NovelToon NovelToon

REUNI

Kapan kawin?

Wanita itu tengah gusar memegangi sebuah undangan reuni yang akan berlangsung esok hari. Ia sangat bingung untuk mencari alasan apa lagi, supaya ia tidak menghadiri acara reuni tersebut.

Sudah empat kali Lolita mangkir diacara tersebut. Lolita sangat malas kalau teman-temannya selalu menanyakan hal yang sama yaitu 'kapan kawin?'.

Bukannya Lolita tidak laku, ia hanya tidak mau menikah kalau ujung-ujungnya harus berpisah. Pernikahan orangtuanya yang hancur karena sang ayah yang ternyata telah menikah lagi secara diam-diam, tanpa Lolita dan sang ibu ketahui selama lima tahun. Lolita menganggap bahwa pernikahan hanyalah sebuah ikatan palsu.

Lolita kembali menjatuhkan undangan kecil itu di atas meja kerjanya. Ia masih bimbang dengan keputusannya. Lolita kembali menatap layar komputernya untuk kembali bekerja. Ia masih fokus mengerjakan beberapa tugas yang akan diserahkan kepada atasannya lusa. Ia sengaja mengerjakan dokumen itu sesegera mungkin karena besok ia ingin terbebas dari pekerjaan itu.

Sebagai karyawan biasa disalah satu kantor besar yang ada di tengah-tengah kota Jakarta. Lolita harus bekerja keras untuk membiayai kehidupannya sendiri. Setelah sang ibu memutuskan bercerai setelah menikah hampir dua puluh tahun. Ia juga harus membiayai kehidupan ibunya yang sudah tidak lagi memiliki penghasilan yang besar seperti dulu lagi. Ibunya hanya mengandalkan uang dari butiknya yang semakin hari semakin sepi saja.

Lolita meraih undangan reuni dan memasukkannya ke dalam tas kerjanya, sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan kantor sore itu. Matahari hampir tenggelam, warna langit berubah jingga.

Pagi harinya, Lolita harus pergi ke butik milik ibunya yang tidak jauh dari rumahnya. Ia harus mengambil pakaian yang akan dikenakan sore nanti saat acara reuni. Lolita menunggu perempuan paruh baya yang sedang melayani pelanggannya. Ia duduk di salah satu kursi yang disediakan oleh pemilik butik ini. Perempuan itu lalu menghampiri dirinya setelah pelanggan pergi.

"Anak Ibu sudah sampai." Wanita itu sekarang sudah berdiri di depan lolita. Lalu, Lolita ikut berdiri dan mengekori ibunya yang kini berjalan menuju tempat koleksi bajunya.

"Lita pakai ini cocok enggak ya, Bu?" tanya Lita yang tengah mencoba pakaiannya di depan cermin.

"Buat Kamu sih, cocok-cocok saja. Kan anak Ibu cantik." Ibu Lita memandangi anaknya melalui cermin dengan decak kagum.

"Ah, Ibu bisa saja mujinya," ujar Lolita seraya memeluk ibu tercintanya.

"Ya sudah, Lita pakai yang ini deh, Bu." Lolita memberikan dres yang sudah dicoba kepada bu Fani, salah satu karyawan ibu yang masih bertahan di butik ini.

Lolita dan ibunya sekarang sudah duduk di kursi kasir. Ibu Lolita menyodorkan beberapa lembar kartu nama ke arah Lolita.

"Ini nanti promosiin butik diacara Kamu, barangkali teman kamu ada yang minat mampir ke sini."

Lolita menerima beberapa lembar kartu nama tersebut. Ibu Lolita terus berusaha untuk mempromosikan karya-karyanya yang ada di butik supaya ramai kembali seperti sedia kala.

"Semoga saja diacara reuni ini, Kamu menemukan jodohnya ya, Ta."

"Apaan sih, Ibu. Lita kan sudah bilang, kalau Lita belum minat menikah," ujar Lita sambil menerima bingkisan dres yang tadi dibungkus oleh bu Fani. Ia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih.

