REUNI

REUNI

Kapan kawin?

Wanita itu tengah gusar memegangi sebuah undangan reuni yang akan berlangsung esok hari. Ia sangat bingung untuk mencari alasan apa lagi, supaya ia tidak menghadiri acara reuni tersebut.

Sudah empat kali Lolita mangkir diacara tersebut. Lolita sangat malas kalau teman-temannya selalu menanyakan hal yang sama yaitu 'kapan kawin?'.

Bukannya Lolita tidak laku, ia hanya tidak mau menikah kalau ujung-ujungnya harus berpisah. Pernikahan orangtuanya yang hancur karena sang ayah yang ternyata telah menikah lagi secara diam-diam, tanpa Lolita dan sang ibu ketahui selama lima tahun. Lolita menganggap bahwa pernikahan hanyalah sebuah ikatan palsu.

Lolita kembali menjatuhkan undangan kecil itu di atas meja kerjanya. Ia masih bimbang dengan keputusannya. Lolita kembali menatap layar komputernya untuk kembali bekerja. Ia masih fokus mengerjakan beberapa tugas yang akan diserahkan kepada atasannya lusa. Ia sengaja mengerjakan dokumen itu sesegera mungkin karena besok ia ingin terbebas dari pekerjaan itu.

Sebagai karyawan biasa disalah satu kantor besar yang ada di tengah-tengah kota Jakarta. Lolita harus bekerja keras untuk membiayai kehidupannya sendiri. Setelah sang ibu memutuskan bercerai setelah menikah hampir dua puluh tahun. Ia juga harus membiayai kehidupan ibunya yang sudah tidak lagi memiliki penghasilan yang besar seperti dulu lagi. Ibunya hanya mengandalkan uang dari butiknya yang semakin hari semakin sepi saja.

Lolita meraih undangan reuni dan memasukkannya ke dalam tas kerjanya, sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan kantor sore itu. Matahari hampir tenggelam, warna langit berubah jingga.

Pagi harinya, Lolita harus pergi ke butik milik ibunya yang tidak jauh dari rumahnya. Ia harus mengambil pakaian yang akan dikenakan sore nanti saat acara reuni. Lolita menunggu perempuan paruh baya yang sedang melayani pelanggannya. Ia duduk di salah satu kursi yang disediakan oleh pemilik butik ini. Perempuan itu lalu menghampiri dirinya setelah pelanggan pergi.

"Anak Ibu sudah sampai." Wanita itu sekarang sudah berdiri di depan lolita. Lalu, Lolita ikut berdiri dan mengekori ibunya yang kini berjalan menuju tempat koleksi bajunya.

"Lita pakai ini cocok enggak ya, Bu?" tanya Lita yang tengah mencoba pakaiannya di depan cermin.

"Buat Kamu sih, cocok-cocok saja. Kan anak Ibu cantik." Ibu Lita memandangi anaknya melalui cermin dengan decak kagum.

"Ah, Ibu bisa saja mujinya," ujar Lolita seraya memeluk ibu tercintanya.

"Ya sudah, Lita pakai yang ini deh, Bu." Lolita memberikan dres yang sudah dicoba kepada bu Fani, salah satu karyawan ibu yang masih bertahan di butik ini.

Lolita dan ibunya sekarang sudah duduk di kursi kasir. Ibu Lolita menyodorkan beberapa lembar kartu nama ke arah Lolita.

"Ini nanti promosiin butik diacara Kamu, barangkali teman kamu ada yang minat mampir ke sini."

Lolita menerima beberapa lembar kartu nama tersebut. Ibu Lolita terus berusaha untuk mempromosikan karya-karyanya yang ada di butik supaya ramai kembali seperti sedia kala.

"Semoga saja diacara reuni ini, Kamu menemukan jodohnya ya, Ta."

"Apaan sih, Ibu. Lita kan sudah bilang, kalau Lita belum minat menikah," ujar Lita sambil menerima bingkisan dres yang tadi dibungkus oleh bu Fani. Ia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih.

"tapi usia Kamu sudah cukup matang untuk menikah." Ibu mengelus bahu Lita lembut.

"Ibu, dengerin Lita. Lita kan sering bilang ke Ibu, kalau Lita belum siap disakiti."

"Bu, menikah itu bukan sekadar masalah umur, mental juga harus perlu. Kalau akhir dari pernikahan adalah perceraian buat apa menikah." Jawaban Lolita membuat hati ibunya sesak. Ia berpikir kalau Lolita adalah korban dari perceraian dirinya.

"Tidak semua pernikahan itu berujung di meja hijau, Lita. Buktinya, Nenek sama Kakek Kamu awet sampai maut memisahkan. Kalau perceraian Ibu dan Ayah membuat Kamu berpikir seperti itu," ujarnya terhenti.

"Ibu minta maaf. Percayalah sayang, di luar sana masih ada lelaki baik dan setia yang sudah menunggu Kamu."

Ibu Lolita sangat menyesal telah melukai hati anak perempuanya lantaran perceraiannya. Ibunya tidak memiliki jalan lain selain cerai karena sudah dibohongi selama bertahun-tahun oleh suaminya. Wanita mana yang rela dikhianati sejauh itu.

Lolita mendorong kursi beroda itu ke arah ibunya, ia memeluk erat tubuh ibunya yang selama ini terlihat kuat dan sehat.

"Ibu, maafin Lita ya. Bukannya Lita tidak mau menikah, Lita hanya takut kalau salah memilih laki-laki."

