya." balas Karin mengikuti punggung sang super power yang berjalan kian menjauh menuju ruangannya.
Ya, pemilik nama Karin Dhiyana Haikal Jolly memangku jabatan manager internal auditor di perusahaan raksasa ini. Tugas hariannya adalah memantau pemeriksaan
dan penilaian konfrehensif terhadap keseluruhan fungsi yang berjalan sesuai dengan prosedur dan pengendalian kualitas serta penentuan kinerja di bagian produksi manufaktur maupun keuangan dan operasional perusahaan serta kinerja karyawan.
Setelah memastikan semua data sudah lengkap dan siap dikirim ke email pak Fahri, Karin melanjutkan tugasnya sesuai permintaan pak Fahri, meraih berkas auditor checklist di map snellhecter yang tergeletak di atas meja kerjanya dan bersiap melangkah maju memasuki ruangan sang bos.
Jemari lentiknya sigap meraih gagang pintu, namun tiba-tiba,
ceklek
Seseorang telah lebih dulu membuka pintu dan menyembul keluar dari dalam ruangan Pak Fahri.
"Kau?!" seru Karin terperangah.
Terlihat sosok Danang yang cengar-cengir mengodanya.
"Kau mengagetkanku saja,"ucapnya ketus, "Dari kapan kau masuk ke sana?" memutar bola mata kesal.
"Tuan puteri,kau begitu terkejut melihat wajahku yang ganteng ini,"usil Danang sambil mengedipkan matanya, "Kau saja yang kelewat fokus sampai saat orang tampan lewat di depan mata, tapi kau tidak melihatnya." tambahnya terkikik geli.
"Kau menyebalkan!"Karin melotot tajam, "Aku tidak sedang bercanda,"lanjutnya ketus.
"Danang tertawa usil, "Kau tenanglah! Tidak perlu takut sama Pak Fahri, karena sudah dipastikan, semalam dia menang banyak jadi mood-nya sedang oke," bisik Danang lirih. Wangi napasnya meniup lembut ke telinga Karin.
Karin mengernyit bingung, "Apa? Pak Fahri semalam menang judi?" celetuknya dengan menegang, "Aku bisa melaporkannya ke Hany," lanjutnya tidak terima.
Danang terkekeh.
Mencubit gemas hidung Karin, "Idih! Polos banget sih elu," terpingkal menutup giginya yang putih dan rapi dengan jemari tangan.
Wajah Karin seketika memerah menahan dongkol. Mencebik kesal menggerutu panjang pendek sembari berlalu dan mengetuk kembali daun pintu ruang pak Fahri yang sempat tertutup akibat ulah Danang.
Sementara Danang, pemuda itu tersenyum kecil sambil berjalan menyusuri lorong masuk Maintenance Area. Ia menyeringai menggeleng-gelengkan kepala. Gemas rasanya membayangkan wajah Karin yang memerah ketika ia usik.
'Karin! ' batinnya lembut.
•••
Di ruangan pak Fahri... Karin melangkah pasti menuju ke arah meja kerja Pak Fahri dengan seulas senyum mengembang di wajahnya.Pemuda tampan yang tidak lama lagi akan menikah dengan sahabatnya itu terlihat sedang mengutak-atik Q-board laptop miliknya.
Matanya fokus ke layar laptop meskipun menyadari bahwa Karin sedang melangkah menghampirinya.
Karin yang penuh semangat berjalan santai sembari menoleh ke arah sofa yang tidak jauh dari sudut kursi wakil direktur tersebut. Tanpa sengaja bola mata bundarnya bertembung dengan sosok seorang pemuda tampan yang segak dengan postur tinggi dan gagah.
Balutan kemeja putih dengan setengah gulungan di lengannya menampakan sisi maskulin dari tangannya yang berotot. Celana panjang hitam pres dilengkapi sepatu pantofel yang mengkilap menambah kesan seksi di tubuhnya yang berkulit bersih menggebu.
Tampilan yang sangat ideal bagi penilaian mata seorang wanita. Rambut lurus yang tersisir rapi lengkap dengan aksesoris dasi yang melengkung di leher menambah kesan smart.