"tapi usia Kamu sudah cukup matang untuk menikah." Ibu mengelus bahu Lita lembut.

"Ibu, dengerin Lita. Lita kan sering bilang ke Ibu, kalau Lita belum siap disakiti."

"Bu, menikah itu bukan sekadar masalah umur, mental juga harus perlu. Kalau akhir dari pernikahan adalah perceraian buat apa menikah." Jawaban Lolita membuat hati ibunya sesak. Ia berpikir kalau Lolita adalah korban dari perceraian dirinya.

"Tidak semua pernikahan itu berujung di meja hijau, Lita. Buktinya, Nenek sama Kakek Kamu awet sampai maut memisahkan. Kalau perceraian Ibu dan Ayah membuat Kamu berpikir seperti itu," ujarnya terhenti.

"Ibu minta maaf. Percayalah sayang, di luar sana masih ada lelaki baik dan setia yang sudah menunggu Kamu."

Ibu Lolita sangat menyesal telah melukai hati anak perempuanya lantaran perceraiannya. Ibunya tidak memiliki jalan lain selain cerai karena sudah dibohongi selama bertahun-tahun oleh suaminya. Wanita mana yang rela dikhianati sejauh itu.

Lolita mendorong kursi beroda itu ke arah ibunya, ia memeluk erat tubuh ibunya yang selama ini terlihat kuat dan sehat.

"Ibu, maafin Lita ya. Bukannya Lita tidak mau menikah, Lita hanya takut kalau salah memilih laki-laki."

Lolita masih erat memeluk ibunya. Butiran air matanya pun sudah jatuh sedari tadi. Ia tidak mau kalau ibunya menyalahkan dirinya sendiri. Perceraian orangtuanya juga kemauan dari anak-anaknya demi melindungi hati ibunya.

Pelan-pelan Lolita melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya. Ibunya menghibur dengan menarik ujung bibirnya agar tetap tersenyum dan bahagia.

"Hubungan Kamu sama Chandra gimana?" tanya sang ibu penasaran.

"Ibu kan tahu, kalau Kami sudah putus tiga bulan yang lalu, Bu."

"Kenapa?"

"Chandra ngajak nikah mulu. Lita kan belum siap. Akhirnya Chandra cari pengganti Lita deh." Lolita menjelaskan hubungan asmaranya dengan sang ibu tanpa risih.

"Belum jodohnya, Nak. Angga, adekmu sudah mau memberi Ibu cucu loh. Ibu doakan semoga Kamu diberi jodoh yang baik dan setia. Bonus ganteng juga boleh." Kalimat terakhir membuat mereka tertawa pecah. Air muka mereka kini berubah bahagia.

Lolita kini sudah mengenakan dres hitam dan sepatu hak tinggi yang senada dengan pakaiannya. Rambutnya yang sengaja digerai menambahkan aura kecantikannya. Ia juga mengenakan aksesoris gelang berwarna perak ditangannya. Tangannya mengenggam tas dan bersiap menuju halaman rumahnya. Angga sudah menunggu sedari tadi di dalam mobil milik kakak perempuannya.

"Gila cantik banget Kakak aku," gumam Angga.

"ngapain Lo bengong gitu?" Lolita menjitak kepala Angga yang tengah memandangi dirinya. tepatnya mengaggumi sih.

"Tumben Lo, Kak. Dandan secantik ini," puji Angga. Lolita hanya mengernyitkan dahi.

"Baru pertama kali, dengar adik sendiri bilang kakaknya cantik. Terima kasih loh, Dek." Lolita kini berjalan memasuki mobil.

"Kak, kenapa enggak nyetir sendiri sih. Biasanya kan kemana-mana juga sendiri," keluh Angga ke kakaknya.

"jangan bawel deh, sudah nyetir saja. Enggak usah banyak tanya."

Angga melajukan mobilnya ke alamat yang sudah ditentukan oleh Lolita. Sebenarnya Angga ogah-ogahan untuk mengantarkan kakaknya, ia ingin selalu ada di dekat istrinya yang sedang hamil tua. Bukan Lolita namanya, kalau tidak berhasil membujuk Angga. Ya, walaupun harus ada campur tangan istri Angga.