Lolita masih erat memeluk ibunya. Butiran air matanya pun sudah jatuh sedari tadi. Ia tidak mau kalau ibunya menyalahkan dirinya sendiri. Perceraian orangtuanya juga kemauan dari anak-anaknya demi melindungi hati ibunya.

Pelan-pelan Lolita melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya. Ibunya menghibur dengan menarik ujung bibirnya agar tetap tersenyum dan bahagia.

"Hubungan Kamu sama Chandra gimana?" tanya sang ibu penasaran.

"Ibu kan tahu, kalau Kami sudah putus tiga bulan yang lalu, Bu."

"Kenapa?"

"Chandra ngajak nikah mulu. Lita kan belum siap. Akhirnya Chandra cari pengganti Lita deh." Lolita menjelaskan hubungan asmaranya dengan sang ibu tanpa risih.

"Belum jodohnya, Nak. Angga, adekmu sudah mau memberi Ibu cucu loh. Ibu doakan semoga Kamu diberi jodoh yang baik dan setia. Bonus ganteng juga boleh." Kalimat terakhir membuat mereka tertawa pecah. Air muka mereka kini berubah bahagia.

Lolita kini sudah mengenakan dres hitam dan sepatu hak tinggi yang senada dengan pakaiannya. Rambutnya yang sengaja digerai menambahkan aura kecantikannya. Ia juga mengenakan aksesoris gelang berwarna perak ditangannya. Tangannya mengenggam tas dan bersiap menuju halaman rumahnya. Angga sudah menunggu sedari tadi di dalam mobil milik kakak perempuannya.

"Gila cantik banget Kakak aku," gumam Angga.

"ngapain Lo bengong gitu?" Lolita menjitak kepala Angga yang tengah memandangi dirinya. tepatnya mengaggumi sih.

"Tumben Lo, Kak. Dandan secantik ini," puji Angga. Lolita hanya mengernyitkan dahi.

"Baru pertama kali, dengar adik sendiri bilang kakaknya cantik. Terima kasih loh, Dek." Lolita kini berjalan memasuki mobil.

"Kak, kenapa enggak nyetir sendiri sih. Biasanya kan kemana-mana juga sendiri," keluh Angga ke kakaknya.

"jangan bawel deh, sudah nyetir saja. Enggak usah banyak tanya."

Angga melajukan mobilnya ke alamat yang sudah ditentukan oleh Lolita. Sebenarnya Angga ogah-ogahan untuk mengantarkan kakaknya, ia ingin selalu ada di dekat istrinya yang sedang hamil tua. Bukan Lolita namanya, kalau tidak berhasil membujuk Angga. Ya, walaupun harus ada campur tangan istri Angga.

Mobil mereka berhenti di depan restauran besar dan terkenal. Sebelum keluar dari mobil, Lolita mengingatkan Angga untuk menjemputnya nanti. Lolita kini berjalan mendekati pintu masuk restauran tersebut dengan langkah gamang. Sebelum akhirnya, dia memantapkan langkah kakinya masuk ke dalam restauran tersebut. Lolita melihat meja besar yang ramai dipenuhi oleh teman-teman SMA-nya.

"Gaes, akhirnya Lita datang," Sorak salah satu lelaki yang berbadan tegap dan tinggi.

Seketika seluruh mata tertuju padanya. Lolita nampak canggung untuk bergabung. Kali ini, sifat supel dan cerianya hilang tergantikan rasa was-was dan takut. Ia takut sekali kalau ditanya 'kapan kawin?'.

Lolita mendekati meja mereka. Ia sekarang sudah duduk di antara mereka. Lolita nampak masih diam, ia tidak berani untuk membuka suara sepatahpun.

"Gila, Lita nambah cantik saja," celetuk Rico, lelaki badung di kelasnya dulu.

"kirain Lo enggak bakal datang, Ta. soalnya, tahun kemarin yang enggak datang cuma Lo doang." Itu suara Lia teman akrab Lolita sewaktu SMA, sampai sekarang mereka masih saling memberi kabar.

"Sorry, ya. Tahun-tahun kemarin belum bisa gabung. Gue benar-benar sibuk." Lolita terpaksa berbohong keteman-temannya untuk menghindari pertanyaan horor tersebut.

Sekarang, seluruh mata tertuju pada salah satu orang yang tengah menuju ke meja mereka. Lelaki itu mengenakan jas berwarna navy. Rambut klimis dan tertata rapih. Lelaki itu semakin dekat saja ke arah meja mereka. Mereka dibuatnya membisu karena pesonanya, pasalnya hanya dia yang terlihat mencolok di antara pengunjung resto ini.

"Mas bro, Eriiiiic!" Teriak cowok-cowok yang satu kelasnya dulu.

Lolita juga dibuatnya pangling, pasalnya ini pertama kalinya ia melihat Eric setelah perpisahan wisuda SMA dulu. Awal-awal reuni pun Eric tidak pernah datang karena harus mengejar kuliahnya di luar negeri.

"Tetap saja wajahnya datar, dasar kaku." Batin Lolita.

Jangan lupa like dan vote.

Terpopuler

Comments

iem

iem

.

2022-12-07

0

Ulfa Riady

Ulfa Riady

langsung favorite aja deh...😍😍😍

2021-11-03

0

Yusnidar Ritonga Yusnidaridar

Yusnidar Ritonga Yusnidaridar

hadir

2021-08-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!