Pemuda itu segak dengan air muka penuh kharismatik menonjolkan kesan pertamanya bahwa dia sosok pengayom yang sempurna. Namun tidak ada kesan senyum di wajah datarnya.
Tatapan dingin itu menantang penuh bola mata Karin yang tidak sengaja bertembung dengannya. Sejenak saling beradu. Ada gurat sinis mengukir samar di bibirnya namun masih terbaca oleh mata Karin.
Senyum gadis itu perlahan sirna manakala mendapati pemuda itu dengan sengaja menajamkan sorot mata dengan tatapan membunuh ke arahnya.Dingin!
'Bukankah dia itu orangnya? ' batin Karin rubu raba.
Karin sengaja mengalihkan fokus pandangan kepada tujuan utama mengapa ia berada di ruangan itu.
"Pak,ini berkas yang bapak minta." ucapnya sopan kepada Pak Fahri yang sudah siap mendongak dengan senyum ramahnya.
"Silahkan duduk Karin," titah pak Fahri mempersilahkannya duduk, sembari menyambut berkas dari tangan Karin lalu menelitinya satu per satu.
Cukup lama Karin menunggu sambil sesekali melirik ke arah sofa. Pemuda itu masih saja menatapnya tajam.
'Ya, tepat sekali. Dia orangnya. Dia memang Diego yang aku tunggu selama ini.' batin Karin yakin dengan ingatanya sendiri.
Pemuda yang menjadi pengisi hari-harinya sewaktu masih kecil dan remajanya. Pemuda yang tanpa sungkan selalu berbagi masalah pribadi dengannya. Pemuda dewasa yang pernah ia pandangi fotonya di ruang keluarga Tuan Fahmi.
Pemuda yang berhasil membuatnya serasa membeku meskipun hanya dengan memandangi fotonya saja.
'Ini bukan mimpi kan? ' lirihnya sembari mencubit menggigit bibir sendiri.
'Sakit! Berarti nyata.' lanjutnya gembira.
Pemuda penuh kharismatik. Serasa pandangan Karin benar-benar dimanjakan dengan anugerah yang pernah pergi dari hidupnya selama satu dasawarsa.
Kini hadir di depan mata dengan membawa kembali kenangan masa lalu Karin yang pernah ia anggap sebagai pemicu gelap di hidup nya.
'Akh! Jiwaku serasa melayang di udara,' batinnya menggila.
Bagaikan obat penawar,obat antibodi termanjur di dunia. Serasa seribu racun berbisa yang bersarang di tubuh Karin kini perlahan mulai melumpuh. Seolah- olah ada kekuatan baru yang malu-malu bersemayam di dirinya.
'Diegooo!' batinnya bergetar lirih.
Seketika tatapan mata itu berubah menjadi sendu.Karin segera mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Karena pemuda yang duduk di sofa itu bukanlah Diego yang pernah ia kenal dahulu, melainkan Diego yang acuh, sinis dan dingin.
'Jadi dia yang dimaksudkan Sheila di area loker tadi.'
'Tapi kenapa dia berubah? Padahal aku lebih terluka daripadanya.' batin Karin nelangsa.
"Ehm.., kerja bagus Karin. Terimakasih," dehem Pak Fahri membuyarkan lamunannya.
"B_bbaik pak, sama-sama," balas Karin tersenyum ramah sembari ancang-ancang berdiri dan siap beranjak dari ruangan itu.
"Tolong siapkan checklist baru untuk kelengkapan auditor manufaktur produksi dan maintenance, "ujar Pak Fahri memberikan tugas baru, "Kami yang akan turun langsung ke sana," meletakkan kembali map snellhecter ke atas meja, "dan kamu ikut sebentar di pergantian shift," sambungnya memberikan perintah.
'Kami? Berarti bersama si dingin itu?' batinnya seraya melirik ke arah Diego yang masih pasang muka memusuhinya.