Mobil mereka berhenti di depan restauran besar dan terkenal. Sebelum keluar dari mobil, Lolita mengingatkan Angga untuk menjemputnya nanti. Lolita kini berjalan mendekati pintu masuk restauran tersebut dengan langkah gamang. Sebelum akhirnya, dia memantapkan langkah kakinya masuk ke dalam restauran tersebut. Lolita melihat meja besar yang ramai dipenuhi oleh teman-teman SMA-nya.

"Gaes, akhirnya Lita datang," Sorak salah satu lelaki yang berbadan tegap dan tinggi.

Seketika seluruh mata tertuju padanya. Lolita nampak canggung untuk bergabung. Kali ini, sifat supel dan cerianya hilang tergantikan rasa was-was dan takut. Ia takut sekali kalau ditanya 'kapan kawin?'.

Lolita mendekati meja mereka. Ia sekarang sudah duduk di antara mereka. Lolita nampak masih diam, ia tidak berani untuk membuka suara sepatahpun.

"Gila, Lita nambah cantik saja," celetuk Rico, lelaki badung di kelasnya dulu.

"kirain Lo enggak bakal datang, Ta. soalnya, tahun kemarin yang enggak datang cuma Lo doang." Itu suara Lia teman akrab Lolita sewaktu SMA, sampai sekarang mereka masih saling memberi kabar.

"Sorry, ya. Tahun-tahun kemarin belum bisa gabung. Gue benar-benar sibuk." Lolita terpaksa berbohong keteman-temannya untuk menghindari pertanyaan horor tersebut.

Sekarang, seluruh mata tertuju pada salah satu orang yang tengah menuju ke meja mereka. Lelaki itu mengenakan jas berwarna navy. Rambut klimis dan tertata rapih. Lelaki itu semakin dekat saja ke arah meja mereka. Mereka dibuatnya membisu karena pesonanya, pasalnya hanya dia yang terlihat mencolok di antara pengunjung resto ini.

"Mas bro, Eriiiiic!" Teriak cowok-cowok yang satu kelasnya dulu.

Lolita juga dibuatnya pangling, pasalnya ini pertama kalinya ia melihat Eric setelah perpisahan wisuda SMA dulu. Awal-awal reuni pun Eric tidak pernah datang karena harus mengejar kuliahnya di luar negeri.

"Tetap saja wajahnya datar, dasar kaku." Batin Lolita.

Jangan lupa like dan vote.

Manusia Kaku

Eric kini sudah bergabung dengan teman-teman SMA-nya dulu. Dia yang irit dalam bicara membuatnya masih terdiam tanpa menimbrung obrolan teman-teman yang lainnya. Lolita yang terbilang supel juga masih tetap diam. Sampai akhirnya, teman-temanya menyadari kebisuan Lolita.

"Lo kenapa, Ta? Dari tadi diam saja, biasanya Lo yang paling fasih kalau ngobrol." Celetukan Faisal membuat Lolita tersenyum kecut.

"Sifat orangkan bisa berubah, Sal. Gue masih tetap dengerin kalian ngobrol kok. Santai saja." Jawaban Lolita membuat yang lain diam. Raut wajah mereka nampak bingung dengan berubahnya sifat Lolita.

"Jadi selama ini, Lo menghindar dari acara reuni karena sifat Lo yang berubah ini," timpal Gading.

"Enggaklah, Ding. Gue memang benar-benar sibuk kali. Ngadi-ngadi Lo." Lolita berusaha menutupi keadaan canggungnya.

Dia hanya tinggal menunggu pembahasan pernikahan dari teman-temannya. Mereka semua kini telah menikmati makanan yang sudah dipesan sesuai list di grub whatsapp.

Sesekali mereka makan dengan sedikit banyolan. Lolita juga ikut nimbrung dengan banyolan mereka. Lolita kini sudah merasa aman karena tidak ada satupun yang membahas masalah keluarga. Teman-teman Lolita sudah banyak yang tahu keadaan keluarga Lolita semenjak SMA, tepatnya pada saat itu Lolita hampir wisuda SMA.

Dia satunya-satunya orang yang tidak ikut wisuda diangkatannya karena pada saat itu adalah momen dimana kedua orangtuanya menjalankan sidang perceraian terakhirnya dan dia belum bisa menerima keadaannya yang hancur.

Setelah makan, mereka kembali berbincang-bincang membahas apapun, mereka juga membahas masa lalu saat di sekolah. Lolita ingat kalau ia diberi pesan oleh ibunya. Ia membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar kartu nama milik ibunya. Ia membagikan kebeberapa temannya.

"Gaes, kalau di antara kalian ada yang jadi selebgram, tolong promosiin dong," pinta Lolita keteman-temannya.

"si Aldo sama Pipit selebgram, bisa kali mereka bantu Ibu Lo, Ta." Lia menunjuk ke arah mereka berdua.

"Buat teman, apa sih yang enggak." Aldo memainkan matanya ke arah Lolita. Perlu kalian ketahui, Aldo adalah mantan Lolita dulu waktu di SMA.

"Gue mampir deh minggu depan." Itu suara milik Pipit si selebgram cantik.

"Wah, beruntung banget Gue punya teman macam kalian." Lolita merasa bahagia memiliki teman-teman yang memang baik sedari dulu. Banyak dari mereka yang sudah sukses, tapi tidak membuat sikap mereka berubah. Mereka tetap menjadi teman yang asyik dan solid.

"Anak kalian mana?" tanya Lolita bingung. Lolita tahu teman-temannya sudah menikah semua, kecuali dirinya, Eric juga. Soalnya Lolita belum pernah menerima undangan darinya.

Harusnya Lolita tidak membuka obrolan yang mengarahkan ke hal sensitif untuk dirinya. Rasa kepo sudah mengalahkannya.

"kita titipkan orang rumah," jawab salah satu teman Lolita.

"kita juga sudah sepakat untuk tidak membawa anak. Kalau dipikir-pikir, kami perlu situasi seperti ini. Melepas tawa bareng teman." Imbuh Lia yang diangguki lainnya.

"Lajang itu sebenarnya menyenangkan, Ta. Susahnya ya gitu, kalau tidur tidak ada yang dipeluk atau memeluk," celoteh Gading yang ditanggapi gelak tawa.

"Cuma Lo dan Eric yang belum merried di antara kita semua. Jangan kelamaan lajang, Ric Ta. Suatu saat nanti, kalau kita tua dan tidak bisa apa-apa lagi siapa yang akan mengurus kita kalau bukan keturunan kita sendiri." Suasana mendadak serius. Lolita dan Eric saling berpandangan merasa tertusuk hatinya oleh ucapan Gladis, perempuan berkaca mata.

Pembahasan ini yang selalu ditakutkan oleh Lolita saat berkumpul dengan teman-temannya. Ia tidak mungkin menjelaskan alasan ia takut menikah kepada temannya satu persatu.

"Tahun depan deh Gue nikah." Lolita dengan gamblangnya berbicara seperti itu.

"Kelamaan, pulang dari sini langsung nikah saja. Biar reuni tahun depan Lo udah ada gandengannya," ucap Gading yang dibalas tatapan tajam dari Lolita dan Erick.

"selow dong, Gue kaya ditatap malaikat maut tahu enggak."

"Ric, kabar Lo gimana? Perusahaan Lo kan paling pesat di antara Kita." tanya Faisal yang bekerja dibidang yang sama dengan Eric.

"Saya masih sibuk, sampai lupa bagaimana cara cari jodoh." Jawaban Eric membuat Lolita tersedak air. Sedangkan yang lainnya ketawa kecil.

"Lo kenapa, Ta?" Lia yang ada di samping Lolita menenangkan Lolita.

"Gue enggak apa-apa." Lolita mencoba rileks setelah tersedak.

"Gue baru pertama kali dengar manusia kaku kaya Eric ngelawak," celetuk Lolita tanpa memikirkan perasaan Eric. Teman-temannya hanya menyembunyikan tawanya.