"Baik pak. akan saya kerjakan sesuai perintah," jawab Karin sembari membungkuk hormat kepada atasannya itu lalu kemudian segera berlalu tanpa mau menoleh kepada Diego yang masih betah menatapnya sinis.
Ada luka baru yang menggores di relung hati terdalam gadis cantik berwajah oval itu akibat perlakuan Diego yang seolah-olah tidak mengenalnya sama sekali dan seakan menganggapnya asing.
•••
Di kantin TF.Electro Group..... Karin baru saja melewati antrian mengambil menu snack kemudian memilih duduk di meja bagian pojok ruangan kantin.
Danang yang juga sudah memegang kotak snack dan segelas air putih di tangan nya melangkah mendekati posisi Karin lalu duduk menikmati puding miliknya di samping Karin yang sedang makan dengan lahapnya.
"Rin, apa kau sudah bertemu calon direktur baru kita?" tanya Danang sekenanya.
"Hmm..," jawabnya singkat.
"Sekarang malah menjadi trending topic lho!"
"Oh ya?"
Kehadiran Danang justeru tidak mempengaruhi ritme kunyahannya. Tidak ada tegur sapa di antara mereka.
Sesekali Danang melirik ke arah Karin yang sibuk menikmati dunianya sendiri.
Dalam hatinya tertanya mengapa Karin begitu diam padahal biasanya dia orang yang paling cepat menyapa dan tidak pernah membiarkan sedetikpun suasana tanpa pembicaraan ataupun guyonan.
Atau jangan-jangan dia memang sedang marah, tapi apa yang dimarahkannya? Danang berusaha menebak-nebak dengan kembali mengingat apakah ada kesalahan yang tidak sengaja ia perbuat selama interaksinya dengan gadis cantik itu.
"Kau kenapa Karin?" Danang membelah keheningan.
"Tidak apa-apa," jawab Karin singkat, melanjutkan kunyahan.
"Tapi wajahmu ditekuk begitu," sahut Danang masih belum menyerah.
Sepertinya ada hal yang tidak ingin Karin bagikan dengannya.
"Aku tidak suka padanya, dia menyebalkan, kau tahu_," ucapan Karin terpotong oleh kehadiran pak Fahri.
"Malam Karin," ucap Pak Fahri ramah.
"Malam pak." Karin membalas sopan.
"Saya cuma mau bilang, Hany menitipkan sesuatu untukmu," lanjutnya sambil tersenyum ramah, "Tolong ambil di ruangan saya sebelum anda pulang," pintanya sambil tersenyum.
"Baik pak. Terima kasih," ucap Karin memandangi seraya punggung pak Fahri yang kian menjauh, lalu membuang napas kasar saat melirik singkat ke arah seseorang yang berdiri tegak menunggu pak Fahri dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Kesannya cuek dan super dingin.
"Ehm.., sudah kubilang tadi pak Fahrinya lagi menang banyak. Buktinya dia membawakan sesuatu untukmu," usik Danang mengedipkan mata, berupaya mencairkan suasana hati sang gadis.
"Hmm...," jawabnya singkat tanpa senyum.
'Wuah! Ada yang nggak beres ni, nggak mungkin efek datang bulannya separah ini kan,' batin Danang yang awalnya mengira diamnya Karin mungkin diakibatkan efek datang bulan.
••
Karin menghempas kasar tubuhnya di atas ranjang. Hari ini libur akhir pekan. Namun ia memilih menetap di rumah opa Jery. Ia malas pergi ke mana-mana.
Tidak ingin pulang ke rumah orangtuanya, tidak juga ingin keluar bersama Hany ataupun dengan Danang. Tidak ada aktivitas apapun yang ingin ia sentuh saat itu. Pikirannya berkecamuk. Kalut dan galau itu tidak berhasil pergi dari hatinya.
'Untuk apa Diego kembali jika hanya untuk menambah luka di hatiku.' batinnya lirih.
Perlahan ia raih bungkusan yang diberikan Hany melalui pak Fahri yang dari semalam belum sempat ia buka lantaran kelelahan. Karin menyobek bungkusan itu penuh hati-hati.
'Sebuah syal ! '
Seulas senyum mengukir manis di bibir tipisnya.