"Lo masih saja inget julukan itu," ujar Gading.

"iya benar-benar. Dulu hanya Lolita loh, perempuan yang betah cerita sama Eric waktu jam kosong. Walaupun, sesudahnya dia mengumpat di belakang Eric." Papar Gading.

"Sial! Kok malah buka kartu sih, itukan masa lalu." Lolita berusaha menutup mulut Gading dengan melempar kentang goreng yang ada di depannya.

"Gue juga masih ingat, pas Eric digosipin sama Adek kelas Kita. Eric klarifikasinya juga lewat jubirnya, si Lolita." Kini Lia yang berganti menambahi cerita masa lalu.

Suasana semakin riuh saat membahas Lolita dan Eric. Ketika masa SMA Eric dan Lolita memang terkenal dekat. Sekadar dekat biasa, tanpa ada rasa apapun. Lolita yang selalu bertingkah konyol dan mudah akrab membuat orang di sekitarnya nyaman. Lolita juga berusaha mendekati Eric si ketua OSIS yang terkenal kaku dan dingin. Lolita sengaja mendekati Eric supaya Eric akrab dengan yang lainnya tanpa adanya satir. Eric tetaplah Eric si manusia kaku.

Tanpa mereka sadari, mereka telah menghabiskan waktu selama tiga jam di meja makan. Satu persatu mereka pamit mengundurkam diri dan pulang untuk memeluk anak mereka masing-masing yang mereka titipkan ke mertua sendiri atau saudaranya.

Lolita mengobrak-abrik isi tasnya yang berukuran kecil untuk mencari ponsel guna menghubungi Angga. Sudah beberapa kali Lolita menghubungi Angga dan tidak ada jawaban sama sekali. Lolita masih berdiri di depan pintu restauran umtuk menunggu Angga menghubungi balik.

Selama Lolita berdiri di depan restauran ada mata yang sedang mengamatinya dirinya dari dalam mobil. Lolita terlihat bingung dan risau, sesekali ia menekan nomor Angga untuk menghubunginya kembali. Nihil! Lolita lagi-lagi tidak mendapat jawaban dari adiknya.

Dia berjalan keluar area restauran untuk mencari taxi di sekitarnya. Lolita belum melihat adanya tanda-tanda taxi yang berseliweran di sana. Sebuah mobil hatchback berhenti di hadapannya, Lolita dibuatnya heran.

Pintu mobil itu terbuka dan memperlihatkan siapa pemilik mobil itu. Lolita dibuatnya terperanjat karena ternyata pemilik mobil itu adalah Eric. Eric meminta Lolita masuk di dalam mobilnya, ia bersedia memberikan tumpangan untuknya.

Eric sedari tadi sudah memperhatikan gerak-gerik Lolita sehingga sekarang ia rela membagikan kursinya kepada Lolita. Lolita sudah berada di dalam mobil Eric dan Eric sudah fokus menyetir mengantarkan Lolita pulang. Mereka masih saja saling membisu. Lolita mulai membuka percakapan di antara mereka, ia tahu Eric tidak akan pernah membuka percakapan kecuali saat ia rapat.

"Terima kasih, Ric. Gue minta maaf, kalau Gue ada salah pas reuni tadi."

Muka Eric masih datar saja. Sifat dia tidak pernah berubah, kecuali postur tubuhnya yang semakin kekar dan ada rambut-rambut halus di sekitar dagunya.

"Lo?" ujar mereka berbarengan.

"Lo duluan saja, Ric." Lolita mencoba mengalah. Namun, Eric menggeleng.

"Lo duluan, Ta. Ladies firts."

Lolita mengalah kali ini, "Lo kenapa belum nikah?" Lolita mengutuk dirinya sendiri setelah pertanyaan itu muncul dari mulutnya.

"Beg* harusnya kan Gue tanya, kenapa dia mau datang keacara reuni ini," batin Lolita.

"Aku juga mau tanya itu ke Kamu. Malah keduluan Kamu." Lolita bingung dengan perkataan Eric yang mendadak jadi 'aku kamu'.