' Cantik sekali ! ' ucapnya masih tersenyum.
Tangannya gesit meraih ponsel miliknya dan membuka aplikasi whatsapp lalu mengutak-atik sesuatu di sana.
Pesan whatsapp terkirim ~
Hany, terima kasih. Aku suka hadiah pemberianmu.
Karin berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya. Tangannya tiada henti mengelus syal pemberian Hany.
Bibir tipis itu masih bisa tersenyum namun tidak dengan mata sendu itu.
Tatapan itu tidak bisa membohongi jika dirinya sedang baik-baik saja.
Bunyi ponsel menghentikan aktivitasnya.
~Ada balasan pesan wa dari Hany.
Apa kau suka dengan hadiah itu sayang?
^^^Iya sayang, suka sekali.^^^
^^^Kau jadi makin tahu apa yang aku suka.Terima kasih^^^
Bukan aku yang memberikan itu kepadamu.Tapi Diego.Berterima kasihlah kepadanya.
~ Menutup ponsel
'Whattt?' Jika benar syal ini pemberian Diego lalu mengapa ketika ia mendatangi ruangan pak Fahri semalam, Diego malah bersikap acuh kepadanya.
Mengapa harus pak Fahri yang memberikan hadiah itu kepadanya.
Lalu mengapa pak Fahri sampai berbohong jika itu adalah titipan dari Hany.
Flashback on
"Ini titipan dari Hany. Dia bilang maaf tidak bisa memberikannya sendiri kepadamu nona Karin," ucap pak Fahri tersenyum kecil.
"Oh! Tidak apa-apa pak. Tolong sampaikan terimakasih saya kepadanya."
"Baiklah Karin, akan saya sampaikan."
"Terimakasih pak, maaf merepotkan."
Dan Diego, pemuda itu asyik berbicara dengan seseorang lewat ponsel miliknya. Begitu asyik sambil tertawa senang dan menyematkan kata sayang pada setiap kesempatan dalam ucapannya.
Okelah sayang, aku akan ke sana liburan mendatang.
Ya, karena itu kumerindukanmu! Penuh penekanan di kata merindukan.
Mungkin itu merupakan hal yang wajar bagi seorang Diego tapi tidak untuk Karin. Ada luka yang ia rasakan seperti tersayat sembilu akibat sikap Diego yang mengambil sikap bungkam, hanya menyisakan misteri baginya.
Flashbac off.
'Dengan siapa dia berbicara? ' batin Karin sirik.
Entahlah mengapa ada perasaan seperti ini jika memang benar Diego tidak pernah menganggap dirinya ada di masa lalunya. Perasaan apakah ini sampai- sampai ia harus merasa kesal dan kehilangan ketika Diego mengacuhkannya.
Perasaan apakah ini sehingga ia merasa kecewa ketika Diego lebih betah ketawa berlama-lama dengan si pembicara di poselnya ketimbang melemparkan satu saja senyuman untuknya. Setidaknya sebagai bukti bahwa mereka pernah berteman.
Lalu untuk apa Diego memberikan syal itu kepadanya? Lalu bagaimana Diego tahu akan hal-hal yang ia sukai? Lalu mengapa ia harus menerima syal itu?
Lalu mengapa Hany tidak pernah menceritakan kepadanya kalau Diego sudah pulang dari London? Lalu mengapa Hany tidak menjelaskan apa tujuan Diego memberikan Syal itu kepadanya. Lalu mengapa, lalu dan lalu..
Kepalanya benar-benar pusing memikirkan semua itu sendirian.
"Ck!"
"Diego membuatku gila berbicara sendiri!"
•••
Bersambung..........
******
🤩🤩🤩🤩🤩🤩
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
zien
aku hadir disini dan memberimu like 👍
jangan lupa mampir juga di novelku JODOHKU YANG LUAR BIASA 😊😘
mari kita saling mendukung karya kita 🙏❤️
2021-03-03
1
BELVA
aku datang lg nih absen pagi kaka
2021-02-02
3
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
semangat kak
2021-02-01
2