"Sorry, kalau Kamu tidak nyaman kalau aku panggil aku-kamuan."

"Panggil Saudari atau Anda juga tidak masalah. Biar kaya lagi rapat sekalian." Celoteh Lolita yang membuat Eric merasa tersinggung karena ucapannya tadi.

"Gue, eh maksudnya Aku serius tanya Ric, kenapa Lo belum nikah?"

"eh maksudnya, Kamu." Lolita membenarkan perkataannya yang masih belum terbiasa menggunakan aku kamuan dengan temannya dulu.

"Selama ini, Aku belum menemukan wanita yang bisa menerima aku apa adanya. Para wanita akan bertahan denganku hanya beberapa bulan karena aku gila kerja mungkin." Lolita terkekeh dengan jawaban Eric.

"Kok ketawa?" tanya Eric dengan wajah heran.

"Tapi menurut Aku, bukan hanya itu masalahnya deh." Eric memandang Lolita dan menaikan alis kanannya.

"Apa?" tanya Erick kemudian.

"Kamu terlalu kaku Eric. Wanita mana yang betah kalau sama laki-laki yang super kaku kaya Kamu. Aku yakin kanebo kering saja minder sama Kamu." Mendengar jawaban itu Eric menghentikan mobilnya secara mendadak. Lolita kaget setengah mati dibuatnya.

"Apakah ada perkataan yang salah dari Aku?" batin Lolita.

Eric mendekatkan tubuhnya ke arah Lolita. Tubuh mereka semakin dekat dan wajahnya kini hanya berjarak beberapa senti saja. Jantung Lolita semakin berdebar seakan mau copot. Lolita menutup kedua matanya dengan rasa takut yang teramat.

Terima kasih sudah membaca.

Modus

Detak jantung Lolita seakan ingin copot saja karena perlakuan Eric.

"Aku sekaku itu ya, Ta?" bisik Eric tepat ditelinga Lolita. Lolita mengerjapkan mata secepat mungkin. Hal yang ditakuti tidak terjadi padanya.

"Kenapa sih, pikiran kotorku muncul," batin Lolita.

Eric manarik mundur tubuhnya lagi dan menegapkan badannya untuk kembali menyetir. Eric sudah tahu arah rumah Lolita karena tempat tinggal Lolita dari dulu tidak pernah pindah sekalipun orangtuannya bercerai. Bagi keluaraga Lolita rumah itu adalah kenangan. Ponsel Lolita bergetar dan menampilkan pesan dari Angga.

^^^Kak, aku di RS Persalinan Kasih Bunda. sorry baru bisa menghubungi. Kakak bisa pakai taxi online saja untuk pulang.^^^

^^^_Angga^^^

Lolita membaca pesan dari Angga. Ia meminta Eric untuk mengantarkan ke rumah sakit. Lolita menunjukkan arah jalannya karena ia sudah tahu, ia beberapa kali pernah mengantarkan adik iparnya cek kandungan saat Angga lembur kerja. Eric memutar balik arah untuk sampai di rumah sakit. Hampir satu jam. Akhirnya mereka sampai tujuan. Lolita dan Eric bergegas masuk menuju ke meja resepsionis guna menanyakan kamar pasien. Mereka melewati koridor-koridor dan menemukan ruangannya sesuai info dari resepsionis.

Lolita membuka pintu pelan dan Eric mengikutinya di belakang. Lolita melihat Wanda tergeletak di ranjang sambil menggenggam tangan Angga. Mereka mendekat ke arahnya. Eric bersalaman dengan ibu Lolita. Lolita memegang bahu Angga pelan dan menanyakan keadaan Wanda, "gimana, Wanda?" tanya Lolita pelan. Sedangkan Eric, bersalaman dengan ibu Lolita sambil memperkenalkan dirinya yang sudah banyak berubah.

"masih menunggu, dia baru pembukaan tiga. Kemungkinan agak lama menunggu persalinannya," jelas Angga. Lolita mengangguk pelan sambil membulatkan mulutnya berbentuk O.

"Enggak sesar saja, Ngga?" Lolita melihat Wanda iba.

"Ini kemauan Dia untuk lahiran normal." Kini Lolita bergantian memegang bahu Wanda untuk menguatkannya. Ini pertama kalinya aku melihat proses persalinan. Lolita menghampiri ibunya yang tengah duduk di sofa. "Kalau Kamu cape, balik saja ke rumah. Besok kamu kerja, nunggu Adikmu lahiran juga masih agak lama." Lolita menggeleng.

"Lita mau nunggu sampai debaynya keluar, Bu."

"Ibu tidak mau lihat kamu kecapean, pulang ya nanti," kata ibu. "Eric, nanti titip Lita. Tolong anterin Dia pulang." Ibu Lolita melirik ke Eric yang tengah berdiri di samping ibunya.

Lolita hanya pasrah tidak bisa melawan ibunya. Sudah hampir pukul sebelas malam, Lolita dan Eric berpamitan untuk pulang terlebih dahulu. Lolita tidak bisa izin kerja sembarangan. Peraturan perusahaannya sangat ketat, maklum perusahaan besar. Mobil Eric menembus malam kota Jakarta. Kota yang tidak pernah sepi sedetikpun.

Setelah tiba di depan rumah Lolita, Eric ikut keluar dari mobil untuk mengantarkan Lolita masuk ke rumahnya. Mereka berhenti saat tiba di depan pintu. Lolita mengucapkan terima kasih ke Eric karena sudah mau direpotkan. Mereka berpisah begitu saja malam ini.

Doa Eric terkabul, hari ini ia berdoa agar ia dipertemukan kembali dengan Lolita. Reuni tahun kemarin, menjadi reuni pertama bagi Eric karena ia kuliah paling jauh di antara teman-temannya yang lain. Eric memantau dari grub WA kalau Lolita tidak lagi hadir diacara reuni dalam kurun waktu empat tahun, artinya ia tidak hadir selama empat kali. Acara reuni yang selalu diadakan oleh teman kelasnya untuk menjalin hubungan baik sebagai keluarga, seperti moto mereka dulu 'teman adalah keluarga'. Eric bersyukur karena reuni kali ini bisa lengkap.

Eric melajukan mobilnya menembus malam dengan senyum-senyum sendiri. Ia sangat bahagia, bisa berbincang kembali dengan Lolita. Eric mengingat masa-masa SMA-nya dulu saat bersama Lolita. Lolita wanita yang paling tahan dengan sikap kaku dan dinginnya Eric. Meskipun, dia sekarang tahu faktanya, kalau Lolita suka mengumpat setelah mereka berdua mengobrol. Kadang, Lolita kesal dengan kekakuan Eric.

Mereka usianya berjarak tiga tahun, Eric yang usianya terlambat masuk sekolah karena ada kejadian yang tidak diinginkan dalam keluarganya.

Keluarganya terpaksa pindah dari Bandung ke Jakarta karena untuk menghilangkan kejadian tersebut. Ditambah, Eric kecil sangat membenci lingkungan baru, hingga ia memutuskan untuk berhenti sekolah setahun silam. Sedangkan, Lolita usia masuk sekolah terbilang masih sangat belia. Ia tergolong murid termuda diangkatannya. Sekarang usia Lolita sudah 27 tahun, usia yang sudah cukup untuk menikah.

Lolita merebahkan tubuhnya di ranjang empuknya. Ia memantau ponselnya untuk mendapatkan kabar dari ibunya. Sebelum mendapat informasi kelahiran adik iparnya, Lolita sudah menggapai mimpi terlebih dahulu alias tertiduran. Ia tertidur dengan pulas tanpa bermimpi apapun.

Di sisi lain, Eric sudah sampai di rumahnya. Ia langsung menuju ke kamarnya dan bersih-bersih diri. Setelah berganti pakaian kaos polos berwarna putih dan celana pendek selutut ia menjatuhkan dirinya di atas kasur sambil membuka grub WA yang ramai. Ia menggulirkan pesan ke bawah dan senyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak, Eric dijodoh-jodohkan dengan Lolita oleh teman-teman SMA-nya.

Eric mencoba memejamkan matanya setelah melihat grub WA, tapi ia tidak bisa tidur karena terpikirkan terus oleh bayang-bayang wajah Lolita. Eric masih menepis tentang perasaannya ke Lolita, Eric memang begitu. Ia tidak pernah benar-benar mendengar isi hatinya. Ia selalu menolak apa yang ada dihatinya sehingga ia tidak benar-benar paham apa arti jatuh cinta.

Matahari menyelinap di antara jendela. Sinarnya yang hangat menyentuh lembut wajah Eric yang masih terlelap. Ia beranjak dari kasur setelah mendengar alarmnya berbunyi nyaring.

Ia bersiap untuk bekerja. Ia mengenakan kemeja putih yang dibalut oleh jas hitam dan celana hitam. Ia tidak lupa memakai jam tangan sebagai aksesorisnya seperti biasa. Ia melihat penampilan kerennya dipantulan kaca besar yang terletak di kamarnya. Ia menuruni anak tangga untuk bergabung di meja makan bersama kedua orangtuanya yang sudah pensiun dini. Orangtua Eric dari dulu sudah bekerja keras sampai mendirikan perusahaan dan sekarang mereka hanya bisa menyerahkan perusahaan itu kepada anak satu-satunya itu.

"Eric, Mama enggak mau tahu. Ulang tahun kamu nanti yang ke-31 nanti, Kamu harus sudah menggandeng pasangan. Teman-teman Mama sudah pada gendong cucu." Pagi-pagi gini Mamanya sudah menyuruh untuk mencari pasangan. Ulang tahun Eric juga masih lama.

"Gimana Eric mau dapat cewe, kalau masih gila kerja. Dia juga di kantor terkenal kaku. Cewe mana yang mau nyantol kalau punya suami kaya Eric." ucapan papa Eric membuat mamanya semakin mengomel.

"Tuh kan, Papa kalau ngomong suka bener. Harusnya anaknya dibilangin dong, Pa. Mama kan ingin cepat nimang cucu." Kalau sudah begini Eric hanya bisa diam mendengar keributan mereka. Eric memilih pergi ke kantor dari pada mendengarkan obrolan orangtuanya yang selalu membahas dirinya.

Lolita sudah berada di kantor setengah jam yang lalu. Ia sudah bekerja di depan komputernya ditemani secangkir kopi. Ia sangat bahagia pagi ini karena sudah mendengar kalau adik iparnya itu sudah lahiran. Ia sekarang memiliki keponakan ganteng. Ia tidak sabar untuk segera melihat wajah keponakan barunya itu.

Saat jam istirahat Lolita mendapat pesan dari nomor baru. Ia membuka pesan tersebut yang ternyata dari Eric.

^^^Lita, ini Eric. Adik ipar kamu udah lahiran?^^^

Lolita membalas pesan tersebut dengan rasa aneh dibenaknya. Eric tidak seperti biasanya, ia bahkan tidak pernah mengirim pesan ke Lolita sama sekali semenjak SMA. Lah ini?

Sudah, Ric.

Lolita membalasnya singkat. Ia mengunyah kembali makanannya yang belum habis sedari tadi. Lolita merasa lapar dari pagi karena ia tidak sarapan. Biasanya ibunya yang selalu masak untuk dirinya sebelum ia pergi ke butiknya. Karena ibunya sedang di rumah sakit. jadi, Lolita melewatkan sarapannya.

^^^Aku mau ketemu kamu, boleh?^^^

Lolita terperanjat kaget saat mendapat pesan tersebut. Ia belum percaya kalau ini beneran Eric. Lolita mengiyakan ajakan Eric. Lolita berpikir barangkali Eric membutuhkan teman. Lolita meminta Eric menjemput di rumahnya setelah ia kerja. Lolita juga ingin menjenguk keponakan barunya yang masih di rumah sakit. Kebetulan Eric mengajak bertemu, jadi ia sekalian mengajak Eric sekalian ke RS melalui pesan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!